Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Alhamdulillah, Tak Ada Pedagang Ayat-ayat Allah di Negeri Ini

Edi AH Iyubenu oleh Edi AH Iyubenu
11 September 2018
A A
ayat-ayat allah
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Hiruk pikuk kota mengantarkan orang-orangnya mencari oase ke dalam pelukan agama. Sayangnya, semarak muslim kota ini hanya semarak di permukaan, tapi terasa rapuh kedalamannya.

Di antara ingar-bingar jagat urban, perkara religiusitas (Islam) tampak makin menggeliat gayeng betul di depan mata. Masjid-masjid  bertumbuhan, gamis-gamis bertebaran, jubah-jubah berlebaran, jilbab-jilbab berhamparan, pengajian-pengajian bermekaran.

Tak ketinggalan, pastinya, postingan-postingan takbir, tahmid, tahlil, hijrah yang berserakan di kekepsenan foto-foto gaul yang unyu, ayu, tsakep, keren, bermerek, dan melet-melet serta njedir-njedir. Sungguh panorama rohani yang kaffah yang mencerminkan betapa semaraknya semesta Islam kota hari ini. Ini jelas fenomena “teologi kota” yang membahagiakan, patut disyukuri. Alhamdulillah.

Teologi kota itu mencerminkan makin rembesnya Air Rohani para penghuni kota di antara jejalan rutinitas, kesibukan tanpa ujung, pergulatan bisnis, lalu-lalang target dan omset, taring sekularisme dan kapitalisme, plus kemacetan yang melelahkan, yang menghantar mereka bersimpuh tunduk di hadapan keagungan-Nya.

Mereka lelah dengan hiruk-pikuk duniawi yang kemrungsung; mereka rindu khittah ketenangan jiwa, lalu masuklah mereka ke lingkaran-lingkaran spiritualitas Islam yang terdekat-terjangkau-termudah. Ya grup wasap, ya liqa’, ya kajian, ya pengajian, ya majelis zikir, ya status-status fesbuk, ya kultwet, ya yutub, ya tivi. Oh ya, satu lagi ding, ya demo. Bahkan sampai berjilid-jilid.

Panggilan rohani yang berdenyar dalam karakter terdekat-terjangkau-termudah itu—ingat mereka tetaplah orang-orang kota yang sibuk—ditangkap dengan jeniyes oleh (dalam istilah Mikhail Bakunin) “para pemuka agama yang tercerahkan dan memberikan pengaruh” melalui wadah-wadah pengajaran Islam yang aksesable. Sosial media dijadikan garda depan. Yutub dikuasasi dengan bernas. Daftar halaman pertama Google dipesan dengan gencar.

Klop lah dengan pola hidup kita kini yang berada di ujung jari cum gejet, pesantren pun dipindah ke ujung jari cum gejet. Belajar Islam tak lagi perlu makan waktu lama dengan fasilitas ala kadarnya khas pesantren tradisional. Tak perlu lagi ngerti kaidah faala yaf’ulu fa’lan, kenapa setelah huruf jar harus dibaca kasrah, kenapa setelah ada inna isimnya harus dibaca fathah dan khabarnya dibaca dhammah, yang kebalik dengan kana. Buang-buang waktu saja.

Sampeyan cukup sedia kuota, pencet keyword yang diinginkan, tersedialah segala apa yang sampeyan cari. Cukup follow akun-akun yang kondang, Islam terhampar di depan mata. Btw, follower Ustadz Felix Siauw ternyata jauh lebih bejibun lho ketimbang follower-nya Gus Ulil Abshar-Abdalla. Lalu ngajilah. Dari fiqh hingga tasawuf, dari ayat hingga qaul mujtahid, dari tafsir hingga khilafiyahnya, dari tawaran wacana hingga doktrin berharga pasti.

“Ya ndak masalah dong pola belajar Islam bergeser begitu rupa sesuai dinamika zaman dan kemajuan teknologi, ya kan?” Ya iya, tak masalah, tapi tricky alias rawan.

“Rawan apa?”

Rawan menjadi muslim berkacamata kuda.

Ini dilemanya, dan dampak-dampaknya telah melimpas luar biasa dalam kehidupan kita sehari-hari.

Muslim berkacamata kuda punya gaya begini: “Memandang suatu hukum, suatu tafsir, suatu paham, suatu mazhab, suatu ijtihad (dll) dalam bentuk hitam-putih belaka.” Kuda dengan kacamatanya hanya memungkinkannya memandang apa-apa yang ada di depan. Yang di samping, kanan, kiri, belakang, atas, bawah, tak terjangkau. Segala apa yang tak ada di depannya lalu dianggap tak berharga. Yang tak berharga lalu dianggap menyimpang dari Al-Quran dan sunnah Rasul-Nya. Maka harus dilawan, ditentang, dimusnahkan. Pelakunya ya dikafirkan! Lha wong sesat kok.

Kerawanan begini terjadi lantaran mekanisme ta’lim-muta’allim (ada guru yang mengawal murid secara intensif dalam waktu lama) tak tersedia di kanal-kanal sosmed dan media. Sampeyan hanya ngeklik tautan yang KEBETULAN terakses, menontonnya, manggut-manggut, sontak menjelma plek begitu jugalah pandangan sampeyan tentang A atau B. Selainnya dianggap tak benar. Dianggap menyimpang, sesat. Pelakunya ya dikafirkan! Sesat kok.

Iklan

Padahal, jika dirunut dengan sabar, sampeyan akan menemukan petunjuk-petunjuk sejarah betapa khazanah syariah Islam beserta limpahan khilafiyah pemikirannya merupakan hal yang telah diakomodir oleh Islam sejak masa hidup Rasulullah Saw. Bukan hal yang baru tiga Jumat lalu terjadi seiring baru ngertinya sampeyan atas kewajiban berjilbab.

Sampeyan juga akan bisa memahami betapa kemajemukan tafsir, paham, aliran, dan mazhab dalam sejarah Islam dipengaruhi dengan signifikan oleh realitas sosial-budaya-politik yang rumit dan kompleks.

Sampeyan juga akan memaklumi betapa Wahabi tidaklah jatuh dari langit di malam Lailatul Qadar, sebagaimana pula NU, Muhammadiyah, Persis, Jamaah Tabligh, IM, dan apalagi PKS. Semuanya punya konteks sejarahnya, tendensi-tendensi sosial-budaya-politik yang melandasinya, sehingga alamiah bangunan-bangunan mazhabnya sangat dipengaruhi olehnya.

Begitu pula tautan-tautan Islam yang sampeyan klik, pantengin, lalu angguk-anggukin membenarkan. Sejatinya, ia hanyalah satu paham, mazhab, dari jubelan paham/mazhab yang sungguh tak terbatas jumlahnya, variannya, sehingga tak masuk akallah untuk menjedulkan tautan yang sampeyan kebetulan baca dan cocoki sebagai kebenaran mutlak bagi tafsir Al-Quran dan sabda Rasulullah Saw.

Coba saja sampeyan bandingkan pandangan-pandangan keislaman Ustaz Khalid Basalamah yang Salafi-Wahabi dengan Gus Muwafuq yang Nahdliyyin. Keduanya fasih menukil Al-Quran dan hadits. Namun, karena world view-nya berjarak jauh, penyimpulan-penyimpulannya pun berbeda telak.

“Kenapa bisa begitu sih?”

Ya karena memang begitulah khittah dasar pemikiran manusia yang relatif, termasuk dalam menakwil ayat-ayat Allah dan hadis-hadis Rasul-Nya. Ya karena memang setiap tafsir dan pemikiran niscaya berbalut latar belakang, kompetensi, lingkungan, kepentingan, hingga kebijaksanaannya.

“Lalu yang mana yang benar dong?”

Pada dasarnya semua benar, semua sahih, bebas saja diikuti, ASALKAN gathuk dengan lingkungan sosial tempat sampeyan mukim agar tak menimbulkan kekacauan sosial. Ini dia clue-nya buat semua pengikut macam kita: bahwa tujuan terbesar diturunkannya Islam melalui Rasulullah Saw adalah untuk menyempurnakan akhlak karimah di antara kita sesuai dengan hakikat Islam yang rahmatan lil ‘alamin.

Sayangnya, ya sayang seribu sayang, kita hidup di zaman akhir jelang kiamat. Di antara cirinya ialah merajalelanya kemunafikan. Menyatakan diri die hard Rasulullah Saw hingga ke soal pakaian dan jenis makanannya, tapi akhlak sosialnya remuk-remukan. Menyatakan diri hijrah demi taqarrub pada-Nya, tapi kok masih umukan mamerin kemewahan suapaya dapat panen pujian.

Menyatakan diri bagian mutlak dari ahlus sunnah wal jamaah, tapi profesinya kok mengkafir-kafirkan sesama muslim yang berbeda mazhab. Menyatakan diri pecinta Al-Quran sampai tahu bahwa hanya surat At-Taubah yang tidak diawali dengan basmalah, tapi juara memutlakkan kebenaran pandangannya sendiri sembari mengerek bendera auto-kafir pada kelompok lain.

Menyatakan diri membela marwah Islam yang adiluhung, tapi bikin demo yang bikin gerah dan sengak persaudaraan bangsa ini sampai berjilid-jilid. Menyatakan diri pembela ulama sebagai warastatul anbiya’, tapi bikin kongres ulama kok ndak rampung-rampung ngalahin jadwal rutin bahtsul masail gegara ekspektasi politiknya ndak sesuai kenyataan.

Iki kepiye to yo?

Alam keislaman kita kini memang semarak betul di permukaan, tapi terasa rapuh kedalamannya. Yang dibesarkan bukanlah iman dan tauhid lagi, namun khilafiyah yang memicu perselisihan. Furu’iyah kok dibombastiskan, sampai ushuliyah-nya kelupaan dirawat. Macam abegeh aja. Tapi kok ya terus-terusan menjadi abegeh juga.

Belum lagi pentas para “pamong Islam” yang ahli betul menguarkan takbir, tahlil, hingga doa mandi junub dirapalkan, namun membikin puyeng umat dengan fatwa-fatwa isuk dele sore tempe. Masak iya tafsir dan fiqh yang beneran lillahi ta’ala tergantung pada angin politik? Masa iya pangkat santri disematkan begitu saja karena tamvan dan nyumbangan?

Btw, ya, btw aja sih, di surat Ali Imran 77-78, ada ayat yang ditujukan kepada orang-orang yang kelewat berani mendustakan Allah dengan cara menggadaikan sampai menjual marwah Islam. Menukil ayat dan hadis, memekikkan nama Allah dan Rasul-Nya, tapi jebul hanya sarapan pagi yang penuh dusta, demi ngeduk simpatisan massa agar gemuk politik elektoralnya.

Yang kelewat berani begitu-begitu itu, seolah Allah bukan lagi Maha Mengetahui, pasti bukan para pembela ulama. Ya, pasti bukan.

Alhamdulillahnya, di negeri kita, di kota-kota kita, tak ada muslim yang begituan, sebab yang ada hanyalah para pembela Islam cum ulama. Itu artinya tak ada itu para munafik di sini. Ungkapan saya sebanyak ini tadi kan cuma andai.

Terakhir diperbarui pada 11 September 2018 oleh

Tags: aksi 212aksi bela islamAksi bela ulamaFelix SiauwHTIIslamislam rahmatan lil alaminJilbabKafirnahdatul ulamaPKStakbirustazWahabi
Edi AH Iyubenu

Edi AH Iyubenu

Yang punya Kafe Basabasi.

Artikel Terkait

Dinamika Politik di Masjid Istiqlal dan Fenomena Muslim Tanpa Masjid
Video

Dinamika Politik di Masjid Istiqlal dan Fenomena Muslim Tanpa Masjid

30 Maret 2025
Dakwah Kreatif ala Miko Cakcoy Lewat Wayang, Jembatani Tradisi dan Agama di Era Modern
Video

Dakwah Kreatif ala Miko Cakcoy Lewat Wayang, Jembatani Tradisi dan Agama di Era Modern

15 Maret 2025
‘Katanya Pancasila, Tapi Pakai Jilbab Saja Tak Boleh’ - Cerita Pekerja Jakarta yang Dipecat Gara-gara Tak Mau Melepas Hijab.MOJOK.CO
Ragam

‘Katanya Pancasila, Tapi Pakai Jilbab Saja Tak Boleh’ – Cerita Pekerja Jakarta yang Dipecat Gara-gara Tak Mau Melepas Hijab

21 Januari 2025
Ide Bodoh Ridwan Kamil untuk Atasi Kemacetan Jakarta MOJOK.CO
Esai

Ide Nggak Masuk Akal Ridwan Kamil: Datangkan Psikolog dan Ustaz Keliling untuk Atasi Kemacetan Jakarta

3 September 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Dari Jogja ke Solo naik KRL pakai layanan Gotransit dari Gojek yang terintegrasi dengan GoCar. MOJOK.CO

Sulitnya Tugas Seorang Influencer di Jogja Jika Harus “Ngonten” ke Solo, Terselamatkan karena Layanan Ojol

1 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
Lulus S2 dari UI, resign jadi dosen di Jakarta. MOJOK.CO

Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar

5 Desember 2025
Kirim anak "mondok" ke Dagestan Rusia ketimbang kuliah UGM-UI, biar jadi petarung MMA di UFC MOJOK.CO

Tren Rencana Kirim Anak ke Dagestan ketimbang Kuliah UGM-UI, Daerah Paling Islam di Rusia tempat Lahir “Para Monster” MMA

1 Desember 2025
Gowes Ke-Bike-An Maybank Indonesia Mojok.co

Maybank Indonesia Perkuat Komitmen Keberlanjutan Lewat Program Gowes Ke-BIKE-an

29 November 2025
Para penyandang disabilitas jebolan SLB punya kesempatan kerja setara sebagai karyawan Alfamart berkat Alfability Menyapa MOJOK.CO

Disabilitas Jebolan SLB Bisa Kerja Setara di Alfamart, Merasa Diterima dan Dihargai Potensinya

2 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.