MOJOK.CO – Popularitas dan elektabilitas Ganjar Pranowo nampaknya semakin tak terbendung. Hasil survei terbaru Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menempatkan politikus PDIP itu di posisi teratas.
SMRC juga menyatakan bahwa PDIP berkemungkinan besar menang dalam kompetisi Pilpres 2024. Tentu syaratnya, apabila PDIP mencalonkan Ganjar sebagai calon presiden (capres).
Dalam survei yang SMRC selama Agustus 2022 bertajuk “Siapa Calon Presiden PDIP 2024?”, menemukan Ganjar paling unggul dan paling kompetitif sebagai capres PDIP. Terutama jika dibandingkan dengan Puan Maharani
Saiful Mujani menjelaskan, berdasarkan format survei semi terbuka pada Maret 2021 sampai Agustus 2022, pergerakan suara Puan ternyata tidak signifikan, dari 0,5 persen menjadi 1 persen. Sementara itu, Ganjar Pranowo bergerak dari 8,8 persen menjadi 25,5 persen. Prabowo, dari 20 persen menjadi 16,7 persen. Anies Baswedan dari 11,2 persen menjadi 14,4 persen.
Jika kondisinya seperti sekarang, kata Saiful, berat bagi PDIP untuk mencalonkan Puan. Pasalnya, bila Puan misalnya bersaing dengan Prabowo dan Anies, data survei menunjukkan Puan tertinggal jauh dan tidak kompetitif.
Namun, lagi-lagi, raihan simulasi elektoral Ganjar Pranowo tersebut tidak berbanding lurus dengan infrastruktur politik yang semestinya dimilikinya. Sejak bulan lalu, Puan sudah mulai aktif bergerak. Puan bertemu dengan Surya Paloh bulan lalu, yang membuka spekulasi bahwa dia akan berpasangan dengan Anies Baswedan. Puan juga bertamu ke kandang Prabowo Subianto. Bahkan Puan ikut menunggang kuda di Hambalang bersama Prabowo.
Lebih dari itu, setelah pertemuan-pertemuan tersebut, Puan memperjelas pesan politiknya bahwa akan ada lagi presiden perempuan di Indonesia. Tak ada lagi makna lain dari pesan tersebut selain Puan akan menjadi calon presiden resmi PDIP untuk laga 2024 mendatang.
Sinyal semakin kuat takala PDIP ternyata tidak mengundang Ganjar Pranowo pada acara Acara persiapan pemenangan Pemilu 2024 di Kota Semarang. Acara tersebut digelar Minggu (18/9) dan dihadiri para Ketua DPC PDIP serta para kepala daerah kader Banteng se-Jawa Tengah. Dalam acara itu, Ketua DPP Puan Maharani pun ikut memberikan pengarahan kepada para kader.
Meskipun Ganjar Pranowo mempunyai alibi untuk tidak hadir di acara tersebut karena sedang menghadiri acara Kagama di Jakarta, pesan sangat jelas disampaikan oleh Bambang Pacul saat mengomentari pertanyaan media tentang ketidakhadiran Ganjar. Menurutnya, Ganjar memang tidak diundang.
Menjadi aneh di acara yang terkait langsung dengan laga 2024, tapi Ganjar tidak hadir. Apalagi jika Ganjar memang masih menjadi salah satu opsi capres PDIP. Komentar Bambang Pacul kemudian memperjelas sinyal tersebut bahwa nampaknya Gubernur Jawa Tengah itu memang tidak akan diusung oleh PDIP.
Pilihan PDIP untuk tetap mendorong Puan, meskipun angka elektabilitasnya kurang menjanjikan, rasanya cukup dapat dipahami. Sebagaimana sering disampaikan Hasto, pencalonan Puan sangat bermakna bagi PDIP. Terutama secara ideologi dan soliditas.
Maknanya tentu sudah cukup jelas bahwa regenerasi kepemimpinan PDIP dari trah Sukarno masih akan berlanjut. Selama ini, faktor Megawati dan faktor trah Sukarno yang melekat pada dirinya menjadi faktor pemersatu yang sangat fundamental bagi PDIP.
Dengan memperjuangkan Puan berpindah ke istana alias menjadi presiden, tentu legitimasi dan kekuasaan sebagai penerus Megawati akan semakin kuat di satu sisi dan di sisi lain, keberlanjutan trah Sukarno di pucuk kepemimpinan partai juga tetap terjaga di sisi lain.
Tentu akan sangat berbeda hasilnya jika Ganjar Pranowo menjadi capres dari PDIP, lalu menang dan menjadi presiden. Dia adalah kader aktif partai yang maju menjadi anggota DPR dan gubernur bersama PDIP. Dengan latar itu, jika menjadi presiden, peluangnya untuk ikut kontestasi kepemimpinan PDIP setelah jadi presiden tentu akan semakin besar.
Saya menduga, kemungkinan itu tentu menjadi salah satu pertimbangan penting Megawati dalam menentukan capres untuk 2024. Risikonya tidak saja pada keberlanjutan kader PDIP di istana, tapi juga keberlanjutan trah Sukarno di pucuk pimpinan partai. Oleh karena itu pula, menurut saya, Ganjar Pranowo sangat perlu memahami konteks yang satu itu.
Kini, semuanya akan kembali kepada Ganjar Pranowo. Apa gunanya elektabilitas tinggi, jika pada ujungnya tidak memiliki partai untuk maju sebagai capres. Dia bisa saja gagal menjadi capres jika tetap bertahan untuk berharap dimajukan oleh PDIP, meskipun semua lembaga survei menempatkannya di posisi teratas.
Situasi berbeda tentu dialami Puan. Meskipun hasil survei Puan terbilang sangat kecil, dia tetap bisa maju menjadi capres atau cawapres, karena sudah mengantongi dukungan partai sebagaimana amanat UU Pemilihan Umum. Dengan kata lain, secara politik praktis, Puan sudah berada di depan Ganjar satu langkah.
Untuk mengimbangi itu, jika Ganjar Pranowo memang ingin serius maju pada laga Pilpres 2024, tak ada cara lain baginya selain mulai fokus pada penguatan infrastruktur politik. Pilihan tersisa hanya dua saat ini. Pertama, batal maju sebagai capres dan tetap menjadi kader PDIP yang baik dengan mendukung Puan. Jika Puan menang, minimal satu kursi menteri akan di tangan. Kedua, tetap maju sebagai capres tanpa PDIP. Ini berarti Ganjar Pranowo harus mulai mengikuti langkah Puan Maharani, yakni mulai membuka silaturahmi dengan partai-partai di luar PDIP, mencari celah berpasangan dengan calon-calon yang mempunyai infrastruktur politik yang cukup.
Dengan kata lain, Dia harus siap untuk berhadapan dengan Puan. Sungguh tidak mudah. Bahkan sangat tidak mudah bagi Ganjar. Jadi, apapun itu, semuanya kembali kepada Ganjar.
BACA JUGA Ganjar Pranowo: Dihindari Partai, Disayang Publik dan Lembaga Survei dan analisis panasnya Pilpres 2024 lainnya di rubrik ESAI.
Penulis: Jannus TH Siahaan
Editor: Yamadipati Seno