Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Alasan-alasan Berhenti Nulis buat Mojok

Cepi Sabre oleh Cepi Sabre
28 Maret 2020
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Satu kali Mojok bikin acara di Malang. Saya ketemu banyak krunya. Satu yang selalu saya ceritakan ke banyak orang adalah pertemuan saya dengan Gus Mul.

Salah satu tanda bahwa negara kita, Indonesia, sudah darurat corona adalah ketika kita semua melihat Pak Terawan sudah mulai pakai masker.

“Yang sakit yang pakai masker. Yang sehat nggak usah,” kata beliau suatu kali.

Kalau sehat tapi pakai masker, itu namanya goblog. Kira-kira begitu lah kesimpulannya. Jadi ketika Pak Menteri pakai masker, kemungkinannya cuma ada dua: satu, beliau lagi sakit; atau dua, beliau sehat wal afiat tapi….

Yang mana pun dari keduanya, buat kita yang sedang dikepung virus corona ini, benar-benar celaka.

Bayangkan, kalau yang terjadi adalah yang pertama, kalau orang nomor satu di jajaran kementerian kesehatan republik ini saja bisa kena corona, terus kita-kita yang kalau berobat ke Tante Ningsih Tinampi pun masih inden, bisa apa?

Kalau yang terjadi yang kedua, apalagi. Orang nomor satu di urusan kesehatan negara kita ternyata sehat, tapi… begitulah. Accident twelve, kalau kata ibu saya. Cilaka dua belas.

Lama sekali saya tidak menuliskan kalimat-kalimat bernas seperti itu. Kalimat-kalimat yang dalam istilah Mojok disebut “nakal tapi banyak akal”.

Ada perasaan aneh yang menyelinap diam-diam di dalam dada. Perasaan yang kalau redakturnya Arlian Buana (Bana) akan disebut “kangen”, tapi kalau redakturnya Eddward S. Kennedy (Edo) akan disebut “bangsat” atau “bedebah” sekali.

Saya pertama sekali berkenalan dengan Mojok ketika teman-teman di kantor lama saya ramai membincangkan artikel tulisan Agus Mulyadi (Gus Mul). Seingat saya tulisannya soal Anang atau Krisdayanti. Lupa-lupa ingat saya.

Soalnya, dari beberapa redaktur Mojok, cuma Gus Mul yang nggak pernah ngirim wasap minta tulisan ke saya. Bangsat sekali ini orang. Walaupun kalau saya kirim tulisan, nggak pernah ditolak juga sih.

Tapi saya tergugah untuk menulis justru ketika tulisan Mbah Nyutz tayang di Mojok. Sudah lupa saya isi tulisannya. Mungkin karena beliau bukan salah satu Redaktur Mojok, jadi nggak penting juga buat diingat.

Lalu saya menulis di fesbuk, status. Seperti layaknya alay-alay berkepala empat lainnya. Status itu lalu disambar Bana, lewat jalur pesan fesbuk. Dengan kata-kata berbunga-bunga yang mungkin hanya bisa ditandingi oleh bujuk rayu Raul Lemos ketika nembak Krisdayanti.

Selebihnya adalah sejarah.

Iklan

Satu kali Mojok bikin acara di Malang. Saya ketemu banyak krunya. Satu yang selalu saya banggakan—dan ceritakan ke banyak orang—adalah pertemuan saya dengan Gus Mul dan mantan pacarnya, Kalis Mardiasih si Gadis NU.

Keduanya: sungkem. Dulu saya pikir mungkin begitulah mereka memperlakukan orang yang lebih tua. Mirip-mirip kalau ketemu ulama atau kiai-lah.

Padahal, sebagaimana keyakinan saya sebagai umatnya Yesus, kami semua adalah anak raja, bukan ulama. Seharusnya mereka berdua berlutut, bukan sungkem.

Tapi peristiwa sungkem itu membawa implikasi lain pada saya. Pandangan saya terhadap Mojok mulai berubah. Karena Gus Mul dan Kalis sungkem, membuat saya berpikir dianggap ulama, pasca-pilpres jilid 2 saya mulai menimbang-nimbang, jangan-jangan takdir saya bukan jadi arsitek partikelir atau penulis Mojok, jangan-jangan takdir yang menunggu di depan saya adalah menjadi wakil presiden.

Lalu saya putuskan untuk berhenti menulis buat Mojok.

Cerita dengan penggemar juga tidak kalah seru. Seorang penggemar bahkan sampai mengirimkan tiga botol sambal ke rumah. Laki-laki. Sampai saya harus nulis status lagi di fesbuk: “Maaf, tidak terima fans cowok.”

Tapi di Malang, setiap kali ada undangan jadi pembicara (ini efek Mojok yang lain) atau sekadar datang ke satu acara, orang-orang selalu memperkenalkan saya sebagai Penulis Mojok.

Terus terang ini bikin gerah. Saya tidak siap dengan popularitas. Saya tidak siap kalau main ke alun-alun lalu mendengar elu-elu “Cepi, Cepi, Cepi, I’m pregnant….”

Saya, tentu saja, tidak siap mati muda seperti Kurt Cobain yang tidak kuat menanggung beban popularitas.

Bukan karena takut mati, tapi karena sudah terlanjur tua. Kepala empat, ingat?

Tapi Mojok mengundang saya sekali lagi ke jamborenya di Jogja. Naik kereta dari Malang, tolah-toleh di Stasiun Tugu, celingukan di pangkalan ojek, dan sesampainya di lokasi jambore… nggak satu pun yang kenal sama saya. Hajinguk benar anak-anak muda fans Mojok di luar Malang ini.

Inilah alasan kedua yang bikin saya tambah mantap berhenti menulis buat Mojok.

Tapi alasan yang lebih keren sih supaya anak-anak muda yang nggak kenal saya itu juga punya kesempatan untuk menulis di Mojok. Ada ide-ide baru, sudut pandang baru, dan, tentu saja, lelucon-lelucon baru. Bagian ini nggak usah terlalu dimasukkan ke dalam hati, saya cuma lagi pura-pura bijaksana.

Belakangan ini terus terang saya jarang membaca tulisan-tulisan di Mojok. Soal ini mungkin pengalaman saya dengan Mba Ning, penjual nasi empok di dekat rumah saya agak mirip.

Mba Ning menamai warungnya TPI, Tekone Paling Isuk (datangnya paling pagi). Plesetan dari salah satu stasiun televisi nasional, Televisi Punyanya (waktu itu) Bu Indrarukmana.

Jualannya ya cuma nasi empok itu, nasi jagung dengan urap-urapan dan ikan asin. Laris manis. Begitu buka langsung diserbu pembeli, persis seperti artikel Mojok yang waktu itu terbit sehari sekali.

Entah karena keuntungan yang berlipat atau karena dapat sokongan dana dari Pak RW (sempat diancam akan dibakar oleh aktivis nasi empok Malang), Mba Ning nekat menambah menu dan menambah jam buka warungnya.

Tadinya cuma pagi mentok jam sembilan, sekarang sampai malam. Tadinya cuma nasi empok, sekarang tidak ada bedanya dengan warung nasi campur lainnya.

Pengalaman makan nasi empok di warung Mba Ning tidak lagi istimewa. Warung Mba Ning bukan lagu warung alternatif, seperti Mojok yang tidak lagi ada di pojokan.

Mojok yang menambah artikel yang ditayangkan tiap harinya, yang terbit tidak lagi sehari sekali, Mojok yang sudah bergeser ke tengah. Walaupun sesekali saya masih makan di warung Mba Ning juga, seperti saya sesekali masih membuka dan membaca artikel-artikel Mojok.

Saya tidak menyebut sebagai bagian dari keluarga Mojok (kalau keluarga nanti honornya nggak cair…), tapi bagaimanapun, kalau sebagian besar orang tumbuh besar bersama tivinya Mba Tutut dan film-film Indianya, saya menumbuhkan uban bersama Mojok dan lelucon-leluconnya.

Dan todongan redaktur-redakturnya:

“Bisa dipanjangin dikit nggak, Mz….”

BACA JUGA Jokowi, Ahok, dan Kloset yang Ditukar atau tulisan Mas Cepi Sabre lainnya.

Terakhir diperbarui pada 12 Agustus 2021 oleh

Tags: Gus MulMalangmenulisMojokredaktur
Cepi Sabre

Cepi Sabre

Artikel Terkait

Jadi ojol di Malang disuruh nyekar ke Makam Londo Sukun. MOJOK.CO
Liputan

Driver Ojol di Malang Pertama Kali Dapat Pesanan Bersihin Makam dan Nyekar di Pusara Orang Kristen, Doa Pakai Al-Fatihah

16 November 2025
Kerja keras bawa Annes kuliah di Universitas Brawijaya (UB) Malang gratis hingga kerja sebelum wisuda MOJOK.CO
Kampus

Universitas Brawijaya (UB) Bawa Saya Kuliah Tanpa Biaya, Bisa Kerja Sebelum Wisuda buat Tebus Masa-masa Berat Sekolah Sambil Kerja Sejak Remaja

15 Oktober 2025
Pilih kos murah di Malang karena gaji nggak UMR. MOJOK.CO
Ragam

Cara Bertahan Hidup Anak Kos di Malang dengan Gaji Rp2 Juta setelah Orang Tua Tiada, Tersiksa tapi “Kudu Legawa”

8 Oktober 2025
Derita Mahasiswa Kota Malang Nekat Kumpul Kebo demi Perhatian MOJOK.CO
Esai

Mahasiswa Kota Malang Nekat Kumpul Kebo karena Haus Kasih Sayang tapi Berakhir Jadi Korban Kekerasan Pacarnya, Ada yang Hamil di Luar Pernikahan

24 September 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Judi Online, judol.MOJOK.CO

Pengalaman Saya 5 Tahun Kecanduan Judol: Delusi, bahkan Setelah Salat pun Doa Minta Jackpot

2 Desember 2025
jogjarockarta.MOJOK.CO

Mataram Is Rock, Persaudaraan Jogja-Solo di Panggung Musik Keras

3 Desember 2025
pendidikan, lulusan sarjana nganggur, sulit kerja.MOJOK.CO

Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada

5 Desember 2025
Gowes Ke-Bike-An Maybank Indonesia Mojok.co

Maybank Indonesia Perkuat Komitmen Keberlanjutan Lewat Program Gowes Ke-BIKE-an

29 November 2025
Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

30 November 2025
Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.