Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Apakah Kita Harus Tersinggung dengan Oklin Fia dan Menganggapnya sebagai Penista Agama Islam?

Oklin Fia tidak mempermalukan sebuah barang, melainkan mempermalukan dirinya sendiri sebagai individu beragama Islam. Dan, setiap tindakan individu yang memiliki dampak sulit diukur seperti "rasa malu" atau "rasa jijik", memang tidak perlu dipidana. 

Kalis Mardiasih oleh Kalis Mardiasih
8 Agustus 2023
A A
Apakah Konten Oral Es Krim Oklin Fia Menista Islam? MOJOK.CO

Ilustrasi Apakah Konten Oral Es Krim Oklin Fia Menista Islam? (Mojok.co/Ega Fansuri)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Oklin Fia dan menista Islam: Nalar publik yang lumayan membuat saya tidak tenang

Pertama, mengapa publik lebih mengkhawatirkan bobot nilai sebuah barang dibanding mengkhawatirkan perilaku manusianya? Dengan atau tanpa hijab, ide konten Oklin Fia adalah normalisasi pelecehan seksual kepada laki-laki. Konten Oklin seharusnya melukai nalar laki-laki secara umum. Ilustrasi laki-laki yang tidak keberatan untuk seolah “dijilati” alat kelaminnya di ruang terbuka adalah objek seksualisasi.

Bayangkan jika perempuan menggantikan posisi laki-laki yang “dijilati” bagian tubuh tertentunya. Para perempuan di Indonesia akan dengan segera bersolidaritas untuk menyatakan bahwa tindakan tersebut adalah pelecehan seksual.

Tapi, saat posisi objek konten ini adalah seorang laki-laki, entah kenapa logika ini tidak muncul. Sebagian menganggap konten ini lucu. Yang lain justru seolah mengafirmasi bahwa begitulah laki-laki, yang malah senang jika menjadi objek seksualisasi perempuan.

Publik yang terbelokkan fokusnya lebih membela sebuah kain. Mereka malah tidak mempersoalkan perbuatan manusianya, dalam hal ini Oklin Fia. Sikap ini mirip dengan wujud permisif. Khususnya kepada perbuatan koruptor, asalkan pelakunya tidak tampil mengenakan baju koko dan peci.

Terbiasa mempermasalahkan tampilan luar, asal teriak menista Islam

Sekarang ini, kita memang terbiasa puas dengan mendisiplinkan tampilan-tampilan luar. Kita tidak tertib mendisiplinkan perilaku yang memberikan dampak merusak hajat hidup masyarakat jamak. Alasannya? Tentu saja karena yang kedua perlu proses dan ketelatenan jangka panjang. Bukan sekadar dapat ditertibkan dengan cara berbisik-bisik dari belakang, menstigma, atau menghukum fisik seseorang.

Logika lain yang saya baca di berbagai platform media sosial terkait Oklin Fia dan menista Islam malah lebih buruk lagi. Misalnya:

“Kalau nggak pakai jilbab sih terserah ya mau ngapain aja.”

“Copot dulu jilbabnya, silakan deh mau bebas berperilaku seperti apa.”

Logika yang sangat mengganggu

Logika ini mengganggu sekali. Jilbab, atau manusia dengan jilbab, dalam logika ini dianggap sebagai subjek yang tidak bisa atau tidak boleh berperilaku menyimpang. Pertama, hukum moral ini lagi-lagi bias gender.

Sebab, yang bisa secara spontan menanggung beban hukum ini adalah manusia perempuan saja. Khususnya untuk tindakan-tindakan amoral yang berkaitan dengan seksualitas. Sedangkan, laki-laki pelaku pelecehan seksual dan kekerasan seksual bisa bebas melenggang begitu saja. Penampilan mereka lebih tidak mudah diidentifikasi.

Kedua, hukum moral ini juga sangat diskriminatif kepada perempuan tanpa jilbab. Seolah, hasrat seksualitas yang diasosiasikan dengan liar atau tak senonoh layak diatribusikan kepada perempuan yang tidak memakai jilbab. 

Seolah, perempuan yang tidak memakai jilbab tidak memiliki kontrol dan martabat diri. Pandangan ini sangat tidak adil sejak dalam pikiran. Sebab, diam-diam di dalam kepala, kita kembali mengobjektifikasi, bahkan mendehumanisasi perempuan (tanpa jilbab). Seolah mereka itu tanpa kesadaran, kehendak, dan intelektualitas.

Padahal, di Indonesia, tidak semua perempuan beragama Islam memakai jilbab. Dan, ada perempuan Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, juga penghayat kepercayaan yang tidak memakai jilbab. 

Memelihara pikiran merendahkan perempuan tanpa jilbab di Indonesia sama dengan merendahkan jutaan perempuan bermartabat. Saya satu barisan jika para perempuan ini ingin tersinggung terhadap pandangan publik yang misoginis begini.

Iklan

Pemakaian jilbab dalam teks Islam

Benar, bahwa sejak awal peradaban, manusia mulai memaknai segala hal. Misalnya pakaian sebagai sebuah simbol. Baik didefinisikan oleh sosiologi, antropologi, filsafat, maupun psikologi.

Sebab-sebab perintah pemakaian jilbab dalam teks Islam juga terkait dua hal paling umum. Pertama, karena fungsi, misalnya agar tidak dilecehkan. Fungsi ini terkait erat dengan kondisi kebutuhan akan toilet dan jalanan publik yang aman berabad lampau. Yang kedua, sebagai simbol status sosial. Contohnya agar dikenali dan menjadi perbedaan dengan perempuan budak pada masa itu.

Lalu, belasan abad kemudian, di Indonesia hari ini, jilbab bisa menjadi daya jual lebih. Misalnya untuk mereka yang menyediakan jasa seks dan perempuan di panggung politik elektoral. Setara dengan gelar mendadak haji pada calon legislatif laki-laki beragama Islam. Kalau seperti ini, bagaimana saya, sebagai perempuan muslim Indonesia yang mengenakan jilbab, menempatkan diri?

Membebaskan diri dari kungkungan

Saya sih telah lama membebaskan diri dari kungkungan makna dianggap mulia dan suci hanya karena kain penutup kepala. Simbol perempuan mulia dan suci itu, untuk masa ini, jelas bukan pada pakaian. Belasan abad lalu, status sosial perempuan perlu ditolong dengan “pakaian”.

Tapi hari ini, saya memilih mendefinisikan kemuliaan perempuan Islam dan pada umumnya, kepada kemampuan menalar. Hal ini membuat perempuan mampu melakukan dua hal yang saling terkait. Pertama, mengambil keputusan optimal dalam hidupnya. Lalu, kedua, termanifestasi dalam perilaku yang menghadirkan dampak baik untuk diri sendiri maupun masyarakatnya.

Dengan prinsip ini, saya sama sekali tidak perlu membela kain di kepala Oklin Fia. Saya, sebagai perempuan beragama Islam, juga tidak merasa ingin memenjarakan Oklin.

Oklin Fia tidak mempermalukan sebuah barang, melainkan mempermalukan dirinya sendiri sebagai individu beragama Islam. Dan, setiap tindakan individu yang memiliki dampak sulit diukur seperti “rasa malu” atau “rasa jijik”, memang tidak perlu dipidana. 

Dia hanya perlu dikompetisikan dengan dampak-dampak lain yang dianggap tidak memalukan atau tidak menjijikkan. Setelah itu, berebut ruang budaya yang dimiliki masyarakat. Pertanyaannya, jika konten penalaran dan pengetahuan gagal merebut ruang-ruang kebudayaan baru ini, bagaimana sikap kita?

Jangan-jangan, ketersinggungan kepada konten Oklin Fia, lagi-lagi hanya wujud denial akan kekalahan kita merebut ruang kebudayaan baru ini? Kita menyerah di hadapan Oklin Fia dan memilih paksaan untuk menundukkannya.

Penulis: Kalis Mardiasih

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Apa Salah dan Dosa Perempuan Edgy dan analisis menarik lainnya di rubrik ESAI.

Halaman 2 dari 2
Prev12

Terakhir diperbarui pada 8 Agustus 2023 oleh

Tags: es krim oklinIslamJilbabmenista islamoklin fiaoklin menista islam
Kalis Mardiasih

Kalis Mardiasih

Artikel Terkait

Dinamika Politik di Masjid Istiqlal dan Fenomena Muslim Tanpa Masjid
Video

Dinamika Politik di Masjid Istiqlal dan Fenomena Muslim Tanpa Masjid

30 Maret 2025
Dakwah Kreatif ala Miko Cakcoy Lewat Wayang, Jembatani Tradisi dan Agama di Era Modern
Video

Dakwah Kreatif ala Miko Cakcoy Lewat Wayang, Jembatani Tradisi dan Agama di Era Modern

15 Maret 2025
‘Katanya Pancasila, Tapi Pakai Jilbab Saja Tak Boleh’ - Cerita Pekerja Jakarta yang Dipecat Gara-gara Tak Mau Melepas Hijab.MOJOK.CO
Ragam

‘Katanya Pancasila, Tapi Pakai Jilbab Saja Tak Boleh’ – Cerita Pekerja Jakarta yang Dipecat Gara-gara Tak Mau Melepas Hijab

21 Januari 2025
Paskibraka Lepas Hijab Wujud Tidak Merdeka di Hari Kemerdekaan MOJOK.CO
Esai

Aturan Paskibraka Lepas Hijab Adalah Blunder Paling Bodoh. Paskibraka Tidak Merdeka di Tengah Peringatan Kemerdekaan Itu Sendiri

15 Agustus 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Kirim anak "mondok" ke Dagestan Rusia ketimbang kuliah UGM-UI, biar jadi petarung MMA di UFC MOJOK.CO

Tren Rencana Kirim Anak ke Dagestan ketimbang Kuliah UGM-UI, Daerah Paling Islam di Rusia tempat Lahir “Para Monster” MMA

1 Desember 2025
Bakpia Mojok.co

Sentra Bakpia di Ngampilan Siap Jadi Malioboro Kedua

1 Desember 2025
Warung makan gratis buat Mahasiswa Asal Sumatra yang Kuliah di Jogja. MOJOK.CO

5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana

4 Desember 2025
Para penyandang disabilitas jebolan SLB punya kesempatan kerja setara sebagai karyawan Alfamart berkat Alfability Menyapa MOJOK.CO

Disabilitas Jebolan SLB Bisa Kerja Setara di Alfamart, Merasa Diterima dan Dihargai Potensinya

2 Desember 2025
Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

2 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.