Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Enak Zamanku, Tho? Apa-apa Murah, Termasuk Nyawamu

Purnomo Trilaksono oleh Purnomo Trilaksono
14 Juni 2015
A A
Enak Zamanku, Tho? Apa-apa Murah, Termasuk Nyawamu

Enak Zamanku, Tho? Apa-apa Murah, Termasuk Nyawamu

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Pagi ini, saya terganggu dengan sebuah pertanyaan simpel, mau dibawa ke mana sistem hukum Indonesia? Ah, tetapi tampaknya terlalu pagi untuk membahas hal yang cukup berat dan butuh penelitian langsung ke praktek-praktek pengadilan, ke sidang MA, mengulak-ulik data-data di MK. Dan saya tidak bakalan punya akses ke sana, ke sumber-sumber penting itu.

Tiba-tiba hal ringan yang “nylekethe” melintas di kepala saya. Tentang kondisi sosial hari-hari ini saja. Lha piye, durung sarapan, belum ngopi, mana bisa otak diajak mikir yang berat-berat. Yo, ra?

Saya teringat jargon sarkastik yang beberapa lalu sempat sangat populer , bahkan dibikinkan stiker dan lukisan-lukisan di bak truk: “Piye kabare, Le? Penak zamanku, to? Opo-opo murah.. ” dengan foto Alm. Soeharto yang tentu saja, sambil mrenges. (Ya iyalah, The Smilling General mosok cemberut?)

Atas jargon tersebut, reaksi beragam berdatangan dari banyak orang, Namun yang paling terkenal adalah tanggapan dari kelompok pro-demokrasi (katanya), dengan nyinyirnya bilang: Iya, apa-apa murah. Termasuk Nyawamu.

Jadi begini, Saudara jemaat Mojok yang dirahmati Allah….

Manusia-manusa berisik itu mau bilang; waktu Soeharto berkuasa, nyawa terasa murah di tangan rezim. Namun, siapa pula yang berani bilang bahwa saat ini nyawa menjadi mahal—tidak murah lagi?

Tentunya, saudara sekalian masih ingat beberapa kasus kekerasan yang berdampak melayangnya nyawa seseorang—yang konon sekarang sudah mahal, nggak murah lagi.

Tengok saja kasus Jopi Teguh Lesmana Perangin-angin yang tewas di ujung pisau oknum TNI AL, yang kasusnya seperti dipetieskan, terkatung-katung. Bahkan banyak spekulasi yang mengatakan, kematian Jopi berkaitan dengan aktivitasnya sebagai aktivis pejuang lingkungan hidup.

Lalu kasus yang menyebabkan tewasnya Angeline, anak usia 8 tahun yang lagi lucu-lucunya, di tangan orangtua psikopat. Kasus orangtua menelantarkan lima anaknya, dan beberapa kasus KDRT yang lain yang berujung hilangnya nyawa anak-istri. Belum lagi kasus kekerasan massa yang bermotif ekonomi atau beraroma premanisme—dengan berbagai motif dan modus operandi.. Anda ingat kasus Raden Kian Santang yang menghebohkan Yogya Utara beberapa waktu lalu, kan?

Sama saja ternyata. Zaman dulu dan sekarang, nyawa mudah sekali melayang. Orde baru atau orde reformasi atau orde Jokowi, toh nyawa sama murahnya. Bahkan banyak yang menyediakan diskon, entah di awal tahun atau menjelang lebaran. Lalu apa bedanya dengan zaman Orba dengan jargon “Piye kabare, le” tadi?

Bedanya, penghilangan nyawa sekarang berada pada ranah privat, terjadi secara horizontal, antar individu. Tidak lagi banyak dilakukan oleh arogansi kekuasaan atau rezim. Penghilangan nyawa pun semakin acak, bahkan bisa terjadi tanpa motif apapun. Malah jauh lebih menyeramkan. Jika di zaman Simbah Soeharto negara menjadi aktor tunggal dan dominan dalam hal menghilangkan nyawa,  maka saat ini aktornya begitu beragam dan semakin sulit kita identifikasi. Akhirnya kita pun bertanya, penake zaman saiki nggon endi?

Apa enaknya zaman sekarang? Dimana letak enaknya era ini?

Alih-alih menjadi panglima pembela keadilan, hukum semakin tidak mampu melindungi kenyamanan dan keamanan rakyat. Hukum seakan tak berdaya melindungi nyawa-nyawa yang ternyata harganya hari ini tidak lebih mahal daripada nyawa di zaman Orde Baru.

Kepada manusia-manusia (yang konon pro-demokrasi) yang dulu hobi sekali menyinyiri Orde Baru, “Iya, apa-apa murah. Termasuk Nyawamu,” sekali lagi saya ingin bertanya: apa iya harga nyawa manusia Indonesia saat ini lebih mahal? Apa betul kita hidup di masa yang lebih tenteram dan sejahtera?

Iklan

Khusus kepada Presiden Jokowi, presiden pilihan rakyat, saya sarankan bliyo bikin stiker tandingan saja: “Piye kabare le? Uripmu susah? Harga-harga mahal? Bhahahak! Aku we yo bingung je, Le ” Tentunya dengan gambar Jokowi yang sedang merenung megang batok kepala, jangan Jokowi yang sedang merenges.

Terakhir diperbarui pada 5 November 2018 oleh

Tags: jokowiKriminalOrde Baru
Purnomo Trilaksono

Purnomo Trilaksono

Artikel Terkait

Suara Marsinah dari Dalam Kubur: 'Lucu! Aku Disandingkan dengan Pemimpin Rezim yang Membunuhku'.MOJOK.CO
Ragam

Suara Marsinah dari Dalam Kubur: ‘Lucu! Aku Disandingkan dengan Pemimpin Rezim yang Membunuhku’

10 November 2025
Alasan Soeharto tak layak dapat gelar pahlawan, referensi dari buku Mereka Hilang Tak Kembali. MOJOK.CO
Aktual

Buku “Mereka Hilang Tak Kembali”, Menyegarkan Ingatan bahwa Soeharto Tak Pantas Dapat Gelar Pahlawan, tapi Harus Diadili Mantan Menantunya

1 November 2025
Rahasia di Balik “Chindo Pelit” Sebagai Kecerdasan Finansial MOJOK.CO
Esai

Membongkar Stigma “Chindo Pelit” yang Sebetulnya Berbahaya dan Menimbulkan Prasangka

29 Oktober 2025
Kereta Cepat Whoosh DOSA Jokowi Paling Besar Tak Termaafkan MOJOK.CO
Esai

Whoosh Adalah Proyek Kereta Cepat yang Sudah Busuk Sebelum Mulai, Jadi Dosa Besar Jokowi yang Tidak Bisa Saya Maafkan

17 Oktober 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Lulus S2 dari UI, resign jadi dosen di Jakarta. MOJOK.CO

Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar

5 Desember 2025
Dari Jogja ke Solo naik KRL pakai layanan Gotransit dari Gojek yang terintegrasi dengan GoCar. MOJOK.CO

Sulitnya Tugas Seorang Influencer di Jogja Jika Harus “Ngonten” ke Solo, Terselamatkan karena Layanan Ojol

1 Desember 2025
Maybank Cycling Mojok.co

750 Pesepeda Ramaikan Maybank Cycling Series Il Festino 2025 Yogyakarta, Ini Para Juaranya

1 Desember 2025
Bencana Alam Dibuat Negara, Rakyat yang Disuruh Jadi Munafik MOJOK.CO

Bencana Alam Disebabkan Negara, Rakyat yang Diminta Menanam Kemunafikan

3 Desember 2025
musik rock, jogjarockarta.MOJOK.CO

JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan

5 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra

4 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.