MOJOK.CO – Sunnah Rasul berbuka puasa dengan buah kurma itu untuk ngasih tahu bahwa yang baik itu justru yang dekat-dekat, bukan yang jauh-jauh.
Sudah beberapa pekan ini Fanshuri puasa Senin-Kamis. Kebiasaan ini diketahui karena Fanshuri kerap kali mencari buah kurma untuk persiapan buka puasa.
Masalahnya, hari itu Fanshuri sudah kehabisan buah kurma dan ingin meminta Gus Mut. Siapa tahu gurunya itu selalu sedia buah kurma. Minta dua atau tiga biji sepertinya bukan suatu hal besar.
Anehnya, ketika diminta buah kurma begitu, Gus Mut malah agak heran. Oleh Gus Mut, Fanshuri ditawari buah salak.
“Ah, nggak mau, Gus. Saya carinya buah kurma kok malah ditawari salak,” kata Fanshuri.
“Kok tumben kamu minta buah kurma? Buat apa, Fan?” tanya Gus Mut.
“Buat buka puasa nanti, Gus,” kata Fanshuri.
“Hah?” Gus Mut semakin kaget.
“Kok Gus Mut malah kaget sih. Kan bagus dong, Gus. Puasa ini saya ngikut sunnah Rasul, buka puasanya pun saya sedang berupaya ikut sunnah Rasul, berbuka dengan buah kurma,” kata Fanshuri.
Gus Mut terkekeh mendengarnya. Fanshuri heran melihat reaksi gurunya.
“Kok malah ketawa sih, Gus. Orang mau menjalani sunnah Rasul kok.”
Fanshuri protes.
“Bukan gitu, Fan. Aku ini ketawa sama pola pikirmu kalau makan buah kurma di waktu berbuka itu ngikuti Sunnah Rasul, sampai kamu jadi agak maksain begitu,” kata Gus Mut.
“Maksain? Maksain gimana, Gus?” tanya Fanshuri.
“Ya itu, maksain. Kamu kehabisan buah kurma, lalu minta ke aku. Aku tawarin salak malah nggak mau,” kata Gus Mut.
“Ya nggak maksain dong, Gus. Kalau Gus Mut memang nggak punya kurma ya nggak apa-apa,” kata Fanshuri.
Gus Mut kini tersenyum.
“Aku kagumi upayamu mengejar sunnah Rasul itu, Fan. Itu baik. Aku apresiasi. Tapi, sebagai gurumu, aku harus kasih tahu ke kamu, bahwa yang baik-baik itu kalau tidak dilandasi ilmu yang cukup bisa salah kaprah. Meski niatnya sudah baik,” kata Gus Mut.
Fanshuri bingung.
“Salah kaprah gimana? Cuma urusan nyari kurma untuk sunnah Rasul kok,” kata Fanshuri.
“Begini, Fan,” kata Gus Mut mencoba menjelaskan.
“Sunnah Rasul berbuka puasa pakai buah kurma untuk itu landasannya kesalehan sosial, bukan kesalehan individu,” kata Gus Mut.
“Ma-maksudnya, Gus?” tanya Fanshuri.
“Ya kurma itu buah lokal. Lokal versi Arab sana. Nabi Muhammad berbuka dengan buah lokal daerahnya. Selain karena urusan itu makanan yang manis, Nabi berbuka kurma karena rantai pemasarannya pendek, murah, dan secara langsung membantu ekonomi lokal juga,” kata Gus Mut.
Fanshuri terdiam sejenak. “Jadi…?” tanya Fanshuri.
“Jadi yang kamu lakukan dengan mencari kurma ke mana-mana itu justru salah kaprah. Niat hati ingin mengikuti sunnah Rasul, tapi malah mengabaikan esensinya. Ditawari salak nggak mau. Padahal buah kurma itu rantai pemasarannya lebih panjang ketimbang salak yang di kampung kita ada kebunnya. Kurma kan buah impor, harganya juga lumayan mahal, kadang-kadang dikemas sebegitu rupa pakai embel-embel agama segala biar laku,” kata Gus Mut.
Fanshuri melongo.
“Be-berarti saya malah bid’ah ya, Gus?” tanya Fanshuri.
“Ya aku nggak sampai bilang kamu itu bid’ah, Fan. Cuma dalam ngejar sunnah Rasul itu pendekatannya jangan cuma emosional, tapi ya pakai rasional dikit lah. Buah salak di kampung kita juga manis-manis kok. Rantai pemasarannya dekat, ada di sekitar kita, dan kalau semua orang sini pakai pola sunnah Nabi secara substansi, bukan cuma bentuknya doang, kan semua jadi enak,” kata Gus Mut terkekeh.
Fanshuri kini tersenyum mendengar penjelasan Gus Mut.
“Hehe, oalah gitu ternyata ya, Gus. Ya sudah deh, Gus. Saya minta buah salaknya aja kalau gitu,” kata Fanshuri.
Gus Mut tersenyum.
“Mau minta berapa kilo?” tanya Gus Mut sambil masuk ke gudang penyimpanan salaknya.
Fanshuri tertawa.
“Saya nggak niat jualan, Gus. Beberapa biji aja cukup,” kata Fanshuri yang diselingi tawa Gus Mut dari dalam gudang.
*) Diolah dari penjelasan Dr. Abdul Gaffar Karim.
BACA JUGA Cara Bikin Uang Haram Jadi Uang Halal atau kisah-kisah Gus Mut lainnya.