MOJOK.CO – Orang-orang kok tega banget, toh. Masih aja nganggep ibu rumah tangga itu kerjaannya leyeh-leyeh di rumah?
Sejak menikah dan memutuskan ikut suami merantau, saya sudah membuat keputusan bulat untuk fulltime di rumah alias menjadi ibu rumah tangga. Tentu saja sudah dirundingkan dan disepakati bersama suami. Apalagi, setelah menikah alhamdulillah saya diberi kepercayaan mengandung anak kami yang pertama.
Sejak awal memutuskan menjadi ibu rumah tangga hingga sekarang, ada saja anggota keluarga yang menyayangkan bahkan nyinyir atas keputusan kami ini. Bukan hanya itu, tetangga—yang mana merupakan orang-orang yang baru saja kami kenal—juga memberikan komentar pedasnya kepada kami. Khususnya saya. Ya, itu sudah konsekuensi. Kami sebagai pasangan sudah memikirkan hal ini dan mempersiapkan diri.
Dari apa yang kami tangkap, kekecewaan anggota keluarga atau komentar negatif terhadap pilihan saya, hal ini dilatarbelakangi pandangan mereka terhadap ibu rumah tangga yang negatif. Pandangan itu terbentuk oleh cap negatif terhadap ibu rumah tangga yang baik disadari maupun tidak diberikan oleh masyarakat.
Menghadapi komentar pedas terhadap keputusan saya menjadi ibu rumah tangga itu, saya dan suami banyak-banyak saling menguatkan. Kalau suami saya sih lebih kalem dan sabar orangnya. Dia bisa diam dan manggut-manggut aja. Sedangkan saya ini lebih defensif. Saya terkadang masih belum bisa menahan diri untuk tidak melakukan pembelaan dengan menjlentrehkan pandangan saya. Suami saya sih, sudah maklum. Lagian saya berusaha memberi tanggapan dengan nada yang kalem, kok. Ndak ngegas.
Sepanjang melakoni peran ini dan kerap dinyinyiri dan mendengar curcol buibu yang lain, setidaknya ada tiga stigma terhadap ibu rumah tangga yang umum ada di masyarakat. Tapi karena sebagai wanita yang aktif bergelut di dunia per-housewife-an dan tahu betul yang terjadi sebenarnya tidak begitu, hanya ada satu kata: lawan! Lawan stigma sosial yang salah pakai banget itu!
Yang pertama, ibu rumah tangga itu punya banyak waktu santai dan leyeh-leyeh di rumah. HAHAHAHAHA. Santai dari Kertanegara (karena Hongkong udah biasa)! Yang membuat stigma ini sedang bikin satire atau gimana, sih?
Tak kandhani ya, pekerjaan rumah tangga itu kalau dijlentrehne ki ra uwis-uwis. Dari bangun tidur sampai merem, adaaa saja yang harus digarap. Belanja ke pasar, masak, nyapu, ngepel, nyirami tanaman, mandiin anak, menyuapi anak, nemenin main, beresin mainan anak, cuci piring, cuci baju, menjemur, ngangkat jemuran, lempit-lempit, nyetrika, nyinauni anak, endesbra endesbre.
Itu belum kalau setiap aktivitas masih dijlentrehne lagi. Misalnya, memasak meliputi menyiapkan bahan-bahan, proses masak, sampai bersih-bersih dapur, dan menata hasil masakan di meja. Belum lagi nyiapin makanannya untuk setiap anggota keluarga. Kalau anaknya masih menyusui, ibu itu bisa menyelesikan pekerjaan sambil menggendong dan menyusui. Segala kerempongan di rumah itu sambung-menyambung sepanjang hari. Jadi, kalau kami dianggap cuma leyeh-leyeh di rumah, coba dibuktikan pakai CCTV, dong. Jangan cuma nyebar hoaks doang.
Yang kedua, ibu rumah tangga itu kucel, tidak seperti ibu bekerja (working mom) yang pagi-pagi udah dandan cantik dan wangi. HAHAHAHAHA. Respon untuk stigma yang kedua ya saya ketawa lagi karena saya pernah mengalami dinyinyirin begini. Lalu saya balas, “Lho jangan salah, saya kalau pagi-pagi juga dandan.”
Lha, memang benar lho, jangan mbok kira kami ini nggak bisa wangi dan syantik pagi-pagi. Jangan salah. Kami ini mantengin kanal youtube para beauty influencers juga. Pagi-pagi habis mandi, hukumnya wajib ain bagi kami menggunakan skin care routine. Menjelang tidur pun juga seperti itu, biar bangun-bangun wajah kami glowing. Kalau untuk make up, ya tentulah jangan disamakan dengan buibu yang berangkat kerja. Yakali kami beraktivitas di rumah harus pakai make up yang office look atau kayak mau kondangan. Nanti malah disangka tetangga mau ngelenong~
Yang ketiga, ibu rumah tangga itu bisanya cuma ngathung (minta duit ke suami). Hadeh. Sebenarnya di poin ketiga ini masalahnya dimana sih, kok dinyinyiri? Lha kami kan minta duit ke suami kami masing-masing. Suami sendiri. Bukan suami orang. Kok situ yang rempong?
Lagian sekarang, banyak lho ibu rumah tangga yang juga berbisnis dari rumah. Ada yang usaha kecil-kecilan untuk menyalurkan hobi sekaligus dapat duit. Ada juga yang skala besar bahkan punya brand yang dikenal. Mereka bekerja dari rumah dan banyak yang melakukaannya sendirian tanpa asisten. Kurang multitasking gimana, cobak?
Yah elek-elek gini, alhamdulillah saya buka les-lesan di rumah. Tapi ya tetap saja ada aja yang nyinyir. Lha apa maksudnya, coba? Kita ibu rumah tangga ini kan sudah rempong ngurus rumah dan anak, suruh cari duit juga, dan nggak boleh minta duit ke suami? Bukannya itu berarti suami malah tidak melakukan kewajiban memberi nafkah kepada istri?
Pada akhirnya apa pun pilihan kita pasti tetap saja ada yang berseberangan dan ada yang berkomentar buruk. Padahal sebenarnya, setiap orang memilih jalan pengabdiannya masing-masing. Saya rasa tidak perlulah saling menghakimi. Tidak usah berdebat siapa yang lebih hebat, yang penting semua membawa manfaat.
Gitu lho, sheyenggg~