Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Bandara YIA Gagal dan Kulon Progo Tetap Miskin, tapi Kegagalan Ini Nggak Bisa Menjadi Alasan Jogja Harus Buru-Buru Membangun Bandara Baru Lagi

Janu Wisnanto oleh Janu Wisnanto
14 Juli 2025
A A
Bandara YIA Gagal, Kulon Progo Tetap Miskin. Tolak Bandara Baru! MOJOK.CO

Ilustrasi Bandara YIA Gagal, Kulon Progo Tetap Miskin. Tolak Bandara Baru! (Mojok.co/Ega Fansuri)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Lanud Gading Gunungkidul bukan solusi yang aman

Saya bukan ahli geologi. Namun, saya tahu betul kalau Gunungkidul itu tanahnya dominan batuan kapur. 

Pernah melihat motor nyungsep karena selip di tikungan Playen waktu hujan? Nah, bayangin pesawat Boeing 737 mendarat di atas landasan yang di bawahnya lapisan karst. Bahaya. Tanah karst itu labil. Bisa berongga. Retak halus dikit, pesawat bisa kesandung.

Lagipula, Gunungkidul tanpa bandara saja sudah macet tiap Sabtu-Minggu. Bayangin kalau ada bandara sebesar Bandara YIA. 

Jalan Wonosari bisa-bisa jadi jalur neraka baru. Kalau ditambah bandara, bayangkan kemacetannya. Bahkan tanpa bandara saja sudah seperti sumbu pendek yang siap meledak. Belum lagi tekanan pariwisata akan merusak keseimbangan ekologi kawasan karst dan pesisir. Bukannya mendorong wisata yang berkelanjutan, malah jadi wisata yang membebani bagi Gunungkidul dan Jogja.

Bandara di Turi Sleman jelas berbahaya

Bandara di Turi Sleman adalah ide yang menarik di atas kertas, tapi menakutkan kalau kita merenungkannya baik-baik. Turi itu dekat dengan Gunung Merapi. Bahkan termasuk zona rawan bencana. 

Bandara dibangun untuk stabilitas transportasi, bukan untuk berjudi dengan erupsi yang bisa terjadi kapan saja. Kalau Merapi erupsi, bukan cuma bandara yang bubar, tapi juga sistem penerbangan domestik yang bisa lumpuh karena debu vulkanik.

Jangan lupakan sejarah. Tahun 2010, saat Merapi erupsi besar-besaran, penerbangan dari Adisutjipto sempat dihentikan total. Itu bandara di Maguwo yang jauh dari puncak Merapi, bukan Kota Jogja, bukan pula Turi yang lebih dekat ke kawah. 

Kalau bandara sebesar Bandara YIA berdiri di sana, artinya kita bikin fasilitas miliaran rupiah di jalur bencana. Sama saja kita membangun hotel di tengah sungai, lalu heran kenapa kebanjiran.

Mengaktifkan kembali Lanud Adisutjipto juga bukan ide solutif sebagai pendamping Bandara YIA

Saya pribadi setuju kalau bandara ini punya nilai historis dan sudah punya infrastruktur dasar. Tapi, menghidupkan kembali Adisutjipto sebagai bandara komersial penuh bukan perkara gampang. 

Runway pendek untuk standar pesawat besar, apron-nya sempit, dan banyak bangunan di sekitarnya. Perlu perluasan besar-besaran yang artinya relokasi, pembebasan lahan, dan konflik sosial baru di Jogja. Apakah kita siap mengulang luka yang pernah terjadi di Temon, Kulon Progo?

Mungkin bisa saja di-upgrade, tapi akan sangat mahal dan beresiko konflik sosial baru. Jangan lupa, keberadaan Bandara YIA salah satunya karena Adisutjipto sudah tidak bisa dikembangkan lagi. Jadi, kalau ide upgrade ini muncul, harus diiringi dengan pertimbangan teknis dan sosial yang matang. Jangan cuma karena kangen.

Jadi, apa solusinya untuk Bandara YIA?

Buat saya, yang harus dibenahi bukan bikin bandara baru, tapi memaksimalkan potensi Bandara YIA itu sendiri. Bandara itu sudah berdiri dan menyita lahan rakyat. Sudah menghabiskan triliunan rupiah uang negara. Masa iya kita tinggalkan begitu saja lalu bikin yang baru?

Perbaiki konektivitas. Karena salah satu alasan Bandara YIA belum maksimal adalah aksesnya yang masih dianggap jauh dan mahal. Meski sudah ada kereta bandara, tapi jadwal dan integrasinya masih kurang nyaman. 

Saya pernah coba naik kereta bandara dari Tugu ke YIA, tapi tetap harus nunggu lama dan waktu tempuh total tetap di atas 1,5 jam. Bandingkan dengan dulu ketika dari Tugu ke Adisutjipto cuma 20-25 menit.

Iklan

Kalau jalan tol Jogja-YIA benar-benar selesai dan terintegrasi dengan baik, mobilitas ke Bandara YIA bisa lebih singkat. Pemerintah juga harus dorong layanan shuttle murah dari Sleman, Bantul, dan kota Jogja ke YIA.

Diskusi yang menarik

Pemerintah juga perlu mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis lokal di sekitar Bandara YIA. Ini penting. 

Bandara jangan hanya menjadi tempat datang-pergi, tapi harus menyambungkan pengunjung dengan potensi lokal. Bantu UMKM Kulon Progo masuk ke terminal bandara. Bikin zona kuliner dan oleh-oleh yang dikurasi dengan baik. Libatkan warga sebagai pelaku, bukan sekadar penonton proyek besar.

Desentralisasi pariwisata itu penting. Jangan semua wisatawan dijejalkan ke Malioboro dan Borobudur. Angkat potensi wisata di sekitar Kulon Progo seperti Kalibiru, Waduk Sermo, atau Pantai Congot, tapi dengan pendekatan yang tidak eksploitatif. Bikin paket wisata yang ramah lingkungan dan sosial.

Membangun bandara bukan seperti bikin warung kopi. Bukan soal “coba-coba, kalau ramai ya syukur, kalau sepi ya tutup”. Ini soal visi jangka panjang, lingkungan hidup, dan keadilan ruang. Kita tidak bisa menyelesaikan masalah satu bandara dengan bikin bandara lain tanpa memperbaiki masalah dasarnya.

Mas Priyandyka sudah membuka diskusi yang menarik. Tapi izinkan saya memberi catatan kecil bahwa jalan keluar dari bandara yang gagal bukan bikin bandara baru, tapi bikin bandara yang ada jadi benar-benar hidup dan memberdayakan.

Karena kalau tidak, kita cuma akan punya deretan bangunan mewah yang sunyi—dan warga di sekitarnya tetap saja lapar.

Penulis: Janu Wisnanto

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Bandara YIA Megah, Kulon Progo Melarat, Aerotropolis Hanya Janji Manis Belaka dan catatan menarik lainnya di rubrik ESAI.

Halaman 2 dari 2
Prev12

Terakhir diperbarui pada 14 Juli 2025 oleh

Tags: bandara adisutjiptobandara YIAGunung Kidulgunung merapiJogjakereta bandarakota jogjaKulon Progoslemanturi
Janu Wisnanto

Janu Wisnanto

Mahasiswa Sastra Indonesia UNY. Tinggal di Sleman.

Artikel Terkait

Keturunan Keraton Yogyakarta Iri, Pengin Jadi Jelata Jogja Saja! MOJOK.CO
Esai

Keresahan Pemuda Berdarah Biru Keturunan Keraton Yogyakarta yang Dituduh Bisa Terbang, Malah Pengin Jadi Rakyat Jelata Jogja pada Umumnya

18 Desember 2025
UMP Jogja bikin miris, mending kerja di Jakarta. MOJOK.CO
Ragam

Menyesal Kerja di Jogja dengan Gaji yang Nggak Sesuai UMP, Pilih ke Jakarta meski Kerjanya “Hectic”. Toh, Sama-sama Mahal

17 Desember 2025
Berantas topeng monyet. MOJOK.CO
Liputan

Nasib Monyet Ekor Panjang yang Terancam Punah tapi Tak Ada Payung Hukum yang Melindunginya

15 Desember 2025
Peringatan Hari Monyet Ekor Panjang Sedunia di Jogja. MOJOK.CO
Bidikan

Pilu di Balik Atraksi Topeng Monyet Ekor Panjang, Hari-hari Diburu, Disiksa, hingga Terancam Punah

15 Desember 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Elang Jawa terbang bebas di Gunung Gede Pangrango, tapi masih berada dalam ancaman MOJOK.CO

Elang Jawa Terbang Bebas di Gunung Gede Pangrango, Tapi Masih Berada dalam Ancaman

13 Desember 2025
Keturunan Keraton Yogyakarta Iri, Pengin Jadi Jelata Jogja Saja! MOJOK.CO

Keresahan Pemuda Berdarah Biru Keturunan Keraton Yogyakarta yang Dituduh Bisa Terbang, Malah Pengin Jadi Rakyat Jelata Jogja pada Umumnya

18 Desember 2025
Kuliah di universitas terbaik di Vietnam dan lulus sebagai sarjana cumlaude (IPK 4), tapi tetap susah kerja dan merasa jadi investasi gagal orang tua MOJOK.CO

Kuliah di Universitas Terbaik Vietnam: Biaya 1 Semester Setara Kerja 1 Tahun, Jadi Sarjana Susah Kerja dan Investasi Gagal Orang Tua

15 Desember 2025
Pontang-panting Membangun Klub Panahan di Raja Ampat. Banyak Kendala, tapi Temukan Bibit-bibit Emas dari Timur Mojok.co

Pontang-panting Membangun Klub Panahan di Raja Ampat. Banyak Kendala, tapi Temukan Bibit-bibit Emas dari Timur

17 Desember 2025
Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

17 Desember 2025
Riset dan pengabdian masyarakat perguruan tinggi/universitas di Indonesia masih belum optimal MOJOK.CO

Universitas di Indonesia Ada 4.000 Lebih tapi Cuma 5% Berorientasi Riset, Pengabdian Masyarakat Mandek di Laporan

18 Desember 2025

Video Terbaru

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025
Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

17 Desember 2025
Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

14 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.