MOJOK.CO – Daripada pusing mikir gebetan, lebih baik kamu pusing mikirin media rintisan. Lebih berguna.
Supaya tidak terjadi salah paham, apa yang akan saya sampaikan berdasarkan pengalaman sendiri saat membangun beberapa media rintisan (start-up) dan mendampingi beberapa media lain ketika dipercaya menjadi konsultan media digital. Jadi selain berdasarkan pengalaman baik, juga berdasarkan pengalaman kegagalan.
Karena berdasarkan atas pengalaman mulai dari mengonsep, mengelola, sampai jadi konsultan, maka belum tentu pengalaman ini sepenuhnga sama dengan problem yang sedang dan akan kamu hadapi. Namun, setidaknya ada beberapa kategori umum yang sifatnya sama.
1. Target Pembaca
Hal pertama yang harus dibidik adalah ceruk pasar atau target pembaca. Ini hal yang sangat penting tapi sering dilewati. Kebanyakan yang saya alami, banyak media rintisan lebih fokus pada apa yang mereka inginkan. Karena asumsinya pembuatan media ini supaya kelak bisa berkembang, bukan sikap “egois” itu yang diutamakan.
Dengan menentukan ceruk pasar, maka kita akan melihat banyak hal, misalnya perilaku target pembaca, tema apa yang menarik buat mereka, termasuk juga siapa kompetitor kita.
Biasanya ini ya, biasanya lho ya, orang yang selalu salah bikin target gebetan, juga tidak terlalu tepat dalam membidik target pembaca. Begitu….
2. Konsep Konten
Tahap selanjutnya adalah merumuskan konten. Media adalah sebuah karya. Dan sebuah karya mensyaratkan konsep yang kuat. Termasuk apa yang membedakan media yang hendak kita bangun dengan para kompetitor yang sudah terlebih dahulu masuk ke sana.
Namun, jangan terlalu suntuk dengan konsep. Sebab ada banyak orang yang ingin sempurna di dalam membuat konsep sehingga berlama-lama dalam penyusunannya. Karena konsep itu kelak bisa dimatangkan dan dipertajam, atau bahkan direvisi ketika media ini sudah dikonsumsi oleh publik. Respons pembaca, sanjungan maupun kritikan, merupakan bagian dari pematangan konsep.
Konsep itu sebaiknya tertulis, jelas, bahkan sampai pada contoh tulisan dan ilustrasinya. Bukan konsep kalau tidak dituliskan. Konsep konten dianggap sebagai benar-benar konsep konten jika dituliskan berikut contoh yang sudah dieksekusi dalam bentuk tulisan dan visual.
Sebelum melakukan ini, coba bikin konsep konten dulu tentang perasaanmu kepada gebetanmu, Mblo… oke? Bisa kan? Sip!
3. Membangun Sistem
Secara garis besar ada tiga sistem media rintisan: pertama, manajemen konten. Rubriknya apa saja, bagaimana mendapatkan tulisan (apakah ditulis sendiri atau meminta pihak lain), dan penjadwalan tayang.
Kedua, sistem teknologi dan diseminasi. Sebuah tulisan di situs web akan dihadirkan kepada pembaca. Maka, harus ada saluran untuk menghadirkannya. Inilah yang disebut diseminator. Dan ketika pembaca menikmati tulisan, maka ada pengalaman pengguna atau pembaca dari sisi teknologi (lama dibuka atau tidak, besar-kecilnya huruf, artistik atau tidak, perpindahan antar-halaman, dll.).
Ketiga, sistem organisasi. Di dalam sebuah media ada orang-orang yang bekerja dengan tugas dan tanggung jawab tertentu. Termasuk melakukan rapat-rapat, baik rapat perencanaan maupun evaluasi.
Membangun sistem ini selain untuk mempermudah bekerja, juga untuk mengantisipasi jika ada pekerja yang keluar dan ada pekerja yang masuk. Jika sistemnya bagus, orang yang baru masuk akan mudah menyesuaikan diri karena dipandu oleh sistem.
Sebagaimana konsep, sistem juga diperbaiki dan disempurnakan oleh proses. Sistem bukanlah hal yang saklek dan kaku. Dia dinamis.
Khusus untuk hal ini, para jomblo lebih ahli. Sebab terbiasa berlatih. Misalnya nongol di medsos tiap akhir pekan di atas pukul 23.00. Biar dikira habis pacaran. Padahal ya cuma habis main PS.
4. Regularitas dan Konsistensi
Umumnya, musuh media rintisan adalah semester kedua. Apa maksudnya? Biasanya orang bersemangat di semester pertama. Semua dikerjakan dengan tertib. Tapi, begitu masuk semester kedua, banyak media rintisan yang makin loyo. Tidak punya daya tahan untuk terus mengunggah konten secara reguler. Kebanyakan media rintisan menemui ajal di semester kedua. Atau setidaknya: mati segan, hidup tak mau.
Banyak media rintisan yang tidak tahan godaan. Musim pilkada, ikut mendukung calon. Musim pemilu, menjadi media partisan. Musim pilpres apalagi. Maka cukup banyak media yang dulu eksis, begitu ikut arus yang sifatnya sementara, ditinggalkan oleh para pembacanya. Kenapa? Lawanmu menganggap kontenmu pasti berpihak sehingga tidak perlu dibaca, sementara kawanmu menganggap mediamu juga nggak perlu dibaca karena penjilat. Habis sudah. Sebuah media tanpa kepercayaan pembaca, mau sehebat apa pun, cepat atau lambat pasti menuju sekarat.
Regularitas dan konsistensi ini mirip ketika kamu berusaha mengejar gebetanmu. Pantang menyerah. Konstan. Terukur. Hingga akhirnya dia menyerah dan mau menerimamu. Tapi, besoknya minta putus, dengan alasan semalam sedang khilaf….
5. Modal
Banyak kreator media rintisan berpikir bahwa mereka tidak perlu modal. Ini cara pikir yang keliru besar. Pemikiran dan kreativitas itu juga modal. Waktu yang kamu luangkan itu modal. Tapi kamu juga butuh modal uang.
Sekarang ini banyak orang berpikir, maunya besar tapi tak perlu modal. Lekas tanggalkan pikiran itu. Ada banyak sekali media rintisan yang bagus tapi tidak didukung oleh kecukupan modal, akhirnya pingsan juga.
Kamu perlu tahu bahwa media-media rintisan yang sekarang mendapatkan injeksi modal atau melakukan scale up, didirikan dengan modal uang. Yang tidak ya tersingkir. Jadi jangan mau enaknya saja tidak mau menanggung risikonya. Kalau cuma punya keinginan sukses besar di media rintisan, semua orang juga mau. Hanya saja, modal uang di era digital ini jauh lebih murah dibanding era cetak. Tapi ya tetap modal, dong….
Bagaimana kalau tidak punya modal uang sendiri? Cari pemodal awal. Itu yang kamu butuhkan. Jangan lewati tahap itu.
Kamu mau ngajak keluar gebetanmu juga butuh modal kan, Mblo? Nggak? Yah… naksir tiang listrik saja, Brooo!
6. Bersikap Terbuka dan Mau Belajar
Dunia digital berkembang dengan pesat. Sangat pesat bahkan. Karena itu, awak media rintisan harus punya pikiran yang terbuka, mengikuti perkembangan zaman, dan tidak boleh keukeuh dengan satu keyakinan yang bulat dan mati.
Luangkan waktu khusus dengan anggota tim untuk melakukan curah gagasan (brainstorming), undang orang-orang untuk memberikan masukan, kalau perlu secara reguler minta para pakar tertentu dengan tema yang relevan untuk ikut melakukan evaluasi. Dan jangan lupa, cari cara yang kreatif untuk mendapatkan input dari pembaca setia media Anda.
Kamu juga harus bersikap terbuka sama gebetanmu. Termasuk jika menolak kamu ajak pergi ke mal karena lebih memilih mau diajak pergi sama yang lain ke Pulau Bali. Paham, kan?
7. Jangan Cepat Mau Besar
Kecenderungan yang tidak produktif dalam mengelola media rintisan adalah terlalu cepat ingin besar. Baru berumur setahun, ingin kokoh dan kaya.
Bisnis media rintisan juga harus realistis. Kebanyakan pemodal akan mau membeli atau melakukan scale up pada media rintisan dengan usia di atas 2 tahun. Kalau ada yang di bawah itu, pastilah pengecualian.
Sebab semua itu harus diuji oleh waktu. Konsistensi, sistem, pertumbuhan, semua akan dilihat dengan jeli. Kalau mau cepat kaya, pasangkan uangmu ke togel. Pasti cepat kaya. Termasuk bisa cepat miskin.
Sikap realistis itu sehat dan adil. Mematangkan mental semua tim dan mematangkan media yang dikelola dengan cara yang pas dan proporsional adalah tugas yang penting.
Dalam berhubungan asmara juga begitu, Mblo. Tenang. Adem. Sabar. Proporsional. Dan tahu diri. Termasuk jika tembakan ditolak oleh gebetan. Itu saatnya kamu tahu dan sadar diri.
Saya kira 7 poin itulah yang paling mendasar yang perlu diketahui oleh Anda yang ingin membuat media rintisan. Semoga berguna. Selamat mencoba. Daripada pusing mikir gebetan, lebih baik kamu pusing mikirin media rintisan. Kenapa? Karena media lebih berguna dibanding gebetanmu? Bukan. Karena toh dia nggak pernah mikirin kamu.