ADVERTISEMENT
Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Beranda Esai

Jangan Tonton Acara Keagamaan di Televisi

Edi AH Iyubenu oleh Edi AH Iyubenu
24 Juli 2017
0
A A
170724 ESAI Jangan tonton dakwah di televisi

170724 ESAI Jangan tonton dakwah di televisi

Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

Belakangan ini, tak jarang kita menyaksikan “pencurian marwah agama” di televisi. Itu dilakukan bukan lagi untuk sekadar mencari makan, tapi demi menimbun kekayaan melalui rating menjulang dan iklan miliaran.

Ya, Anda tak salah, yang saya maksudkan “pencurian marwah agama” ialah disingkirkannya nilai-nilai dasar perihal syarat kompetensi keilmuan dan laku kesalihan pada para pengisi berbagai tayangan agama di televisi. Sungguh menyedihkan, sekaligus menyebalkan.

Di saat begitu banyak pemuka Islam yang sungguh-sungguh alim dan salih, yang telah diuji oleh bentang zaman yang panjang, dengan sanad keilmuan yang otoritatif, yang sangat kompeten untuk menyiarkan Islam rahmatan lil ‘alamin, sekelompok manusia di balik acara-acara keagamaan televisi begitu saja mencampakkan mereka. Lalu dengan ugal-ugalan mereka memilih orang-orang yang menurut mereka bisa diorbitkan, bisa dijual laris; sosok-sosok tak jelas juntrungnya, sanad keilmuannya, kesalihannya, yang penting tampan dan surbanan.

Memang itu hak mereka, sih. Mereka yang punya gawe, punya modal, dan kanalnya. Tapi, kita pun punya hak atas frekuensi yang mereka pakai itu. Persoalannya jelas tak lagi sesederhana itu hak mereka, sebab acara-acara berbalut keislaman itu melayang-layang di ruang publik kita, yang juga hak kita, diasup oleh khalayak luas, terutama kelompok awam.

Mereka, khalayak umum itu, mudah saja beranggapan bahwa para ustadz yang tampil di televisi adalah orang-orang alim, juga salih, pemuka agama. Kata-kata mereka serupa fatwa-fatwa yang suci, yang layak digugu.

Padahal, behind the scene-nya, sungguh tidak semulia itu. Rating dan iklan menjadi sesembahannya. Output materi ceramahnya otomatis tidaklah tergaransi mulia. Sebab yang mulia adalah omset belaka.

Sayangnya, emak-emak penatap layar kaca tak banyak yang tahu hal ini.

Ingatlah kegaduhan-kegaduhan yang pernah diciptakan acara-acara teve itu. Mulai dari pengharaman ziarah kubur oleh host jenggotan yang kita tahu baru tiga Jumat belajar Islam, hingga ceramah “seks bebas” oleh anak abegeh tempo hari yang bulu-bulu kemaluannya palingan baru pating cerengut.

Oh, jangan lupa sama ustadz yang dengan wajah manis memfatwakan pasang alis tebal (baca: dandan) itu haram tetapi pernah memposting foto istrinya yang sedang menyusui. Tetek ternyata lebih profan dibanding alis, ya. Juga ustadz produk sinetron yang masang tarif iyig kepada para TKI Hongkong yang mengundangnya, yang akhirnya digantikan oleh Cak Nun dengan gratis.

Gaduh-gaduh keagamaan itu jelas dipantik oleh pencampakan nilai-nilai dasar yang harusnya dijadikan pegangan utama oleh siapa pun yang menjadi penceramah (ustadz, kiai) dan para pengawal acaranya. Mulai dari sanad keilmuannya, kapasitas keahliannya, hingga testimoni atas kesalihannya.

Sayangnya, nilai-nilai fundamental penyiaran Islam itu hanya perkara etika. Dan soal-soal etika tak bisa dihukum. Paling banter hanya dikritik. Paling banter lagi, diberi sanksi sosial.

Saat Prof. Mahfud MD mengkritik ceramah yang menebar gaduh “pesta seks di surga”, dengan menyatakan perlunya acara-acara televisi memiliki tim ahli agama, itu jelas hanya seruan moral. Nasihat orang tua yang memprihatinkan kelakuan anak-anaknya. Bukan KUHP. Ia tak punya kekuatan mengikat untuk dipatuhi. Walhasil, insiden-insiden gaduh serupa kembali terulang dan niscaya akan kembali menyeruak. Tunggu saja ….

Sampai di sini, betapa sedihnya kita yang “dipermainkan” begitu saja oleh curut-curut media itu. Ya, media-media teve itu sejatinya bukan berjuang demi syiar Islam, melainkan demi rating dan iklan. Jinguk.

Anda akan terbeliak jika diberitahu bahwa beberapa ustadz tivi itu sesungguhnya sama sekali tidak punya latar keilmuan agama yang kompeten. Bukan ahli agama blas. Mereka hanya bermodal subhanallah dan alhamdulillah plus tahu secuil ayat dan hadis dari google, tetapi tampan dan surbanan, jadilah ustadz teve.

Jangankan kenal Muwafaqat Imam Syatibi atau nadzam “qala muhammadun huwa ibnu Maliki”, pernah dengar bahwa di dunia ini ada Jurumiyah dan Quratul Uyun saja ndak tergaranasi. Jangankan paham silsilah keilmuan Imam Abu Hanifah yang berguru kepada Imam Ja’far Ash-Shodiq (tokoh utama Syiah), lalu Imam Syafi’i berguru kepada Imam Malik, dan Imam Hanbali berguru kepada Imam Syafi’i, sekadar untuk mendendangkan fa’ala yaf’ulu fa’lan saja tidak qualified.

Maklum, mereka itu “diorbitkan”. Ada yang aslinya hanya penulis script, asisten, kru, atau pemain sinetron, lalu disulap secara instan oleh tangan dingin produser agar memenuhi syarat “jualan agama”. Nilai-nilai etik fundamental dakwah telah digantikan oleh nilai-nilai “laku”. Rating menjadi parameternya. Soal konten, persetanlah ….

Dari proses liar beginilah muncul narasi-narasi ceramah keislaman yang mengerikan. Haram-mengharamkan, sesat-menyesatkan.

Saya heran luar biasa, para pengampu acara teve itu apa ya ndak punya nurani ketika bermain-main dengan marwah agama, ya? Jika dilihat dari proses instan penayangannya yang begitu rupa, jawabannya: tidak ada. Islam tak lagi mereka bedakan marwahnya dengan mendoan yang digoreng sedemikian rupa supaya laku, kemudian dinamai “Islam itu Indah”. Agar laku.

Suatu kelak, jika pasar mulai jenuh, Islam Mendoan itu bisa saja diganti dengan Islam House of Terazi, Islam Iyig, dan lain-lainnya.

Tiada cara lain lagi bagi kita yang waras dalam belajar wawasan Islam selain memberikan sanksi kepada mereka dengan tidak menonton acara-acara keagamaan di televisi itu. Itulah sikap terbaik kita untuk menginsafkan para begundal tengik yang tega hati mencuri marwah agama. Para begundal yang tidak kelaparan, tapi serakah sebenar-benarnya serakah.

Ya, selain acara teve Quraish Shihab tentunya ….

Terakhir diperbarui pada 13 September 2018 oleh

Tags: DakwahQuraish ShihabTelevisi
Iklan
Edi AH Iyubenu

Edi AH Iyubenu

Yang punya Kafe Basabasi.

Artikel Terkait

Dakwah Kreatif ala Miko Cakcoy Lewat Wayang, Jembatani Tradisi dan Agama di Era Modern
Movi

Dakwah Kreatif ala Miko Cakcoy Lewat Wayang, Jembatani Tradisi dan Agama di Era Modern

15 Maret 2025
Sunan Kudus: Bukan Sekadar Pendakwah, Tapi Juga Penegak Hukum dan Senapati Perang
Movi

Sunan Kudus: Bukan Sekadar Pendakwah, Tapi Juga Penegak Hukum dan Senapati Perang

8 Maret 2025
Idul Fitri Bukan Hari Kemenangan MOJOK.CO
Ragam

Jangan Pernah Menduga Idul Fitri sebagai Hari Kemenangan

10 April 2024
anak sma dari jogja ngajar ngaji di jepang.MOJOK.CO
Aktual

Anak SMA dari Jogja Dakwah di Jepang Selama Ramadan, Emak-emak Semangat Minta Diajar Ngaji Sampai Tengah Malam

3 April 2024
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
170724 STATUS CAK NUN

Dua Macam Kiai

Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Cokelat nDalem: oleh-oleh khas Jogja selain gudeg dan bakpia MOJOK.CO

Dari Penggemar Cokelat, Jatuh Bangun Rintis Bisnis “Cokelat nDalem” hingga Bersaing di Jagat Oleh-oleh Khas Jogja

15 Mei 2025
Nelangsa orang dengan KTP Malang, susah payah perbaiki citra malah rusak oleh suporter Arema FC: Aremania MOJOK.CO

Tak Mudah Jadi Orang dengan KTP Malang, Susah Payah Berbuat Baik tapi Sia-sia karena Cap Aremania

13 Mei 2025
Mahasiswa UNY Sulit Menjelaskan ke Tetangga soal Kampusnya karena Kurang Populer, Mengaku Kuliah di UGM.MOJOK.CO

Mahasiswa UNY Sulit Menjelaskan ke Tetangga soal Kampusnya karena Kurang Populer, Mengaku Kuliah di UGM Biar Mudah Dipahami

19 Mei 2025
Jurusan Sistem Informasi di kampus swasta Jogja. MOJOK.CO

Sulitnya Jadi Mahasiswa Jurusan Sistem Informasi, Disuruh Servis Laptop hingga Dituduh Hacker

17 Mei 2025
Sisi suram kos pasutri di Sleman Jogja MOJOK.CO

Sisi Suram Kos Pasutri Jogja, Tetangga Tak Tahu Batasan hingga Jadi Kedok “Hubungan Terlarang”

17 Mei 2025

AmsiNews

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Cara Kirim Artikel
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Kerja Sama
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.