MOJOK.CO – Kak Seto, pada akhirnya, bukan hanya permata bagi klan Mulyadi, lebih dari itu, dia adalah permata bagi anak-anak Indonesia.
Tak mudah menyandang embel-embel nama “Mulyadi” di era kiwari seperti sekarang ini. Tiap ada obrolan tentang kebanggaan kesamaan nama dengan tokoh-tokoh terkenal, saya, sebagai pemilik nama Mulyadi adalah salah satu pihak yang paling merasa kelimpungan.
Maklum saja, rasanya memang tak banyak klan Mulyadi yang cukup dikenal oleh banyak orang karena kiprahnya.
Benar bahwa ada manusia kesohor bernama Mus Mulyadi yang menjadi pendekar pilih tanding di dunia keroncong. Namun, tak banyak anak muda yang paham siapa itu Mus Mulyadi, kecuali anak-anak muda yang masa mudanya dijalani di masa Presiden Soekarno.
Benar bahwa ada politisi bernama Dedi Mulyadi yang namanya cukup sering menghiasi pemberitaan di media massa. Namun tingkat kepopulerannya tak cukup besar untuk bisa dibanggakan oleh klan Mulyadi yang lain, sebab jabatan tertingginya masih sebatas bupati, belum gubernur. Dia juga belum terlalu sering main film sebagai kameo kayak Kang Emil.
Benar juga bahwa ada kiper muda kelahiran Indonesia bernama Emil Audero Mulyadi. Namun dirinya bukan pemain timnas Indonesia. Emil juga “hanya” bermain untuk tim papan tengah Italia, Sampdoria. Dengan statusnya yang tanggung itu, di Indonesia, kepopulerannya bahkan masih kalah jauh ketimbang Agus Murod mantan kiper PPSM Magelang itu.
Di tengah lanskap seperti itu, kehadiran seorang Seto Mulyadi alias Kak Seto benar-benar bagaikan embun yang begitu menyegarkan.
Banyak orang mengira bahwa setelah tak lagi aktif di Komisi Nasional Perlindungan Anak beberapa tahun yang lalu (digantikan Arist Merdeka Sirait), nama Kak Seto bahkan pudar seiring makin sedikitnya potensi pemberitaan tentang dirinya. Pada kenyataannya, sosok Kak Seto justru makin moncer.
Kiprah panjangnya sebagai seorang psikolog anak memang tak bisa dibantah lagi. “Seto” dengan “anak” sudah seperti dua hal yang tak bisa dipisahkan dan harus dibaca dalam satu tarikan nafas. Bukan mustahil pula jika kelak, istilah “seto” sendiri akan menggantikan kata “anak” dalam khazanah pergaulan sehari-hari.
“Eh, Jeng Rina, sudah punya seto berapa?”
“Ah, seto-setoku ini, disuruh belajar kok susahnya minta ampun.”
“Seto di dalam rahimku ini adalah darah dagingmu, Burhan!”
“Seto sekecil itu berkelahi dengan waktu, demi satu impian yang kerap ganggu tidurmu.”
Kedekatan Kak Seto dengan anak itu pula yang sampai saat ini masih tetap membuat dirinya terus dipanggil dengan embel-embel “Kak”. Hal yang sebetulnya sangat aneh dan tidak lumrah untuk ukuran lelaki berumur 69 tahun dan bukan seorang pembina Pramuka.
Dalam berbagai kasus yang melibatkan anak-anak, nama Kak Seto hampir tak pernah luput untuk dimintai pendapat atau komentar. Berbicara tentang isu anak tanpa melibatkan Kak Seto adalah sebuah kelancangan tersendiri.
Kak Seto, tak pernah berhenti untuk terus berpartisipasi dalam usaha-usaha perlindungan anak. Melalui akun media sosialnya, ia aktif menyebarkan pesan-pesan perlindungan anak.
Dalam kanal Youtube miliknya, Kak Seto rutin berbincang dengan bintang tamu-bintang tamu terkenal. Dan bayangkan, hanya di depan seorang Seto Mulyadi, para bintang tamu itu mau (dan harus mau) menyanyikan lagu anak-anak.
Hanya Seto Mulyadi yang mampu membuat seorang Steven Kaligis vokalis Steven & Coconut Treez itu berjoget dan menyanyikan lagu Potong Bebek Angsa, atau seorang Ahmad Dhani menyanyikan lagu Aku Seorang Kapiten.
Dengan rekam jejak seperti itu, mungkin hanya Seto Mulyadi pula yang bisa memaksa Limbad untuk buka mulut dan kemudian menyanyikan lagu “Abang Tukang Bakso.”
Sebagai seorang yang dekat dunia anak, Kak Seto selalu total menghayati perannya sebagai seorang sahabat anak.
Ia sering mengunggah video-video saat dirinya berolahraga dan bermain wahana halang rintang di halaman belakang rumahnya yang memang desainnya dibikin tak jauh berbeda dengan halaman TK Islam Terpadu Al-Jannah Magelang.
Sangat menyenangkan menyaksikan Kak Seto berlarian ke sana ke mari dan bergelantungan di tangga gantung dengan celana ngatung ketat dan kaos polo meriah warna-warni. Ia benar-benar tak ubahnya seperti siswa PAUD itu sendiri.
Usia memang tak bisa menipu. Kulit Kak Seto tentu kini tak lagi kencang seperti waktu muda yang bak karet ketapel, rambutnya pun tentu sudah mulai banyak yang memutih. Kendati demikian, ia tetap berusaha untuk tampil konsisten dengan wajah yang dibikin seramah mungkin dengan gaya rambut yang sefamilier mungkin.
Tak banyak yang tahu bahwa gaya rambut yang dia miliki itu sudah dipertahankan sejak 50 tahun yang lalu. Si empunya rambut mengaku bahwa selain karena gaya tersebut membuatnya mudah untuk menyisir, juga karena gaya rambut ala poni nggantung depan itu efektif untuk menutupi bekas jahitan luka yang ada di keningnya.
Kelak, gaya rambut itulah yang kemudian ikut menjadi sejarah panjang Kak Seto dalam mengarungi dunia anak-anak. Gaya rambut itu pula yang kemudian menjadi sebuah identitas penting bagi seorang Kak Seto Mulyadi.
Maka, tak mengherankan jika orang-orang heboh dan berbahagia saat Kak Seto mengunggah foto dirinya saat belum menyisir rambutnya menjadi gaya identiknya itu.
Semakin saya menyelami kehidupan seorang Seto Mulyadi, semakin saya dibikin bangga terhadapnya. Tak banyak sosok di negeri ini yang bisa sedahsyat Kak Seto.
Bayangkan, usia 69 tahun, tetap dipanggil “kak”, enerjik, nggak punya sedikit pun potongan nyolot di wajahnya, ramah pada anak-anak, susah untuk dibenci, dan bisa bikin orang-orang bahagia setengah mampus hanya karena melihat foto rambutnya.
Benar-benar sosok yang mengagumkan.
Kak Seto, pada akhirnya, bukan hanya permata bagi klan Mulyadi, lebih dari itu, dia adalah permata bagi anak-anak Indonesia.
Kalau saja di 2024 mendatang dia mencalonkan diri sebagai presiden dan anak-anak diberikan hak pilih, niscaya Prabowo pun tak akan bisa mengalahkannya dan lebih baik memilih menjadi anak kecil lagi.
BACA JUGA Bahaya Memahami Nilai Matematika Kak Seto yang Cuma Dapat 4 dan tulisan lainnya di rubrik ESAI.