Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Film Disney Princess, Rekaman Tiga Babak Perjuangan Kesetaraan Gender

Sebuah catatan sejarah tentang perjuangan akan kesetaraan gender lewat film Disney princess.

Grisyelda Tabitha Kristy oleh Grisyelda Tabitha Kristy
13 Oktober 2021
A A
Film Disney Princess, Rekaman Tiga Babak Perjuangan Kesetaraan Gender dalam Sejarah MOJOK.CO

Film Disney Princess, Rekaman Tiga Babak Perjuangan Kesetaraan Gender dalam Sejarah MOJOK.CO

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Tiga babak yang menggambarkan film Disney princess dalam sejarah ini penting untuk diingat, terutama tentang perjuangan akan kesetaraan gender.

Empire milik Walt Disney dibangun di atas imajinasi dan kesadaran akan perjuangan. Patah hati pertama yang Disney rasakan tidak ada hubungannya dengan hubungan asmara. Patah hati itu terjadi ketika Disney kehilangan hak atas figur animasi yang bernama Oswald the Lucky Rabbit. Kekecewaan, yang untungnya tidak meredupkan imajinasi Disney.

Kekecewaannya yang kedua adalah ketika dirugikan seorang produser bernama Patrick Powers. Setelah menciptakan figur animasi fenomenal yang diberi nama Mickey Mouse, Disney kehilangan sebagian besar keuntungan dari film animasi berjudul Steamboat Willie. Powers bahkan “membajak” sahabat Disney, yang membantunya menyempurnakan Mickey Mouse.

Walt Disney dikecewakan oleh manusia, tapi dia tidak pernah dikhianati oleh imajinasinya. Salah satu kekuatan Walt Dinsey, yang saya kagumi, adalah kemampuan untuk move on dari masalah lalu menangkap fenomena zaman. Sebuah kesadaran yang pada akhirnya melahirkan Walt Disney Animation, salah satu perusahaan animasi terbesar di dunia, dengan konsep film Disney princess yang sukses besar.

Konsep cerita tentang sosok puteri eksis di sepanjang sejarah perfilman dunia. Salah satu fenomena zaman yang berhasil ditangkap Walt Disney adalah pandangan masyarakat tentang perempuan dan perjuangan akan kesetaraan gender.

Pandangan masayarakat terhadap perempuan mengalami perubahan yang cukup siginifikan sejak masa klasik sampai saat ini. Misalnya, jauh sebelum Perang Dunia II, kesadaran akan hak atas diri perempuan masih terasa minim. Perempuan digambarkan hanya bisa bergantung kepada pria. Lingkup “kerja” perempuan adalah mengurus rumah dan anak-anaknya. Kini, pandangan akan posisi perempuan sudah berubah. Perjuangan para pahlawan kesetaraan gender, menurut saya, tidak sia-sia.

Nah, film Disney princess sendiri punya kekuatan untuk memberi gambaran tentang keadaan sosial saat itu. Jika dirangkum dalam pembabagan, film Disney princess dapat dibedakan menjadi tiga macam babak, yaitu the classic princesses, rebels era, dan contemporaries. Walt Disney mampu merekam perbedaan sikap, pandangan akan tubuh, dan gaya hidup putri di setiap zamannya, sekaligus menggambarkan peran perempuan saat itu.

Babak pertama, the classic princesses (1937-1959)

Babak ini digambarkan sebagai damsel in distress era yang artinya putri harus menunggu seorang pangeran berkuda putih untuk datang menyelamatkannya. Film Disney princess pada zaman ini menghasilkan tiga kisah putri kerajaan.

Yang pertama dan sukses besar adalah Snow White and the Seven Dwarfs (1937), lalu Cinderella (1950), dan Sleeping Beauty (1959). Kisah dalam babak ini sangat menggambarkan sikap, cara berpikir, kehidupan, dan makna kecantikan bagi para perempuan masa itu.

Film Disney princess dengan judul Snow White and the Seven Dwarfs menggambarkan karakter putri kerajaan dengan tubuh langsing, kulit putih seperti salju, pipi merah merona, baik hati, serta rajin bekerja.

Namun, sosok perempuan di sini terlalu naif karena sangat mudah ditipu. Dia tidak mengindahkan peringatan dan cenderung mudah percaya kepada sesuatu yang asing di kehidupannya. Di akhir cerita, pangeran datang menyelamatkan nyawanya. Cerita ini didasarkan pada keadaan masa itu, di mana para perempuan saat itu harus bekerja di rumah tanpa mendapat pendidikan yang layak sehingga mudah ditipu.

Selanjutnya adalah Cinderella (1950). Film Disney princess merekam sosok perempuan idaman dengan tubuh langsing, rajin bekerja, warna rambut blond, wajah halus tanpa noda, pembawaan diri yang anggun, dan tidak lupa: baik hati.

Cinderella sendiri cenderung lemah karena hanya diam saat diperlakukan tidak adil oleh ibu dan kakak-kakak tirinya. Dia hidup dalam angan-angan kelak bertemu cinta sejatinya. Gambaran yang tidak jauh berbeda bisa kamu temukan di Film Disney princess berjudul Sleeping Beauty.

Ketiga cerita di Film Disney princess ini merepresentasikan karakter perempuan pada masa itu yang lemah dan bersembunyi di balik “kebaikan hati” orang lain, meski sebenarnya merugikan mereka.

Iklan

Babak kedua, rebels era (1989-1998)

Di babak ini, kesadaran akan kebebasan dan pendidikan bagi perempuan mulai menguat. Mulai 1989, film Disney princess memulai era barunya dengan nama rebels era. Rebel artinya ‘pemberontak’ atau ‘melawan’. Jadi, di babak ini, karakter Disney digambarkan memiliki rasa bebas dan ingin tahu yang tinggi. Mereka bertekad mengejar mimpi. Tema pada babak ini adalah tekad, petualangan, keberanian, dan cinta.

Babak ini diawali Little Mermaid (1989) yang mengisahkan petualangan seorang putri duyung yang penasaran dengan dunia manusia. Dia bertekad mencari tahu lebih banyak tentang dunia manusia walaupun harus melanggar peraturan.

Menariknya, di film ini, tokoh utama perempuan bernama Ariel yang menyelamatkan pangeran dari kematian, bukan sebaliknya. Selanjutnya, Beauty and the Beast (1991). Belle (tokoh utama) memiliki karakter pantang menyerah, suka membaca, memiliki wawasan yang luas, dan tujuan hidupnya bukan sekadar menunggu “pertolongan pangeran”. Belle menolak menikah dengan Gaston yang kaya dan terhormat, tapi sifatnya buruk.

Setelah itu, film Disney princess berlanjut ke Pocahontas (1995), Aladdin (1992), dan Mulan (1998). Walt Disney Animation mengubah “standar cantik” tidak harus berasal dari etnis tertentu, berambut panjang, berkulit putih, berambut pirang, dan selalu anggun.

Ketiga film ini menggambarkan kecantikan dari berbagai belahan dunia, yaitu Indian, Arab, dan Cina. Bukan hanya cantik, mereka menggambarkan bahwa perempuan bisa menjadi apa saja.

Misalnya Pocahontas yang berani menyelamatkan pria yang dicintainya dari serangan sukunya. Putri Jasmine yang tidak mau menikah jika pada akhirnya dia hanya duduk manis dan yang memimpin negara adalah suaminya. Mulan, menggambarkan perempuan tangguh yang mampu mengemban tanggung jawab yang lebih luas. Struggle untuk kesetaraan gender sudah sangat terasa.

Babak ketiga, contemporaries era (2009-sekarang)

Di babak ini, karakter tokoh utama putri digambarkan lebih independen dan kuat. Babak ini diawali oleh kerja keras serta petualangan Tiana, seorang gadis Afrika-Amerika yang ingin mewujudkan impiannya membuka restoran miliknya sendiri dalam The Princess and the Frog (2009).

Selain itu, Film Disney princess ini juga semakin gencar merombak standar kecantikan perempuan. Bahwa perempuan harus segera menemukan cinta sejatinya agar hidup bahagia. Melalui Brave (2012), untuk pertama kalinya, Disney memproduksi film dengan penggambaran karakter tubuh lebih berisi, rambut keriting, gaya bicara tegas, dan putri pertama yang tidak tertarik akan dunia percintaan.

Babak ketiga ini juga diwarnai film dengan jangkauan cerita serta konflik yang beragam. Misalnya Frozen (2013), yang menekankan definisi cinta antar-keluarga. Lalu Moana (2016) menceritakan kisah seorang anak kepala suku yang berusaha menyelamatkan tempat tinggalnya dengan bantuan sahabatnya Maui.

Yang terbaru adalah Raya and the Last Dragon (2021), gadis tangguh yang berbakat menjadi pemimpin dan harus menghadapi tantangan untuk menyelamatkan keluarganya. Selain itu, Raya merupakan film Disney princess pertama yang terinspirasi dari kebudayaan tradisional Asia Tenggara.

Tiga babak yang menggambarkan film Disney princess ini penting untuk menjadi arsip dunia. Berkat cara rekam Walt Disney Animation, kita bisa menyimak sejarah perubahan cara pandang terhadap perempuan. Terutama menjadi sumber tenaga memperjuangkan kesetaraan gender yang terus berlangsung.

Satu hal manis dari catatan ini adalah pesan yang terkandung dalam perubahan di setiap babaknya. Disney seperti sedang berbisik kepada setiap penonton perempuan, terutama anak-anak, untuk menegaskan bahwa “aku adalah sesuatu spesial, berhak menentukan nasib sendiri, dan memperjuangkan hak hidup.”

Terima kasih, Disney.

BACA JUGA Perfect Blue: Film tentang Gelapnya Industri Hiburan yang Wajib Kalian Tonton dan artikel menarik lainnya di rubrik ESAI.

Terakhir diperbarui pada 13 Oktober 2021 oleh

Tags: disneyfilm Disney princesskesetaraan genderperempuansejarahWalt DisneyWalt Disney Animation
Grisyelda Tabitha Kristy

Grisyelda Tabitha Kristy

Mahasiswa Universitas Sebelas Maret Program Studi Pendidikan Sosiologi dan Antropologi. Sedang belajar menuangkan dan menata pikiran dalam sebuah karya.

Artikel Terkait

PKI dan Politik Ingatan: Dari Demonisasi hingga Penghapusan Sejarah
Video

PKI dan Politik Ingatan: Dari Demonisasi hingga Penghapusan Sejarah

27 September 2025
Indonesia krisis fatherless. MOJOK.CO
Ragam

Apresiasi untuk Ayah yang Antar Anak ke Sekolah Hanyalah Perayaan Simbolis, Pemerintah Belum Selesaikan Masalah Utama

15 Juli 2025
Mohammad Hatta : Mudur dari Kursi Wapres Bukan Karena Kalah
Video

Sebab-Sebab Mohammad Hatta Mundur dari Kursi Wapres, Bukan Karena Kalah

28 Juni 2025
Dwifungsi ABRI dan Ambisi Kuasa di Luar Barak
Video

Dwifungsi ABRI dan Ambisi Kuasa di Luar Barak

10 Mei 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Warung makan gratis buat Mahasiswa Asal Sumatra yang Kuliah di Jogja. MOJOK.CO

5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana

4 Desember 2025
Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

2 Desember 2025
Bioskop NSC Rembang, bangunan kecil di tanah tandus yang jadi hiburan banyak orang MOJOK.CO

Bioskop NSC Rembang Jadi Olok-olokan Orang Sok Kota, Tapi Beri Kebahagiaan Sederhana

1 Desember 2025
Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
waspada cuaca ekstrem cara menghadapi cuaca ekstrem bencana iklim indonesia banjir longsor BMKG mojok.co

Alam Rusak Ulah Pemerintah, Masyarakat yang Diberi Beban Melindunginya

1 Desember 2025
Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

30 November 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.