MOJOK.CO – Menyerang kelompok golput akan merugikan Jokowi. Suara mereka tidak akan berpindah ke Prabowo, tapi mereka bakal menyerang balik Jokowi.
Beberapa hari ini, isu golput kembali mengemuka. Begitu riuh bahkan panas. Anehnya, aroma pertarungan golput ini hanya dengan pemilih Jokowi. Sampai sekarang, perang golput dengan kubu Prabowo belum terlihat. Sebetulnya, seberapa bahayakah suara golput ini bagi Jokowi?
Sebelum tulisan ini berlanjut, saya mau mengulang hal sederhana dulu. Secara garis besar, golput terbagi dua. Untuk lebih mudah, dua golongan besar ini diberi nama golput administratif dan golput politis. Golput administratif adalah mereka yang tidak ikut pemilu karena terkendala sistem administrasi. Untuk golongan ini, bukan pokok bahasan kita.
Golongan golput selanjutnya adalah golput politis. Golongan ini untuk lebih mudahnya, kita beri nama ‘golput apatis’ dan ‘golput kecewa’. Golput apatis adalah golongan yang sengaja tidak mau memilih karena pesimistis bahwa siapapun yang menang, baik Prabowo maupun Jokowi, tidak akan membawa perubahan yang signifikan kepada kehidupan mereka. Kini, gelombang golput bertambah besar, yakni dengan hadirnya golput yang kecewa atas pasangan yang dipilih sebagai cawapres Jokowi.
Tapi kita harus hati-hati menganalisis soal ini. Mereka yang golput karena kecewa terhadap cawapres pilihan Jokowi, belum tentu karena semata KH Ma’ruf Amin (MA). Bisa jadi mereka golput memang karena kecewa Jokowi memilih MA, tapi bisa juga karena jagoan mereka tak terpilih. Bisa saja mereka adalah fans fanatik TGB, Mahfud MD, Cak Imin, Sri Mulyani, Gatot Nurmantyo, Susi Pudjiastuti, dll. Jadi, belum tentu pokok soalnya adalah dipilihnya MA. Walaupun, tak bisa dimungkiri kelompok terbesar gelombang golput baru ini disebabkan karena dipilihnya MA.
Nah, sekarang masuk ke pokok soal: seberapa bahaya mereka bagi Jokowi? Menurut saya, cukup berbahaya karena jumlah mereka sekira 20-25 persen dari total pemilih Jokowi. Padahal, angka pemilih yang belum menentukan pilihan ada di angka 25-27 persen dari total calon pemilih. Tolong perhatikan bahwa angka yang pertama berbeda dengan yang kedua. Kalau angka yang pertama berasal dari total pemilih Jokowi, angka yang kedua berasal dari total jumlah pemilih.
Maka wajar jika para relawan dan aktivis pro-Jokowi ‘menyerang’ mereka yang golput karena kecewa pada pilihan cawapres Jokowi. Pasalnya, angkanya cukup signifikan dan Jokowi belum berada di zona aman sebab angka pemilih yang belum menentukan pilihan sangat tinggi juga.
Masalahnya adalah, banyak orang tidak tahu karakter mereka yang masuk dalam kelompok golput politis ini. Rerata mereka adalah kaum muda, politis, sebagian bahkan influencer dan opinion leader.
Karakter mereka juga jelas, orang-orang seperti itu jika ditekan dan diserang, punya potensi menekan dan menyerang balik. Di sinilah letak bahaya kelompok ini bagi Jokowi.
Jika mereka golput saja, memang membahayakan Jokowi karena potensi suara Jokowi berkurang. Tapi jika mereka menyerang balik karena ditekan atau diserang, potensi mereka naik menjadi menggerus perolehan suara Jokowi.
Maka, timses Jokowi harus tahu hal mendasar ini. Menyerang kelompok golput akan merugikan Jokowi. Suara mereka tidak akan berpindah ke Prabowo, tapi mereka bakal menyerang balik Jokowi. Dalam skala tertentu, ini pernah terjadi pada Pilgub DKI tahun lalu.
Sekarang bagaimana strategi menghadapi persoalan itu?
Pertama, harus persuasif. Kalau tidak menemukan strategi persuasi, lebih baik diam. Jangan diserang daripada mereka menyerang balik.
Kedua, menjawab keraguan mereka. Mereka yang kecewa pada pilihan cawapres Jokowi pada dasarnya adalah pemilih Jokowi. Artinya, mereka harus diyakinkan. Strategi meyakinkan itu memang tidak mudah. Saya bahkan tidak habis pikir bagaimana bisa nama seperti Farhat Abas bisa masuk line up jurkam Jokowi? Hal yang sama akan terjadi kalau misalnya Fadli Zon atau Ratna Sarumpaet jadi jubir atau jurkam Prabowo. Publik akan punya resistensi yang kuat. Tidak semua orang cocok jadi jurkam dan jubir. Ini tidak ada hubungan apakah mereka hebat atau tidak, baik atau tidak. Ini soal kecermatan memindai psikologi masyarakat.
Tapi, cara meyakinkan yang agak masuk akal selain memilih jurkam yang diterima publik dengan baik adalah memastikan bahwa Jokowi tidak akan bagi-bagi kursi menteri kepada para parpol pendukungnya. Rakyat minta jaminan itu, misalnya dengan merilis nama-nama calon menteri jika Jokowi menang.
Yang paling penting adalah, adalam waktu yang tersisa pemerintahan sekarang ini, Jokowi harus membuat kebijakan yang tepat dan baik. Protes masyarakat yang dikejar-kejar aparat pajak harus dihentikan. Beri relaksasi fiskal agar para pebisnis kecil dan menengah bisa punya napas dalam situasi ekonomi yang cukup sulit. Kalau perlu, kucurkan dana segar ke masyarakat secara langsung (semacam bantuan langsung tunai di era SBY). Isu BPJS harus segera ditanggulangi. Perlihatkan bahwa untuk urusan sakit, pemerintah tidak cuci tangan. Ada sekian hal lain yang perlu segera dilakukan, yang rasanya para orang pintar di sekeliling Jokowi pasti tahu.
Kalau tidak tahu ya kebangeten….