Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Dangdut Lawas OM Lorenza Obat Kejenuhan Dangdut Koplo: Wayahe Wong Lawas Tampil

Paksi Raras Alit oleh Paksi Raras Alit
11 Februari 2025
A A
Dangdut Lawas OM Lorenza Melawan Hegemoni Dangdut Koplo MOJOK.CO

Ilustrasi Dangdut Lawas OM Lorenza Melawan Hegemoni Dangdut Koplo. (Mojok.co/Ega Fansuri)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Perlawanan yang terjadi

Perubahan konstelasi budaya pop ini bisa terjadi karena berbagai faktor. Salah satunya adalah ketika produk tersebut sudah mapan, akan muncul “perlawanan” atau antitesisnya. 

Perlawanan yang dimaksud belum tentu berbentuk resistensi atau penolakan keras (antipati). Bisa jadi perlawanan tersebut berbentuk negosiasi halus dalam bentuk evaluasi dan berujung inovasi untuk menemukan pemaknaan baru. Wujudnya bisa berupa temuan baru, atau juga pengulangan bentuk budaya yang pernah ada disertai modifikasi.

Viralnya dangdut lawas dapat dianggap sebagai bentuk perlawanan (negosiasi) terhadap dangdut koplo yang dianggap sudah menempati “kelas atas”. Dangdut koplo yang lahir dan tumbuh di pinggiran di Jawa Timur, berhasil menerobos sekat-sekat kelas hingga tampil di pusat kekuasaan (ingat Farel di panggung HUT RI di istana), dan berbagai festival musik bergengsi. 

Berpijak pada teori perubahan budaya di atas, kemapanan dangdut koplo memunculkan gerakan anti kemapanan. Tujuannya untuk meruntuhkan dan menata ulang tren dangdut sebagai musik rakyat. 

Kita juga bisa memasukkan unsur kejenuhan terhadap dangdut koplo sebagai salah satu dorongan dalam memperbarui makna dangdut.

Jenuh terhadap dangdut koplo

Kejenuhan bisa muncul karena sadar maupun tidak. Kuping dan mata masyarakat dangdut jengah dengan produk koplo yang stagnan secara bentuk irama, nuansa musik, dan tema lirik. 

Namun, bisa juga dipengaruhi penyebab lain, yakni jarak yang kemudian dirasa muncul akan produk budaya itu. Karena sudah semakin meninggi kelasnya, masyarakat jadi “merasa jauh” dengan dangdut koplo.

Kelas tinggi itu tampak dari tarif manggung grup dangdut koplo yang sekarang mencapai ratusan juta. Tiket nonton koplo juga semakin mahal. Hal itu bisa jadi menimbulkan jarak. 

Pada awalnya masyarakat merasa menjadi bagian dari koplo pinggiran. Mereka bisa nonton dengan murah dan dekat. Sekarang kalau mau nanggap musik koplo harus menyediakan dana besar, kontrak dan riders artis yang ribet, dan lainnya.

Banyak artis dangdut koplo yang awalnya berasal dari kaum pinggiran yang “satu kelas” dengan penikmatnya telah bertransformasi menjadi selebritis papan atas. Lifestyle artis koplo semakin melebarkan gap untuk bisa diikuti penggemarnya. 

Fans menyaksikan gaya hidup mewah artis dangdut koplo di medsos. Misal atribut fashion seperti sepatu Air Jordan dan tas branded. Bagaimana masyarakat mengikuti perilaku tersebut? Fans barangkali merasa bahwa pujaannya tak lagi mewakili kehidupan mereka, apalagi di situasi ekonomi yang sulit ini.     

Bandingkan tentang atribut fashion ini dengan fenomena OM Lorenza. Setidaknya, dalam video-video yang beredar, personel dan penonton tampak mengenakan atribut fashion yang sama. 

Gaya pakaian jadul masih terjangkau rakyat kelas bawah. Mereka bisa berkreasi memadupadankan koleksi lawas fashion yang dimiliki untuk menjadi satu sirkel. 

Kalau membeli, atribut jadul tersebut relatif lebih mudah didapatkan di pasar loak (thrift) yang dekat dan murah. Secara tarif, band dangdut lawas masih terjangkau, tidak ribet dengan riders dan MoU, atau teknis pemanggungan. 

Iklan

Skenanya masih berada di “lingkungan asali”, yakni masyarakat pinggiran di panggung kampung dan desa. Rasa senasib sepenanggungan (egaliter) antara pujaan dan penggemar ini barangkali menjadi faktor mengapa dangdut lawas begitu menarik perhatian belakangan ini.

Dangdut lawas lebih santai

Selain faktor di atas, ada komentar netizen bahwa musik dangdut lawas yang cenderung mengalun santai dan pelan dinilai lebih aman dan tidak memunculkan kerusuhan. Mungkin penilaian netizen ini juga dipicu oleh berbagai berita negatif yang beredar di medsos tentang pentas koplo. Misalnya seperti tawuran, kekerasan seksual, pembakaran, serta penjarahan panggung karena artis koplo batal tampil.

Argumen itu diperkuat dengan menilik pengaruh ritme musik terhadap perilaku penonton. Ada kajian yang mengatakan bahwa irama musik cepat dan konstan (seperti irama koplo yang menghentak cepat) dapat memacu adrenalin yang bisa membuat diri kehilangan kendali. 

Seperti juga mengapa irama musik jathilan yang cepat dan konstan dapat mengakibatkan kerasukan atau ndadi. Dentuman cepat dan konstan musik disko atau house music dikatakan lebih mudah memacu ketidaksadaran. Kerasnya irama rock, metal, punk, disinyalir memicu agresivitas emosional pendengarnya.

Meskipun, pendapat ini sangat prematur dan gegabah untuk diajukan. Mengingat kita saksikan juga bahwa pertunjukan dangdut aliran apa saja rentan dengan kerusuhan. Dugaan bahwa dangdut lawas lebih kalem juga perlu kita uji dalam perkembangan ke depannya.

Menengok lirik dangdut lawas

Terakhir, ada satu lagi hal yang menarik perhatian saya. Yaitu tentang tema lirik dangdut lawas. 

Kebetulan fokus tesis saya mengambil objek tema lirik-lirik dangdut koplo yang hits pasca-pandemi. Ada dugaan bahwa tema patah hati dan ambyar yang tertuang dalam lirik lagu koplo bisa ngehits diterima masyarakat luas karena berkaitan dengan kondisi sosial masyarakat yang juga sedang “menderita” dihantam pandemi. 

Lirik bertema kekalahan dan kenelangsaan itu dianggap mewakili. Khususnya keadaan sebenarnya yang runyam karena selepas pandemi.

Yang saya nantikan adalah bagaimana kelak lirik-lirik dangdut lawas akan berhadapan situasi terkini. Mungkinkah tema patah hati, penderitaan, kenelangsaan (akibat suramnya masa depan ekonomi, perubahan rezim politik) akan mendapatkan pemaknaan baru juga oleh para pencipta dangdut lawas?

Saya baru bisa mengamati satu lirik lagu viral berjudul “Tambal Ban” dari Om Lorenza yang tetap mengisahkan kenelangsaan rakyat kecil. Tapi, ada optimisme dan kejenakanaan dalam lirik tersebut. Seolah meski menderita, tapi hidup tetap disyukuri dan baik-baik saja. 

Tema itu agak mirip dengan lirik “Singkong dan Keju” yang viral, patah hati tapi ceria dan jenaka menyikapinya. Tema ini sedikit berbeda dengan tema lirik koplo yang cenderung pesimis dan putus asa menghadapi persaingan asmara dan menyalahkan keadaaan.

Semoga tercipta banyak karya baru aliran dangdut lawas. Atau justru nanti akan kondang lagi lirik-lirik “nelangsa namun optimis” ala dangdut era Orde Baru. Mengingat, situasi politik dan ekonomi rezim ini agak mirip dengan orde baru.

Menanti nasib

Ah, jadi tak sabar menunggu kelak bagaimana nasib dangdut lawas ini. Apakah nanti akan jadi masuk kelas tinggi event musik besar di tanah air? Mengingat belum lama kemarin FSTVLST sudah membawakan dangdut lawas ala OM Lorenza dalam penampilannya di panggung besar di Kota Solo. 

Apakah pemain-pemain dangdut lama the real wong lawas akan gantian merasakan gemerlap panggungnya lagi?

Sambil menunggu geliat wong lawas ini, ada baiknya kita mulai memutar dan menghafal lagu-lagu kondang dangdut lawas yang bertema gejolak asmara namun tetap ceria dengan metafora lirik yang unik dan menggelitik. Seperti karya Meggy Z berjudul “Sakit Gigi”, juga “Senyum Membawa Luka” yang mengumpamakan anggur merah sebagai simbol gelora asmara. 

Ada juga lagu “Mandi Kembang”- Caca Handika, “Kopi Dangdut”- Fahmi Shahab, “Rambut” yang dipopulerkan Evie Tamala dan Doyok. Atau bisa juga lagu lawas yang didangdutin seperti “Madu dan Racun” karya Bill & Brod. 

Lagu “Kugadaikan Cintaku” karya Gombloh juga berisi satir menertawakan kekalahan persaingan asmara. Tak lupa juga playlist dari sang Raja Dangdut Lawas Rhoma Irama. Lagu “Judi” barangkali bisa jadi solusi mencegah judi online dan pinjol.

Dengan tema-tema lirik seperti itu, kita bisa menyikapi derita carut marutnya kondisi bangsa ini sambil joget santai ala dangdut lawas.  

 Penulis: Paksi Raras Alit

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Pura-pura Menyukai Dangdut Koplo, Salah Satu Cara Bertahan di Pergaulan Masyarakat dan catatan menarik lainnya di rubrik ESAI.

Halaman 2 dari 2
Prev12

Terakhir diperbarui pada 11 Februari 2025 oleh

Tags: caca handikadangdutdangdut koplodangdut lawasevie tamalaMeggy Zom lorenzaRhoma Iramatambal banwayahe wong lawas tampil
Paksi Raras Alit

Paksi Raras Alit

Seniman dan pegiat aksara Jawa.

Artikel Terkait

Penonton Dangdut Koplo, Fans NDX & Guyon Waton SDM Rendah MOJOK.CO
Esai

Penonton Dangdut Koplo dan Fans Guyon Waton & NDX Dianggap SDM Rendah, Tukang Kisruh, dan Tukang Rusak Festival

2 Juli 2024
rhoma irama prambanan jazz mojok.co
Hiburan

Dari Blitar Demi Rhoma Irama, Selfie dari Jauh Saja Tak Mengapa

16 Juli 2023
Omong Kosong Dangdut Miskin Tema dan Kamu Perlu Tahu Karya Monumental Dangdut Ngapak MOJOK.CO
Esai

Omong Kosong Dangdut Miskin Tema dan Kamu Perlu Tahu Karya Monumental Dangdut Ngapak

25 April 2023
Warisan Penting Didi Kempot untuk Musisi Indonesia Zaman Kiwari MOJOK.CO
Esai

Warisan Penting Didi Kempot untuk Musisi Indonesia Zaman Kiwari

26 Februari 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

8 tahun merantau di Jakarta akhirnya resign. MOJOK.CO

Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama

4 Desember 2025
banjir sumatera. MOJOK.CO

Bencana di Sumatra: Pengakuan Ayah yang Menjarah Mie Instan di Alfamart untuk Tiga Orang Anaknya

1 Desember 2025
Kuliah Jurusan Pendidikan Bahasa Mandarin di Unesa. MOJOK.CO

Sulitnya Masuk Jurusan Bahasa Mandarin Unesa, Terbayar usai Lulus dan Kerja di Perusahaan Tiongkok

3 Desember 2025
Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra

4 Desember 2025
Maybank Cycling Mojok.co

750 Pesepeda Ramaikan Maybank Cycling Series Il Festino 2025 Yogyakarta, Ini Para Juaranya

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.