Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Cita-cita Kok Jadi Barista, Keren Sih tapi Yakin?

Riyanto oleh Riyanto
29 September 2018
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Jadi barista memang keren banget sih. Tapi kalau misal lagi tren film Filosofi Cendol, kamu tetep yakin mau jadi barista? Nggak jual cendol aja?

Saya akan memulainya dari begini.

Kawan             : Halo, Mas Barista.

Saya                : Halo juga.

Kawan             : Saya mau jadi barista dong.

Saya                : Ngapain?

Kawan             : Kan keren. Bikin-bikin kopi gitu. Kan lagi hits banget.

Saya                : Yakin nih?

Kawan             : Yakin. Gimana, Mas?

Saya mulailah obrolan dengan kawan yang pingin jadi barista ini, saya awali dengan ENAKNYA JADI BARISTA—terutama di Jogja.

Katanya jadi barista itu enak. Di balik bar, di balik mesin espresso—kalau warungnya punya duit cukup buat beli, bikin kopi-kopi cakep, dan foto-foto lalu upload di Instagram dengan caption-caption kopi, dan otomatis jadi Coffee Snob.

Wedeeew, keren kan? Apalagi tiap bulan ada aja kedai kopi baru yang buka, bahkan cuma beda gang dengan konsep yang yah gitu-gitu aja. Sayangnya, tiap bulannya juga ada kedai kopi yang tutup, meski tidak sebanyak yang terus buka.

Dengan banyaknya kedai kopi yang buka, kesempatan untuk jadi barista juga terbuka lebar. Biasanya nih mahasiswa-mahasiswa semester empat ke atas (setelah nonton film tentang kopi atau lihat kakak tingkatnya jadi barista) mendadak pingin ikut-ikutan juga.

Syaratnya juga cukup sederhana. Tinggal lempar CV ke kedai-kedai kopi atau rajin nongkrong, belajar bikin-bikin kopi di kedai tongkrongan, pintar bergaul dengan orang-orang di kedai-kedai kopi, eh diangkat deh jadi karyawan.

Iklan

Selamat deh, kamu sudah menjadi barista yang lagi ngehits banget itu.

Dan… di sinilah masalah dimulai.

Kamu mau jadi barista macam apa dulu nih? Yah, setidaknya ada dua pilihannya.

Satu, jadi yang biasa-biasa saja yang sekadar mengisi waktu luang sebagai hobi karena kemakan tren atau milih jadi yang serius alias benar-benar menekuni pekerjaan ini?

Jika kamu adalah tipe yang pertama, ya udah nggak akan ada masalah. Tapi jika mau jadi tipe yang kedua, baca baik-baik nih ya? Perhatikan ini.

Menjadi barista serius atau profesional itu langkahnya panjang. Otomatis jam kerja harus lebih banyak. Harus menekuni kopi lebih dalam, mencoba cara-cara baru, ikut kompetisi-kompetisi untuk menaikkan skill, bahkan ikut sertifikasi profesional juga.

Lihat? Harus ada yang dikorbankan, dan kalau kamu itu mahasiswa semester empat ke atas, yang kamu korbankan itu kuliahmu. Lihat? Kuliahmu mau kamu korbanin cuma buat jadi barista, serius? Serius nggak?

Coba pikir, layak ndak kamu ngorbanin kuliahmu cuma buat jadi barista pro? Sadar sama konsekuensinya ndak? Sampai kapan kamu mau ngebar? Cukup ndak ngebar itu menghidupi kebutuhanmu? Kalau mendadak capek ngebar gimana? Mau jadi apa lagi kalian kalau kuliah sudah dikorbanin dan, eh, mendadak ada film Filosofi Cendol dan profesi tukang cendol jadi hits? Mau pindah profesi jadi tukang cendol dan mulai dari awal lagi?

Kawan-kawan saya sih biasanya memiliki siklus seperti ini:

Anak nongkrong → coba-coba bikin kopi → jadi barista → lupain kuliah buat jadi barista serius → capek ngebar → mendadak bikin kedai kopi.

Ya, tujuan akhirnya biasanya adalah punya kedai kopi sendiri. Saya sendiri pun pernah bikin kedai kopi yang bubar jalan setelah satu semester. Eh, ada kawan-kawan yang bertahan juga sih meski penghasilan bersihnya masih kalah kalau dibandingin sama karyawan minimarket merah-kuning-biru.

Nah, ini nih yang bisa kamu pilih jika mau hidup di dunia perkopian, khususnya di Jogja.

Kamu jadi barista pro, dapet sertifikasi profesi, menang kompetisi-kompetisi lokal dan nasional, lalu minta gaji tinggi ke kedai kopi tempat kamu kerja. Yah, model begini yang saya lakuin.

Atau bisa juga mencari ilmu di dunia kopi, nabung, lalu bikin bisnis di dunia kopi mau itu kedai atau roastery. Bertahan di sana sampai bisa menghidupi kebutuhanmu. Ini juga pernah saya lakuin tapi bubar jalan.

Dua-duanya butuh proses panjang. Jadi sebelum memutuskan, pastikan dulu kamu yakin nggak mau fokusin kuliahmu, lulus, dan cari kerja yang sesuai jurusanmu aja? Udah deh, mending kerja kantoran aja, nggak bakal repot cuci-cuci gelas, serta punya gaji oke punya.

Tapi kalau kamu masih ngeyel dengan hestek makmurkan Petani-Kopi-Indonesia dan tetap ingin jadi Barista-Hits-Masa-Kini, baca dulu yang satu ini:

SUSAHNYA JADI BARISTA—lagi-lagi kalau di Jogja.

Gaji barista di Jogja itu kecil banget, deh, sumpah. Mendingan gaji kasir minimarket, asli. Sekitaran 400 ribu sampai paling mentok 2 juta—pakai rupiah lagi, bukan dolar.

Duit segitu mau buat apa? Bayar kos aja paling murah 300-an ribu rupiah. Belum makan, belum bensin, belum rokok, belum ngajak pacar jalan-jalan, belum nongkrongnya juga, belum nabung buat naik haji. Yakin gaji segitu layak kalau kamu mau ngorbanin kuliahmu?

Kalau kamu lulus kuliah nih ya… kerja kantoran nih ya… minimal deh, gaji tiga jutaan dapet deh buat fresh graduate. Ngebar sih gaji segitu setelah jam terbang banyak, itu juga di kedai-kedai tertentu aja yang berani gaji tinggi. Untuk naik gaji, paling kalau menang kompetisi-kompetisi atau minimal naik pangkat jadi Head Barista.

Nah, dengan gaji pas-pasan segitu, gimana bisa nabung buat bikin kedai kopi sendiri? Kios di Jogja aja waduh muahal-muahal. Belum mesin La Marzocco-nya. Belum Grinder Mahlkonig Ek43-nya. Belum bayar baristanya. Wi-fi? Dekorasi? Listrik? Lain-lain? Kecuali kamu sudah kaya tujuh turunan sih nggak apa-apa ya? Toh, kalau rugi juga cuma kehilangan passion bukan mata pencaharian.

Jadi gitu tuh, siap ndak kamu mau jadi barista dengan segala keadaannya gitu? Kalau ndak kuat dengan gaji yang super pas-pasan sebelum minta gaji tinggi setelah jadi pro, udah deh, kuliah yang bener aja, lulus, kerja kantoran, gaji gede, bayar pajak, dan nongkronglah di kedai-kedai kopi sesukamu.

Jadi barista sih keren—katanya. Yakin mau dan bisa bertahan dengan bayaran segitu? Kalau yakin sih—seperti saya dan kawan-kawan—ya ndak apa-apa.

Dan pertanyaannya satu lagi nih…

Sampai kapan kamu kuat ngebar? Sampai umur 30 tahun? Habis itu mau gimana biar bisa punya duit banyak?

Jadi, masih yakin pingin jadi barista dibandingin kerja kantoran? Yakin?

Terakhir diperbarui pada 29 September 2018 oleh

Tags: barbaristacoffee snobCVfilosofihead baristahitsJogjaKantorankedai kopikopikuliahMahasiswaprofesionaltongkrongantren
Riyanto

Riyanto

Juru ketik di beberapa media. Orang yang susah tidur.

Artikel Terkait

Warung makan gratis buat Mahasiswa Asal Sumatra yang Kuliah di Jogja. MOJOK.CO
Liputan

5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana

4 Desember 2025
Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO
Ekonomi

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO
Ragam

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
Dari Jogja ke Solo naik KRL pakai layanan Gotransit dari Gojek yang terintegrasi dengan GoCar. MOJOK.CO
Liputan

Sulitnya Tugas Seorang Influencer di Jogja Jika Harus “Ngonten” ke Solo, Terselamatkan karena Layanan Ojol

1 Desember 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Dari Jogja ke Solo naik KRL pakai layanan Gotransit dari Gojek yang terintegrasi dengan GoCar. MOJOK.CO

Sulitnya Tugas Seorang Influencer di Jogja Jika Harus “Ngonten” ke Solo, Terselamatkan karena Layanan Ojol

1 Desember 2025
S3 di Bandung, Istri PNS Makassar- Derita Jungkir Balik Rumah Tangga MOJOK.CO

Jungkir Balik Kehidupan: Bapak S3 di Bandung, Istri PNS di Makassar, Sambil Merawat Bayi 18 Bulan Memaksa Kami Hidup dalam Mode Bertahan, Bukan Berkembang

1 Desember 2025
8 tahun merantau di Jakarta akhirnya resign. MOJOK.CO

Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama

4 Desember 2025
Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

2 Desember 2025
Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
Maybank Cycling Mojok.co

750 Pesepeda Ramaikan Maybank Cycling Series Il Festino 2025 Yogyakarta, Ini Para Juaranya

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.