#5 Gaya sex ala sada ngiris (seperti memotong dengan lidi)
“…manawi dipunrabaseng kakung panumbakipun saking sangandhaping pasunatan (indrěng) sarwi tiyang estri wau katilěmakěn, sukunipun kalih pisan katumpangakěn pupuning kakung sami nganan-ngering, lajěng panumbakipun kadya sada ngiris, sampun kasěsa ingkang alon-alon, manawi sang panta purusa sampun campuh wontěn salěběting wicara sarta sampun karoban toya ingkang kadi yiyit mina, lah ing ngriku sawěg kenging kalajěngaken pamulasaranipun.” (Teks SS hal.9. Bab V)
Terjemahan
“…apabila hendak bersenggama, penetrasi yang dilakukan pria dimulai dari bawah kelentit dengan sang wanita yang dibaringkan. Kedua kakinya ditumpangkan di paha laki-laki masing-masing di kanan dan di kiri. Kemudian penetrasi yang dilakukan seperti memotong dengan lidi. Jangan terburu-buru, lakukan dengan perlahan. Jika panta purusa sudah masuk di dalam lubang, serta sudah terbasahi air yang seperti lendir ikan, barulah ketika itu diperkenankan dilanjutkan kegiatannya…”
Gaya sex demikian disarankan untuk wanita beraut wajah sumeh atau ‘beraura sabar’ dengan jenis kulit ambambang awak, ‘cokelat tembaga’.
#6 Gaya bremara ngisap sari (lebah mengisap bunga)
“…manawi dipunrabaseng kakung panumbakipun wiwit sangandhaping pasunatan ragi ngiwa, sawarni brěmara angisěp sari, pun estrikatilěmakěn ragi gumuling, sarta kaaděgakěn sukunipun ingkang kiwa, manawi sampun lajěng kalajěngakěn panumbakipun, yen sang panta purusa sampun campuh wontěn salěběting kudhup , saha sampun kabantu wědaling toya kadi yiyit mina, ing ngriku lajěng kenging kalajěngaken panumbakipun, namung, sampun ngantos kasěsa, kědah sareh mbotěn kenging kěrěp-kěrěp…” (Teks SS hal.10. Bab VI)
Terjemahan
“….apabila bersenggama, gerakan penetrasi laki-laki dimulai dari bawah kelentit sedikit ke kiri, layaknya lebah menghisap sari. Sang wanita dibaringkan agak miring, serta diangkat kaki kirinya. Apabila sudah, kemudian dilanjutkan gerakan penetrasinya. Jika panta purusa telah berada di dalam kundhup, juga sudah membantu keluarnya air seperti lendir ikan, dari situ kemudian diperkenankan dilanjutkan penetrasi. Tetapi, jangan sampai terburu-buru, harus sabar dan tidak boleh terlalu cepat…”
Gaya sex demikian disarankan untuk wanita beraut wajah andemenakake atau ‘beraura menyenangkan’ dengan jenis kulit ambambang awak, ‘cokelat tembaga’.
#7 Gaya ngisik lengen (menyeka lengan)
“…manawi dipunrabaseng kakung panumbakipun wiwit saking sangandhaping pasunatan, sarana pun estri kalěnggahakěn sarupi dipungěcěl, namung ajěngajěngan, lajěng katilěmakěn saha kaaděgakěn sukunipun kalih pisan pisan, sami katumpangakěn pupuning kakung kalih pisan ragi mepet, panumbakipun kadi dene tiyang ngisik těngěn, supados mědal manahipun estri trěsna, sarta lampahing sang panta purusa ing salěběting (labia manorra) kadi dene tiyang lumampah sapinggiring jurang, ingkang alon-alon , sampun ngantos kasěsa, manawi sampun campuh kabantu-(hlm.11)-toya yiyit mina, lah, ing ngriku kenging kasěrangakěn, lampahipun, sarana angrangu santěring napas, manawi sampun bantěr mědal ing grana ingkang sasisih, lajěng kenging kawědalakěn satma manimaya, kaangkah sasarěngan lan toyaningn estri.” (Teks SS hal. 10-11. Bab. VII)
Terjemahan:
“…apabila bersenggama penetrasi laki-laki dimulai dari bawah kelentit, dengan cara sang wanita didudukkan seperti akan dipijat tetapi berhadapan, lalu dibaringkan dan diangkat kedua kakinya. Kedua kakinya ditumpangkan di kedua paha laki-laki, sedikit berdekatan. Penetrasi seperti halnya orang menyeka lengan, supaya timbul rasa cinta dari wanita. Serta, gerakan panta purusa di dalam labia manorrai seperti halnya orang berjalan di tepi jurang. Lakukan dengan perlahan-lahan, jangan sampai terburu-buru. Jika sudah masuk dibantu dengan air seperti lendir ikan, dari situlah diperkenankan untuk dipercepat gerakannya, dengan cara memperhatikan tarikan nafas. Jika sudah cepat terhembus keluar satu hembusan dari hidung, setelah itu diperkenankan untuk dikeluarkan satma manimaya, dikeluarkan bersama-sama dengan cairan wanita.”
Gaya sex ini disarankan untuk wanita beraut wajah merak hati atau ‘beraura menarik’ dengan jenis kulit brokoh, abrit ragi nyenggaringan, ‘cokelat kemerahan’.
#8 Gaya sex angambung lisah wangi (menghirup minyak wangi)
“…manawi dipunrabaseng kakung, panumbakipun wiwit sanginggiling pasunatan, (indrěng) sarupi angambung lisah wangi, kadumukakěn rumiyin, supados mědal manahipun, estri gadhah grěgět, sarta estri kalěnggahakěn, kados ingkang kapratelakakěn ing bab kaping [VI] ing nginggil wau, manawi sampun kabantu toya kadi yiyit mina, estri lajěng katilěmakěn, manawi sang panta purusa sampun wontěn salěběting kudhup [Viompen] , sarta sampun rukět campuhipun, lah ing ngriku lajěng kenging kalajěngakěn, lampahipun ngantos sarampungipun.” (Teks SS hal.11. Bab VIII)
Terjemahan:
“…jika bersenggama, gerakan penetrasi laki-laki dimulai dari atas kelentit (indrěng), seperti mencium minyak wangi. Disentuh terlebih dahulu, supaya nyaman hatinya. Supaya wanita bergairah. Kemudian, wanita didudukkan, seperti yang diterangkan pada bab ke-6 di atas tadi. Ketika sudah terlumasi air seperti lendir ikan, wanita dibaringkan. Apabila panta purusa sudah berada dalam kudhup, serta sudah berangkulan, di situlah kemudian diperkenankan untuk diteruskan gerakannya sampai selesai.”
Gaya sex ini disarankan untuk wanita beraut wajah jatmika atau ‘beraura lemah lembut’ dengan jenis kulit brokoh, abrit ragi nyenggaringan, ‘cokelat’.
Pemanasan sebelum menerapkan gaya sex Susila Sanggama
Sebelum mempraktikkan gaya-gaya di atas, serat Susila Sanggama juga mengajarkan proses “pemanasan” sebelum bersenggama. Berikut terjemahan dari bagian foreplay:
Ketika akan bercinta, pria harus duduk dahulu di depan wanitanya. Duduknya bertimpuh, serupa duduknya orang beribadah. Kemudian, membaca tahiyat awal. Sang wanita, sesudah duduk berhadapan, lalu ditundukkan kepalanya. Dibelai, seperti hendak dipijat. Laki-laki kemudian agak menyisih duduknya. Serta, kemudian merangkul ujung iga kanan istrinya. Merangkul bagian tengah tubuh istri. Tangan kiri memegang lutut istri, lalu dibuka sekaligus.
Kepala istri kemudian dihadapkan ke atas dengan perlahan, lalu dibaringkan badannya dan kepalanya diletakkan dengan perlahan. Setelah itu, posisi duduk pria sedikit maju, dengan tetap duduk bertimpuh, lalu ujung lutut diajukan kedua-duanya di antara kedua paha wanita. Dengan demikian, kedua paha tungkai wanita tersebut seperti menjepit kedua paha laki-laki yang menekuk terhimpun tadi.
Kemudian, paha kiri wanita diluruskan dengan ditumpangkan di paha kanan laki-laki. Sebaliknya, lutut kiri wanita dinaikkan sejenak, lalu membaca bismilah sampai selesai. Lebih baik lagi membaca Ayat Kursi sampai selesai. Sesudah membaca, kemudian panta purusa dimasukkan dengan perlahan. Ketika panta purusa kira-kira sudah masuk separuh di dalam bibir kecil (kleine schaamlippen), lalu dilakukanlah sanggama dengan bergairah menggunakan sikap atau kebiasaan yang sering dipergunakan.
Tentunya, terlihat gelagat dari wanita. Tingkah lakunya yang penuh nafsu menunjukkan kelegaan dan senang hati, ditandai ketika bulu kuduk di seluruh badan berdiri.
Dipahami sebagai tuntunan
Gaya sex dalam serat Susila Sanggama ini sekali lagi harus dibaca dan dipahami sebagai tuntunan dalam ritual perkawinan tradisional Jawa. Dengan memahami tata krama bercinta ini, diharapkan hasil percintaan kedua mempelai bisa menjadi benih yang murni.
Bagian awal serat juga menuturkan bahwa persenggamaan ini harus diniatkan dalam batin seperti ibadah. Harus dengan hati yang jernih. Jangan sampai tercampur dengan keinginan lainnya. Serta, harus melenyapkan kebingungan, rasa jijik, canggung, dan lain-lain.
Sekiranya, sebelum tidur, jangan sampai 2 kali melakukan. Apalagi, jika memungkinkan, hendaknya melakukan hubungan di dalam rumah. Dalam 8 hari paling sering 2 kali, agar dapat mengendalikan nafsu. Jangan sampai terlalu sering.
Tim Peneliti JAWACANA:
Pimpinan: Paksi Raras Alit
Filolog Utama: Eka Pradipta
Peneliti: Enjang Wening, Krisna Arimurti
Tim penulis: Rafael Raga, Sukma Putri
Tim Mojok:
Ilustrator: Ega Fansuri
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Waktu yang Ideal untuk Bercinta ala Jawa Menurut Serat Susila Sanggama yang “Lebih Vulgar” dari Kamasutra dan analisis menarik lainnya di rubrik ESAI.