Tanpa ada uang lembur
Sementara itu, pekerja yang mengalami over time kayak saya ini nggak ada hitungan upah lebih. Pas libur kerja tetap harus memantau grup WhatsApp. Bukankah ini merupakan sebuah dedikasi? Bukan sebuah kerugian, dong. Perusahaan nggak perlu repot-repot memikirkan itu.
Sekali lagi, mari buang jauh-jauh bahwa hal itu merugikan. Toh, perlu kita sadari bahwa untuk bisa mendapatkan keuntungan dengan kerja layak, kerja adil, hak-hak pekerja yang semestinya, bagi kurir, adalah pekerjaan lain seperti menegakkan benang basah. Sulit. Udah untung masih punya kerjaan. Nah, untung kan?!
Menghadapi tuntutan eksternal, seperti pemesan paket yang paketnya ingin cepat dikirim dan pengirim paket yang paketnya ingin segera di-pickup memaksa saya untuk fokus melaksanakan tugas saja. Nggak perlu kurir berpikir kritis cukup berdedikasi saja. Kena mutasi baru tahu rasa, Kau!
Pokoknya kurir yang salah
Sering saya mendapatkan celetukan dari penerima paket: “Lama amat nyampenya, Bang,” saat sedang mengirim paket. Saya cuma bisa tersenyum palsu dan enggan menanggapi celetukan tersebut. Yang penting paket COD-nya masih mau dibayar dan diterima.
Pernah juga sebuah paket COD ditolak dengan alasan pengiriman lama. Padahal, kalau saya tracking nomor resinya, paket baru dikirim Senin dari seller, lalu hari Minggunya sampai di rumah yang memesan.
Bisa aja, sih, kalau saya mendebat dan berasumsi untuk jangan main-main dalam pemesanan paket. Soalnya bisa jadi saya sebagai kurir yang malah dinilai main-main dalam bekerja. Pembeli memang raja, sistem marketplace adalah dewa, dan kurir… ah, sudahlah~
Risikonya memang kayak gini
Hal yang bikin saya merasa greget banget, paket COD yang ditolak itu berupa gayung mandi warna hijau yang cuma dikemas dengan bubble wrap bening dan ditempel label pengiriman. Padahal, dia tinggal di lingkungan pasar, dan tetangganya adalah penjual perabotan.
Tapi mau bagaimana lagi, yang penting sudah bekerja dengan jujur. Perkara dapat dipercaya atau nggak oleh atasan bahwa ada paket yang mau diretur dengan alasan pengiriman lama padahal baru diproses kemarin, itu bodo amatin aja. Pengiriman paket saya masih banyak, Bosque~
Hal-hal kaya gitu memang sudah menjadi risiko saya sebagai kurir yang harus diterima. Sama halnya dengan Anda belanja online punya risiko terkendala/lama dalam pengirimannya. Tapi bedanya, Anda bisa menolak atas risiko itu yang semestinya sudah sepaket dengan pesanan paket gayung berwarna hijau. Lantas mengapa kita tidak belanja di pasar saja? Dan hanya tawar-menawar yang kita punya.
Daripada bergumul dan menghasilkan perdebatan, lebih baik, mari kita menggunakan upah recehan yang sudah didapat untuk membeli soda gembira dan bergurau bersama teman-teman tentang berbagai kenestapaan yang bisa dijadikan bahan tertawaan bersama.
Enak sekali ya kehidupan kurir.
BACA JUGA Gelapnya Kehidupan Kurir yang Belakangan Semakin Getir dan kisah sedih lainnya di rubrik ESAI.
Penulis: Allan Maulana
Editor: Yamadipati Seno