Ketika Ridwan Kamil mengatakan bahwa ada akun palsu yang mengatas namakan dirinya, diri ini bergetar. Saya takut, jangan-jangan itu adalah akun pendukung Ridwan Kamil dan Fahira Idris menuju DKI 1. Ketakutan saya benar, ternyata akun pendukung RK dan FI itu adalah palsu.
Hati saya remuk, kecewa, marah dan merasa terzalimi. Harapan untuk menegakkan syariat dan juga menjaga moral Jakarta kandas.
Apalagi dalam akun yang dianggap palsu itu jargon-jargon agama adalah pesona utama. Makin bagus jargon agama yang dipakai, saya percaya, makin pantas orang yang menggemborkan itu jadi pemimpin. Anda sekalian pasti paham, kan? Segala masalah di Indonesia ini lahir karena orang-orang jauh dari agama.
Mana ada orang beragama yang jadi koruptor? Mana ada ustadz yang pernah melakukan pencabulan? Mana ada guru agama yang melakukan kejahatan seksual? Tidak ada. Semua kejahatan lahir dari para komunis liberal yang antituhan. Percayalah.
Saya sudah berbunga-bunga membayangkan, bagaimana Ibukota dipimpin dua orang saleh dan saleha. Setiap hari kita akan mendapatkan program-program unggulan yang bukan sekadar jargon, tapi merupakan sari dari ajaran agama. Ridwan kamil, atau yang biasa disapa Kang Emil, di Bandung telah sukses mencanangkan hari-hari dengan berbagai program, hingga Bandung jadi kota yang keren.
Bayangkan, jika di Jakarta ada program seperti Senin Tanpa Knalpot, Selasa Tanpa Rokok, Rabu Berburu, Kamis Marawis, Jumat Berdakwah. Betapa luar biasa Jakarta nantinya.
Tentu program itu bisa disinergikan dengan semangat Uni Fahira yang menggebu-gebu dalam menjaga akhlak warga. Terbukti, Uni Fahira bisa meloloskan kebijakan pelarangan penjualan bir di mini market. Cita-cita menjadikan Jakarta sebagai kota agamis bukanlah mimpi belaka.
Bayangkan kita bisa ke Alexis untuk berwisata religi bersama keluarga, vakansi ke Mangga Besar untuk mendapatkan tausiyah keagaman, atau sekadar menikmati syahdunya iman sambil bersalawat di Kemang. Bayangkan betapa indahnya Jakarta sebagai kota santri.
Dengan iman, kita bisa membuat kemacetan Jakarta berkurang. Karena selama ini, masalah Jakarta lahir karena orang-orang menjauh dari bimbingan agama. Bayangkan jika setiap manusia yang ada di kota ini mematuhi perintah agama, pasti seluruh masalah di Jakarta akan habis.
Uni Fahira, sebagai sosok ibu yang mengayomi, pastilah bisa mengatasi masalah-masalah cetek seperti pelarangan tempat ibadah. Bayangkan, jalan masjid aja diurusin, apalagi pelarangan pembangunan masjid?
Seperti yang kita ketahui, jamaah Ahmadiyah di Jakarta sempat mengalami diskriminasi. Masjid tempat mereka beribadah disegel oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Sebagai seorang veteran pejuang agama yang pernah memperjuangkan #GazaInJakarta, tentu Uni akan sigap membela kaum Ahmadiyah. Jangan disamakan dengan Ahok yang Cuma bisa mengirim lebai-lebai masjid untuk umrah atau naik Haji, Uni Fahira akan membuka segel larangan beribadah bagi kaum Ahmadiyah ini.
Dengan foto-foto dramatik (yang bukan rekayasa), Uni pasti akan terketuk hatinya membela umat yang dilarang beribadah.
Kang Emil, di sisi lain, sebagai deklarator Bandung Kota HAM, pasti tidak akan tinggal diam jika ada warganya yang mengalami diskriminasi hak. Tentu Kang Emil akan siap sedia membela kaum miskin kota. Coba sini mana sebutkan satu saja kapan pernah kang Emil melanggar HAM? Tak pernah, kan? Marah-marah sambil memaki saja tak pernah.
Ya jangan dibandingkan dengan Ahok, Kang Emil adalah sosok santun berbudi pekerti luhur yang pasti cocok memimpin Jakarta.
Kang Emil dan Uni Fahira akan jadi dwitunggal dalam penyelesaian berbagai problem Jakarta. Mulai dari kemacetan, kejahatan, sampai kemiskinan. Macet? Bisa diselesaikan dengan akhlak yang baik. Misalnya gerakan berbagi mobil, daripada sombong satu orang naik satu mobil. Kan enak? Jalanan macet karena banyak orang egois, dengan agama kita bisa menganjurkan gerakan sedekah nebeng. Dengan jargon memberi tumpangan gratis adalah amal ibadah, pasti kemacetan di Jakarta bisa sirna. Misalnya naik mobil alphard rame-rame seperti yang dilakukan Kokok Dirgantoro—CEO sebuah perusahaan komunikasi.
Jakarta banyak kejahatan? Perbanyak tausiyah dan majelis pengajian di kampung-kampung. Saya yakin Uni Fahira yang berpengalaman dalam dakwah bisa melancarkan program ini. Alih-alih menangkapi preman satu per satu, ada baiknya para preman itu diajari internetan, dengan begitu mereka bisa baca satu dua artikel di blog, lantas bisa banting stir jadi ustadz dan ulama. Atau kalau perlu kita bisa mendatangkan kanda Jonru untuk memberi kursus singkat menjadi ustadz, supaya makin banyak ustadz di Jakarta dan makin kecil angka kejahatan yang ada.
Kemiskinan? Ah, ini mah sepele. Kita bilang saja bahwa kemiskinan itu dekat dengan dosa. Maka, jadi miskin itu dosa. Saya yakin akan banyak orang yang berlomba-lomba jadi kaya tanpa pemerintah perlu bekerja terlalu keras.
Untuk itu, saya sangat berharap Kang Emil mau bersanding bersama Uni Fahira agar menjadi calon pemimpin Jakarta. Ya, hitung-hitung ikhtiar. Siapa tahu, kalau Kang Emil yang jadi gubenur, Jakarta jadi kota yang lebih manusiawi.