MOJOK.CO – Indonesia Lawyers Club alias ILC akhirnya pamit. Banyak orang yang merasa kehilangan salah satu acara diskusi politik paling seru di televisi itu.
Drama panas baru saja terjadi dalam lingkungan pertelevisian kita. Acara Indonesia Lawyers Club (ILC) akhirnya pamit dari layar kaca. Kabar pamitnya ILC ini disampaikan langsung oleh pembawa acara ILC Karni Ilyas melalui akun Twitternya.
“Dear Pencinta ILC: Sekalian kami umumkan edisi ini adalah episode terakhir akhir tahun ini dan merupakan episode perpisahan. Sebab mulai tahun depan berdasarkan keputusan manajemen tvOne, ILC dicutipanjangkan sementara waktu. Mohon maaf sebesar-besarnya kepada Pencinta ILC,” terang Karni Ilyas pada Rabu, 15 Desember 2020 lalu.
Memang masih banyak perdebatan terkait penggunaan diksi “dicutipanjangkan sementara waktu” dalam pengumuman yang disampikan oleh Karni Ilyas tersebut. Namun yang pasti, banyak netizen yang menyayangkan pamitnya ILC dari televisi.
Tak sedikit yang kemudian menyindir tentang selera acara televisi masyarakat Indonesia yang dianggap kelewat rendah sehingga menganggap bahwa pamitnya ILC disebabkan oleh ratingnya yang buruk.
Bagi saya, tentu saja hal tersebut lucu belaka. Maklum saja, saya yakin, mereka yang koar-koar menyayangkan pamitnya ILC, menghujat sistem rating, sampai berlagak sedih karena ILC harus kukut, sebagian besar justru jarang nonton ILC. Mentok mereka nonton cuma kalau ada isu sensitif yang dibahas. Itu pun nontonnya nggak full, hanya potongan-potongan saja. Itu pun nontonnya juga bukan di televisi, melainkan cuma di YouTube atau media sosial lainnya.
Ayolah, nggak usah sok-sokan sedih kehilangan acara bermutu. Nggak usah menjelek-jelekkan sistem rating televisi, toh aktivitas nonton layar kaca kita memang sudah berpindah dari televisi ke hape. Itu pun kita sudah sangat jarang menonton tayangan yang bermutu, kan? Di hape kita, kita jauh lebih banyak menonton bokep, feed selebgram yang cakep dan semok, serta gosip-gosip artis yang sebenarnya itu-itu saja, kan? Dah, ngaku saja.
Hubungan manusia yang sok memuja tayangan bermutu dengan televisi memang lucu. Ada tayangan bermutu, nggak ditonton. Giliran acaranya pamit karena rating jeblok, langsung nyalahin sistem. Yah, gimana, wong yang katanya demen tontonan bermutu saja nggak mau nonton, apalagi orang-orang yang nggak demen tontonan bermutu.
Hitam Putih sudah kukut, kita lantas menyayangkan. Ya, sebatas menyayangkan saja, lalu bikin tulisan sok sedih di status WhatsApp atau Instastory.
Acara Malam-malam Net juga berhenti tayang dan banyak yang ‘lagi-lagi’ menyayangkan. Fenomenanya akan seperti itu terus, di mana ada tontonan bermutu yang jarang ditonton bahkan oleh muda-mudi edgy sok melek isu sosial, pasti bakal ada gelombang protes entah terhadap stasiun televisi atau terhadap selera tontonan masyarakat yang dianggap rendah.
Beberapa acara yang pamit dan berhasil tayang kembali seperti Tonight Show di Net TV memang sempat membikin penggemarnya berbahagia. Mereka berbondong-bondong menonton episode pertama setelah sekian lama berhenti tayang. Akan tetapi, mereka akan mulai berhenti menonton episode-episode setelahnya sampai benar-benar terlupakan.
Hal yang sama tampaknya bakal terjadi pula pada ILC kalau kelak mereka tayang lagi di televisi. Banyak netizen edgy yang menyayangkan pamitnya acara yang khas dengan suara parau Karni Ilyas yang kalau ngomong sesekali harus dicicil itu. Beberapa disertai dengan spekulasi macam-macam terkait sebab pamitnya ILC. Dari mulai tekanan dari pihak stasiun televisi, sampai adanya andil dari pemerintah yang ikut intervensi terhadap pamitnya ILC ini karena merasa kepanasan dengan diskusi-diskusi dengan tema sensitif di ILC.
Rocky Gerung, salah satu pemain jebolan Timnas ILC itu bahkan sangat yakin bahwa memang ada campur tangan pihak tertentu terhadap berhentinya ILC ini.
“Kalau saya sendiri sudah biasa, sinyal-sinyal begini sudah bisa diprediksi, bahwa yang begini-begini suatu waktu akan diborgol,” kata Rocky.
Sekilas apa yang menjadi prasangka Rocky Gerung itu memang terdengar sangat masuk akal. ILC memang bak momok bagi pemerintah karena sering kena senggol. Namun apakah ILC memang semengganggu itu bagi pemerintah sehingga ia sampai harus kukut? Saya pikir itu terlalu berlebihan.
ILC hanyalah forum diskusi yang melibatkan banyak pihak. Bahkan diskusinya juga lebih kondusif dibandingkan Mata Najwa yang lebih sering terjadi gontok-gontokan antar narasumber.
Bahkan di masa awal-awal ILC dibentuk, yang waktu itu masih bernama Jakarta Lawyers Club (JLC), diskusi yang dibahas benar-benar hanya seputar hukum, berbeda dari beberapa tahun terakhir yang membahas segala isu panas. JLC sendiri awalnya hanyalah klub antar advokat dengan Karni Ilyas sebagai wakil presiden sementara yang menjadi presidennya adalah Todung Mulya Lubis.
Klub para advokat ini lantas kerap menggelar diskusi seputar permasalahan hukum hingga akhirnya diskusi mereka ditayangkan di SCTV. Di SCTV, diskusi para advokat itu mendapat banyak iklan dan ratingnya lumayan tinggi, tetapi sebagian besar pendapatan justru masuk ke stasiun TV alih-alih ke para pengurus JLC. Ya sudah, pada akhirnya JLC kukut dari SCTV dan vakum lumayan lama, sampai akhirnya tayang di tvOne. Mungkin tawar-menawarnya cocok.
Pada kenyataannya, kali ini, ILC kukut karena memang kontrak dengan tvOne sudah selesai.
ILC, sebagai ruang diskusi yang membahas isu sosial, ekonomi, sampai politik, bukanlah properti milik tvOne atau stasiun TV manapun. Ia berdiri sendiri. Maka dari itu ketika kontrak penayangan berakhir dengan tvOne, ya wajar kalau ILC kukut.
Pihak ILC pun lantas memilih beralih ke platform digital seperti YouTube sebagai media penayang diskusi mereka, meski masa peralihan dari tvOne ke YouTube tentunya memiliki proses, namun kesuksesan ILC di platform digital kemungkinan besar hanya tinggal menunggu waktu.
Banyak yang sudah membuktikan hal tersebut. Kesuksesan sebuah acara televisi kadang memang tak berhubungan dengan stasiun televisi yang menyiarkannya, atau bahkan mediumnya.
Mata Najwa yang sukses di Metro TV itu toh juga sukses baik ditayangkan oleh Trans 7 atau Narasi TV sekalipun. Wawancara Deddy Corbuzier di acara Hitam Putih itu toh kini juga tetap jaya walau kini sudah dialihwahanakan dalam bentuk video podcast yang ditayangkan di kanal YouTube Deddy Corbuzier.
Nah, tentu hal tersebut juga bisa diikuti oleh ILC. Dengan subscribers yang saat ini sudah lebih dari 4 juta dan dengan penayangan yang sudah lebih dari 1 miliar views, bukan mustahil bagi ILC untuk menjadi acara diskusi paling laris dan sukses di Indonesia.
Selain itu, tanpa adanya campur tangan televisi, independensi ILC bisa lebih besar. Bukan mustahil, tanpa intervensi dari televisi (apalagi kalau pemiliknya punya afiliasi dengan partai politik tertentu), akan lebih banyak info A1 yang bisa digali.
Ingat, hanya melalui ILC-lah, kita tahu bahwa mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD sempat dipilih menjadi cawapres untuk mendampingi Jokowi di Pilpres 2019. Ia bahkan sudah ditelepon oleh ajudan Jokowi untuk membahas pengukuran baju yang akan dipakai dalam acara deklarasi pasangan capres-cawapres sebelum akhirnya posisinya digantikan oleh Ma’ruf Amin di menit-menit akhir.
Bayangkan, untuk ukuran acara yang ditayangkan di televisi saja bisa sampai menyibak info se-A1 itu. Apalagi kalau acara tersebut ditayangkan di YouTube, pasti akan lebih banyak info A1 yang terkuak.
Tidak menutup kemungkinan, kita bukan hanya tahu momen pengukuran baju Pak Mahfud, lebih dari itu, kita bisa tahu, berapa jumlah kancing baju yang dipakai Pak Mahfud. Seberapa skinny celana yang akan dipakai oleh Pak Mahfud, sedalam apa kantong celananya, sampai apakah resleting celana Pak Mahfud mereknya YKK atau malah merek lain.
Sekali lagi, tidak menutup kemungkinan.
BACA JUGA Yang Lucu dari Indonesian Idol dan Settingan Audisi di Dalamnya dan tulisan Riyanto lainnya.