MOJOK.CO – Perlu dicari bibit-bibit baru untuk menjadi The New Amien Rais di Indonesia. Kebutuhan ini semakin penting, apalagi beliau kini makin melunak sama Istana.
Dalam dinamika politik elektoral sepanjang lima tahun belakangan ini, Amien Rais menjadi satu dari beberapa tokoh politik penting Indonesia. Bahkan tak sekadar penting, blio ini tokoh sentral—terutama soal isu-isu kontroversial.
Saking kontroversialnya, Pak Amien Rais sampai dipanggil “Lord” oleh entah siapa yang memulai pertama. Sungguh tak terpuji, tak tahu sopan santun, dan tak menghormati orang tua. Karena apa? Ya karena “Lord” itu kan sesungguhnya sapaan ngece, alih-alih sapaan hormat.
Selain perkara “Lord” ini, di beberapa tulisan yang—di Mojok terutama—saya baca sebagai bentuk lain dari tidak menghormati Pak Amien. Tulisan Gunarso TS misalnya. Presiden terpilih Jokowi dianjurkan untuk mengakomodasi Pak Amien. Bila tak kebagian jatah dalam kabinet, Pak Amien dianjurkan jadi Tangan Kanan Presiden aja.
Wah, Pak Gunarso ini. Pak Amien itu tokoh penting lho, Pak. Bukan kaleng-kaleng. Posisi itu jelas sama sekali tak pantas diberikan pada blio. Penasihat Utama Presiden kek, Perwakilan Tuhan di Indonesia kek, nah ini lebih tepat.
Yamadipati Seno juga. Menulis agar Pak Amien masuk dalam jajaran kabinet sebagai Menteri Penerangan guna “menghidupkan lagi legenda Dunia dalam Berita”. Duh, duh, ini sikap tak terpuji, Kisanak. Berani benar dikau mempermainkan tokoh reformasi kita satu ini.
Padahal Lord, eh, Pak Amien ini adalah aset bangsa yang belum tentu 100 tahun sekali ada untuk Indonesia. Kita saja yang meremehkan langkah-langkah blio dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan menjaga perdamaian dunia seperti yang tercetak pada pembukaan UUD tahun empat lima.
Oleh karena itu, kita perlu mencari bibit-bibit baru untuk menjadi The New Amien Rais. Kebutuhan ini tentu saja tidak hanya untuk hiburan rakyat semata—tapi juga untuk teman-teman media di seluruh Indonesia.
Lho emang kenapa? Karena…
Amien Rais adalah anti-tesis
Salah satu quote familiar dari Bung Karno yang paling banyak dikutip dan dipakai untuk tujuan memotivasi generasi muda adalah ini: “Beri aku 10 pemuda, maka akan kuguncang dunia.”
Tesis ini, bila diuji di hadapan Pak Amien jelas langsung patah. Apalagi kalau model ujinya sekelas sidang skripsi. Halah, perkara mengguncang dunia aja kok butuh 10 pemuda? Itu kebanyakan. Memangnya anggota kelompok Pramuka?
Kenapa butuh pemuda kalau hanya dengan satu Amien Rais saja, Indonesia dengan beribu pulau ini sudah bisa terguncang? Kenapa butuh 10 pemuda kalau hanya dengan dua Amien Rais dunia ini akan terguncang?
Sikap kritis, keberanian, dan tak kenal lelah yang ditunjukkan secara konsisten oleh Pak Amien dari masa ke masa, jelas merupakan nilai-nilai positif yang sudah layak dan sepantasnya diwariskan.
Di posisi ini Pak Amien adalah anti-tesis sejati dari tesis Bung Karno. “Beri aku 10 Amien Rais, maka akan kuguncang seluruh sistem tata surya.”
Amien Rais adalah konten
Pak Amien Rais jelas dibenci pendukung 01 dan jadi panyambung lidah bagi pendukung 02. Pak Amien adalah corong, Pak Amien adalah suara-suara tertindas, Pak Amien adalah TOA.
Namun bilamana semua aspirasi dan unek-unek pendukung 02 disampaikan lewat lidah Pak Amien dan tetap tidak mengubah apapun, pemilik media pengejar klik tetap bakal jadi pihak pemenangnya.
Karena apa? Ya betul, karena Pak Amien adalah konten.
Beliau bukan sekadar pendukung paling militan Prabowo-Sandi dan kritikus paling tegar pada Pemerintah, tapi lebih dari itu, Pak Amien adalah konten itu sendiri. Blio adalah entitas murni. Di dalamnya darahnya terkandung mineral-mineral kata kunci sakti yang dikejar banyak media pemburu traffic.
Ya, Pak Amien adalah berita. Pak Amien adalah ide pokok menulis esai satire. Pak Amien adalah klik. Pak Amien adalah duit. Pak Amien is everything.
Di hadapan fakta bahwa Pak Amien gaungnya makin hari akan makin reda karena mulai melunak dengan Jokowi, maka menemukan penerus beliau dengan segala kematangannya dalam menciptakan kontroversi merupakan sebuah kemutlakan.
Media-media pengejar klik macam Mojok ini tentu akan kehilangan salah satu konten terbaiknya. Penulis-penulis miskin yang butuh duit tambahan macam saya ini tentu juga kehilangan inspirasi untuk diulik-ulik.
Di tengah situasi yang yang sama sekali tak baik bagi keseimbangan kosmik permediaan ini, penerus Pak Amien jelas diharapkan. Tanpa sosok seperti Pak Amien, Indonesia sepi. Tanpa Pak Amien, Indonesia tentu akan baik-baik saja, tapi tentu pula akan kehilangan salah satu poros penggerak dinamika kehidupan di dunia media sosial.
Pak Amien adalah pepatah lama itu
Apa itu? Ya itu, “Tua-tua keladi, makin tua makin menjadi.”
Pak Amien adalah jawaban sebenar-benarnya dari yang dimaksudkan dengan pepatah lawas tersebut. Pak Amien tampil tunggal melawan kelaziman bahwa tua artinya pensiun, tua artinya istirahat, tua artinya santai menikmati segala kerja semasa muda.
Pak Amien membantah semua itu. Pak Amien kritis tanpa kenal usia, tegar bagai karang meski diempas ombak terus-menerus.
Bila kepada Romo Mangunwijaya yang baru wafat, Gus Dur pernah menulis, “Kita semakin kaya dengan pengabdian dan karya-karyanya, semoga kita akan semakin bertambah kaya dengan pengganti-penggantinya,” maka kepada Pak Amien Rais, izinkan saya menulis:
“(Konten) kita semakin kaya dengan ucapan dan komentar-komentarnya, semoga (konten) kita akan semakin bertambah kaya dengan pengganti-penggantinya.”