MOJOK.CO – Murid jadi semakin berani sama gurunya. Empu Gandring Complex kalau saya bilang. Ketika guru “tewas” di tangan muridnya sendiri.
Akhirnya, tahun ajaran baru sekolah dimulai lagi. Kehidupan saya jadi riuh kembali setiap pagi. Sebagai penganut non-childfree, tentu saya punya kewajiban mengantar anak ke depan pintu gerbang sekolahan. Untuk bermain bersama teman dan belajar bersama guru terkasih.
Karena saya termasuk golongan “nggak ngantor”, jam-jam setelah mengantar anak sekolah menjadi periode super selow. Inginnya, sih, seperti J.K Rowling, yang selesai mengantar anak ke sekolah, saking nganggurnya, lalu menulis Harry Potter. Apa daya, saya malah sering ngelamun ala-ala kontemplatif, sebelum kembali tidur.
Lamunan saya nggak jauh dengan situasi dan kondisi sekolahan anak hari ini. Setiap waktu, ada saja permasalahan yang menyangkut dunia pendidikan anak-anak, baik soal murid, sampai guru.
Lamunan tentang dunia pendidikan
Hari ini, kita bisa dengan mudah memperoleh berbagai berita tentang masalah di sekolah. Misalnya, ada saja orang tua murid memanipulasi data anak agar masuk zonasi. Lalu, komite sekolah dan guru sekolah negeri yang mengkadali aturan agar tetap membebankan pungutan uang gedung dan uang seragam. Selain itu, ada murid yang menjadi pelaku klitih. Ada juga guru-guru cabul dan kriminal. Jangan heran kalau sistem dan kurikulum yang tidak konsisten (apalagi tahun depan ganti menteri = ganti aturan).
Tapi, keresahan itu ternyata membuat saya overthinking ke perkara lain yang lebih dalam. Tentang tren parenting-education anak saat ini.
Sejujurnya, sebagai orang tua, saya tidak begitu nyaman dengan gaya pendidikan sekarang ini. Saya masih ragu-ragu. Lebih tepatnya, masih tidak tahu arah cara didik anak di sekolah yang saya merasa mereka terlalu bebas dan merdeka.
Baca halaman selanjutnya….