Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Ide Revolusioner Kemenag saat Minta Suami-Istri Banyak Ngaji agar Angka Perceraian Turun

Ang Rijal Amin oleh Ang Rijal Amin
31 Agustus 2020
A A
Ide Revolusioner Kemenag saat Minta Suami-Istri Banyak Ngaji agar Angka Perceraian Turun

Ide Revolusioner Kemenag saat Minta Suami-Istri Banyak Ngaji agar Angka Perceraian Turun

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Kemenag bukannya tak tahu faktor ekonomi jadi penyebab naiknya angka perceraian belakangan ini, cuma ngaji itu kan tetep penting, Bradeeer~

Kementerian Agama alias Kemenag, institusi negara yang tak henti-hentinya rempong ngurusin perkara fana warga negara dengan langkah-langkah yang suka nggak ketebak.

Apalagi, baru-baru ini, lewat Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinahnya, Muharam Marzuki, Kemenag menyarankan agar masyarakat mendekatkan diri dengan Tuhan untuk menekan perceraian selama pandemi.

Marzuki bukannya tidak tahu penyebab perceraian merupakan faktor ekonomi, tapi mungkin dalam perspektif Kemenag, ekonomi itu ada urusannya dengan rajin atau tidak suami-istri beribadah.

Padahal kita masyarakat awam juga tahu, pandemi Covid-19 belakangan ini jadi biang kerok utama yang bikin banyak ekonomi rumah tangga terpukul. Baik oleh PHK sampai lapangan pekerjaan yang menyusut.

Puadahal cuan adalah salah satu kebutuhan primer yang harus ada dalam rumah tangga. Tanpa cuan, segala urusan bisa fatal. Hal-hal remeh bisa jadi alasan bagi lahirnya perceraian. Karena cuan memengaruhi banyak hal. Orang jadi lebih mudah murka karena tidak ada cuan.

Namun, lewat gagasan brilian, ada dua hal yang dijadikan solusi oleh Pak Marzuki, untuk menyelesaikan urusan cuan ini, yakni mengisi waktu dengan mengaji dan menyediakan layanan bimbingan perkawinan (bimwin) bagi masyarakat yang mendaftar nikah di KUA.

Hm, kalau dilihat-lihat, gagasan di atas cukup menjawab persoalan perceraian yang disebabkan oleh faktor ekonomi, bahkan termasuk revolusioner.

Kira-kira begini, masalah rumah tangga yang disorot sepanjang pandemi ini kebanyakan karena persoalan ketiadaan cuan. Meski begitu, prasyarat munculnya persoalan adalah kesadaran anggota rumah tangga bahwa mereka tidak memiliki uang.

Artinya, diperlukan suatu pengalih perhatian agar anggota keluarga tidak menyadari bahwa mereka tengah berada dalam kesulitan ekonomi.

Caranya, tentu saja dengan membuat mereka banyak-banyak memikirkan akhirat ketimbang soal-soal duniawi yang bersifat sementara. Seperti nasihat lama di Jawa, “Urip iku mung mampir ngombe.”

Karena ngombe sifatnya sementara, hanya pada saat-saat kita kehausan, maka memikirkan ekonomi juga baiknya sementara saja. Jangan sering-sering. Bayangkalah jika minum yang sifatnya duniawi jadi sesuatu yang tidak berarti, maka, secara otomatis, persoalan duniawi pun jadi ikut nggak berarti pula.

Bila rumah tangga tak lagi menganggap cuan sebagai sesuatu yang primer dan memilih fokus pada urusan ibadah-ibadah saja, maka perceraian tak akan terjadi. Asal jangan kayak Si Doel, yang kerjaannye sembahyang mengaji tapi tetep cerai juga sih.

Bahkan bukan tidak mungkin, dengan gagasan ini, Indonesia akan memproduksi puluhan juta sufi beserta tarikat-tarikat yang bergerak di dunia pertasawufan. Pasalnya, semakin terpuruk perekonomian suatu keluarga, akan semakin menjadi-jadi kebutuhan ukhrawinya untuk semakin menjauh dari hiruk pikuk duniawi.

Iklan

Orang-orang tidak saja menjadi lebih rajin mengaji, tetapi juga meningkat menjadi ibadah ritual semacam puasa. Puasa yang bukan puasa biasa, melainkan puasanya kaum sufi yang makan hanya sesekali dalam setahun. Secara kebutuan ekonomi, orang semacam ini tentu ngirit dan hemat sekali.

Orang tidak akan lagi berpikir untuk mencari nafkah, melainkan bagaimana menyadari hakikat hidup yang sementara. Menariknya, mayoritas bangsa Indonesia berasal dari golongan ekonomi menengah ke bawah. Artinya, persoalan finansial adalah persoalan mayoritas orang Indonesia, khususnya umat Islam dengan jumlah terbanyak pemeluknya.

Toh, namanya juga Kementerian Agama, pastilah punya misi agar warga beragama menjadi semakin taat. Akan tetapi, Anda jangan dulu menganggap remeh kondisi yang dituju oleh Kemenag.

Soalnya, kalau dipikir-pikir lagi, ide ini merupakan suatu bentuk revolusi. Meskipun semangatnya berwajah Teosentris, tapi percayalah bahwa dampaknya bisa beruwujud berupa pembebasan sosial yang bahkan tak disadari oleh banyak orang.

Kita dapat mengira-ngira dengan jumlah umat Islam yang berlimpah ruah dalam sekejap berubah sikap. Mereka tidak lagi jadi masyarakat konsumtif dan agama tidak lagi dijadikan bahan bisnis atau politik.

Dengan begitu perekonomian bakal jadi lesu. Maka, yang paling dirugikan oleh pola kehidupan semacam itu ialah sistem kapitalisme.

Soalnya ketika kapitalisme membutuhkan kerja-kerja produksi dengan skala besar-besaran, sementara dengan bikin masyarakat lebih banyak mengaji ketimbang kerja, daya beli masyarakat bakal rendah. Konsumsi pun minim. Duh, keruntuhan kapitalisme di depan mata! Iniiiih!

Nah, pada titik itu, kita dapat membayangkan ada banyak yang bakal berubah.

Eksploitasi alam dapat dihindarkan, kebakaran hutan bakal jadi barang yang dirindukan, dan polusi udara bakal makin langka dalam pemberitaan. Efek sampingnya tentu saja berimbas pada menurunnya ancaman kesehatan warga kelas bawah yang biasanya jadi korban.

Dengan masyarakat yang sibuk mengaji, negara tidak lagi dalam bayang-bayang kapitalisme, dan para aktivis yang menolak Omnibus Law pun tak perlu lagi repot-repot berteriak dengan megafon sambil berpanas-panasan.

Para pemilik modal tahu diri kalau negara ini bukan tempat yang menguntungkan untuk berinvestasi karena semua rakyatnya lebih doyan mengaji ketimbang minta digaji. Artinya, eskploitasi tenaga kerja bisa dihindarkan.

Benar-benar ide yang brilian Kemenag ini. Berawal mengindari perceraian, berakhir jadi gerakan revolusi. Dengan ide Kemenag ini pula, rakyat hidup dengan baik dan sewajarnya, karena mereka telah meninggalkan segala persoalan fana ini. Hidup hanya tinggal menunggu mati.

Jadi, tak ada alasan untuk tidak mendukung ide Kemenag ini. Hanya saja, persoalannya ialah sejauh mana tingkat keberhasilan agar membuat rakyat ujug-ujug jadi sufi, doyan mengaji tiap saat, dan mau berpuasa massal?

Soalnya, satu-satunya yang bakal dikhawatirkan dari efek lanjutan ini, ketika gugatan perceraian sudah tak lagi membludak di pengadilan, tapi justru muncul gerakan yang menganggap bahwa pemerintahan sah saat ini juga bagian dari kefanaan dunia.

Lantas muncul gerakan-gerakan fanatik yang tak peduli dengan isi perutnya lagi, karena percaya dua hal yang lebih baik ketimbang perceraian:

Pertama, poligami. Kedua, makin banyak masyarakat yang setuju khilafah di Indonesia karena udah gemes punya pemerintah nggak cakap ngelola negara.

Yang di pemerintah udah jadi kayak ustaz, yang ustaz kepengin ikut memerintah.

BACA JUGA Sunda Wiwitan Melawan Diskriminasi atau tulisan Ang Rijal Amin lainnya.

Terakhir diperbarui pada 31 Agustus 2020 oleh

Tags: AgamaceraiEkonomikemenagKhilafahomnibus law
Ang Rijal Amin

Ang Rijal Amin

Anggota komunitas literasi Ma Lino. Tinggal di Yogyakarta.

Artikel Terkait

Z sarjana ekonomi di Undip. MOJOK.CO
Kampus

Apesnya Punya Nama Aneh “Z”: Takut Ditodong Tiba-tiba Saat Kuliah, Kini Malah Jadi Anak Emas Dosen di Undip

27 November 2025
Katolik Susah Jodoh Tolong Jangan Login dan Ambil Jatah Kami MOJOK.CO
Esai

Cari Pasangan Sesama Katolik itu Susah, Tolong Jangan Login dan Ambil Jatah Kami

13 November 2025
intoleransi, ormas.MOJOK.CO
Ragam

Pemda dan Ormas Agama, “Dalang” di Balik Maraknya Intoleransi di Indonesia

19 September 2025
Ketulusan guru di Sekolah Gajahwong Jogja. MOJOK.CO
Liputan

7 Tahun Mengabdi Jadi Guru di Jogja, Tak Tega Melihat Realita Siswa Putus Sekolah meski Diri Sendiri Tidak Sejahtera

9 September 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Praja bertanding panahan di Kudus. MOJOK.CO

Nyaris Menyerah karena Tremor dan Jantung Lemah, Temukan Semangat Hidup dan Jadi Inspirasi berkat Panahan

20 Desember 2025
Safari Christmas Joy jadi program spesial Solo Safari di masa liburan Natal dan Tahun Baru (libur Nataru) MOJOK.CO

Liburan Nataru di Solo Safari: Ada “Safari Christmas Joy” yang Bakal Manjakan Pengunjung dengan Beragam Sensasi

20 Desember 2025
Gedung Sarekat Islam, saksi sejarah dan merwah Semarang sebagai Kota Pergerakan MOJOK.CO

Upaya Merawat Gedung Sarekat Islam Semarang: Saksi Sejarah & Simbol Marwah yang bakal Jadi Ruang Publik

20 Desember 2025
Saat banyak teman langsungkan pernikahan, saya pilih tidak menikah demi fokus rawat orang tua MOJOK.CO

Pilih Tidak Menikah demi Fokus Bahagiakan Orang Tua, Justru Merasa Hidup Lebih Lega dan Tak Punya Beban

15 Desember 2025
Peringatan Hari Monyet Ekor Panjang Sedunia di Jogja. MOJOK.CO

Pilu di Balik Atraksi Topeng Monyet Ekor Panjang, Hari-hari Diburu, Disiksa, hingga Terancam Punah

15 Desember 2025
Pulau Bawean Begitu Indah, tapi Menjadi Anak Tiri Negeri Sendiri MOJOK.CO

Pengalaman Saya Tinggal Selama 6 Bulan di Pulau Bawean: Pulau Indah yang Warganya Terpaksa Mandiri karena Menjadi Anak Tiri Negeri Sendiri

15 Desember 2025

Video Terbaru

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025
Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

17 Desember 2025
Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

14 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.