Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Yang Tidak Disadari Megawati Saat Izinkan Bobby Nasution dan Gibran Jadi Politisi

Ahmad Khadafi oleh Ahmad Khadafi
12 Agustus 2020
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Megawati seolah tak menyadari risiko ketika dengan entengnya mengizinkan Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution menjadi politisi.

Setiap orang tua selalu punya keinginan anaknya jadi suksesornya di masa depan. Jika orang tua adalah pengusaha, si anak diharapkan mampu meneruskan usahanya. Jika orang tua adalah kiai, si anak diharapkan mampu meneruskan keilmuan agama orang tuanya.

Hal yang tak jauh beda dengan keluarga-keluarga pejabat di negeri ini.

Kita mengenal Megawati sebagai putri Bung Karno, Tommy Soeharto sebagai putra Soeharto, Agus Harimurti Yudhoyono sebagai putra Susilo Bambang Yudhoyono, dan banyak lagi nama-nama putra dari orang hebat terdahulu yang coba mengikuti jejak orang tuanya.

Nama-nama itu bisa dideret panjang kalau kita memasukkan anak yang jadi suksesor orang tuanya dalam dunia politik. Pun yang dilakukan oleh Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution. Putra dan menantu Presiden Joko Widodo.

Sebelum kamu menuduh rangkaian ini adalah contoh-contoh dari politik dinasti, oke, oke, mari kita bahas dulu sejenak sebelum kamu hakimi.

Boleh jadi Presiden Jokowi tak pernah sekalipun mendesak putranya, Gibran Rakabuming Raka, dan menantunya, Bobby Nasution, untuk mengikuti jejak sebagai politisi dan berpeluang jadi pejabat tinggi. Namun ketika Gibran dan Bobby ingin mengikuti jejak bapak dan mertua, tentu saja kita tak bisa salahkan Jokowi jika ada perasaan bahagia yang terpendam.

Menjadi inspirasi bagi anak sendiri dan menantu, siapa sih yang bisa menolak kebanggaan itu?

Meski, boleh jadi juga Jokowi sempat merasa risih dengan risiko tudingan politik dinasti yang tentu bakal mengikuti kebanggaan tersebut.

Namun kita semua juga tahu, Gibran dan Bobby maju bukan dari partainya Jokowi sendiri. Jokowi toh statusnya cuma petugas partai, bukan pemilik partai. Kalau ketua partai mengizinkan dan mendorong putra dan menantunya maju Pilkada, Jokowi bisa apa?

Lagian, bakal semakin sulit lagi situasinya jika keinginan menjadi pejabat ini muncul dari putra dan menantunya sendiri. Sulit. Sebab tak ada orang tua di dunia ini yang bakal tega mengubur cita-cita anaknya sendiri.

Oleh karena itu, menghadapi celaan dan kritik tajam dari masyarakat soal rencana politik dinasti, Gibran dan Bobby tetap nekat bertekad maju. Gibran di Pilihan Wali Kota Solo, Bobby di Pilihan Wali Kota Medan.

Gibran dan Bobby bukannya diam saja menghadapi tudingan dinasti politik. Gibran pernah membantah soal ini dengan membawa persepsi bahwa warga Solo boleh untuk tidak memilihnya. Lagian, Gibran juga nggak langsung jadi Wali Kota Solo kok. Begitu argumentasinya.

Ada proses pemilihan, masa kampanye, sampai perhitungan suara. Masih ada lawan dari jalur independen lagi. Masih ada pertandingannya kok. Nggak langsung menang. Meski pertandingan di Pilkada Solo ini ibarat pertandingan Real Madrid versus Persiku Kudus.

Iklan

Dari tanah Medan, Bobby pun cukup gerah dengan tudingan politik dinasti. “Saya rasa kami sebagai warga negara Indonesia juga berhak ikut (Pilkada) karena kami juga memiliki hak pilih dan hak dipilih. Jadi saya rasa itu suatu kewajaran bagi saya putra Kota Medan,” kata Bobby.

Padahal, kalau Bobby mau bilang… suatu kewajaran bagi saya putra mantu Bapak Jokowi… itu pun nggak apa-apa juga lho, Bob. Santai aja lagi, rakyat udah tahu sama tahu kok. Pengalaman bertahun-tahun diginiin soalnya.

Uniknya, kedua calon wali kota ini mendapat karpet merah dari ketua PDIP Megawati Soekarnoputri. Tak perlu ngikut aturan partai pada umumnya, semua begitu garcep mendesak calon-calon dari partai yang sudah dipersiapkan jauh-jauh hari. Pengabdian bertahun-tahun dari calon sebelumnya, lenyap karena ada calon kuat berbasis hubungan keluarga.

Dari hal itu, saya menjadi bertanya-tanya kemudian. Apakah Ibu Megawati tidak paham risiko-risiko yang bisa terjadi kalau memberi karpet merah pada keluarga “petugas partai” semacam ini? Mengingat Jokowi sendiri tak memiliki hak utuh untuk mengatur PDIP.

Soalnya, seperti yang sudah saya sampaikan di awal, bahwa setiap orang tua selalu kepengin memiliki anak yang menjadi suksesor, sejatinya Megawati pun berharap banyak pada putrinya, Puan Maharani. Yang sudah jauh lebih senior jadi politisi ketimbang Gibran dan Bobby.

Jejak langkah Puan juga sudah terlihat dalam rentang waktu 6 tahun ke belakang. Jadi Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia yang sangat zuhud sampai tidak terlihat ngapa-ngapain, sampai jadi Ketua DPR RI yang… yah, masih seperti kariernya saat menjabat sebagai menko, terlihat belum ngerjain sesuatu yang signifikan.

Padahal saya berani yakin, harapan Megawati kepada Puan, jauh lebih tinggi ketimbang harapan Jokowi kepada Bobby dan Gibran.

Jokowi tak bakal kehilangan banyak kalau misalkan salah satu antara putra atau menantunya—atau dua-duanya—tak terpilih jadi wali kota, Jokowi masih bisa santai karena tak bertaruh apa-apa. Berbeda dengan Megawati yang terlihat sudah terlihat mempersiapkan segala macam previlige untuk Puan Maharani.

Uniknya, ketika nama Puan masih belum mengembang secara sempurna, cuma jadi nama populer di kalangan internal partai sendiri, Megawati dengan langkah berani mengorbitkan seseorang dari keluarga orang lain.

Langkah yang sangat-sangat berisiko.

Kalau Gibran dan Bobby nanti terpilih di Pilkada masing-masing, lantas semakin mengembang namanya tiga atau lima tahun lagi, nama Puan Maharani akan semakin tenggelam di bawah bayang-bayang keluarga besar Joko Widodo.

Dan akan melanjutkan jejak politik ibunya sendiri, “cuma” sebagai ibu suri. Atau mungkin bisa jauh lebih buruk lagi?

BACA JUGA Politik Dinasti Memang Menyebalkan, Namun Majunya Gibran Kadang Memang Diperlukan atau tulisan POJOKAN lainnya.

Terakhir diperbarui pada 26 Agustus 2020 oleh

Tags: Bobbydinasti politikgibranMegawatiPuan Maharani
Ahmad Khadafi

Ahmad Khadafi

Redaktur Mojok. Santri. Penulis buku "Dari Bilik Pesantren" dan "Islam Kita Nggak ke Mana-mana kok Disuruh Kembali".

Artikel Terkait

Sipil Harus Saling Jaga: Saat ini, Pemerintah Semakin Kelam MOJOK.CO
Esai

Sipil Harus Saling Jaga: Saat ini, Pemerintah Semakin Kelam dan Kita Hanya Punya Satu Sama Lain

25 Maret 2025
Pakar UGM nilai, ikap Megawati atas retret: menjaga kewibawaan PDIP MOJOK.CO
Aktual

Ketundukan Kepala Daerah pada Megawati: Marwah PDIP hingga Efek Retret yang Belum Tampak Hasilnya

22 Februari 2025
Hasto Wardoyo pilih urus sampah di Kota Jogja di tengah ketidakpastian instruksi retret Megawati untuk kader PDIP MOJOK.CO
Aktual

Urus 1.600 Ton Sampah Kota Jogja di Tengah “Drama”

21 Februari 2025
Menanti keputusan Megawati yang belum pasti di DPD PDIP Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) MOJOK.CO
Aktual

Suasana Serba Tak Pasti di Kantor DPD PDIP DIY Menanti Kepastian Megawati

21 Februari 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

jogjarockarta.MOJOK.CO

Mataram Is Rock, Persaudaraan Jogja-Solo di Panggung Musik Keras

3 Desember 2025
Bencana Alam Dibuat Negara, Rakyat yang Disuruh Jadi Munafik MOJOK.CO

Bencana Alam Disebabkan Negara, Rakyat yang Diminta Menanam Kemunafikan

3 Desember 2025
Kirim anak "mondok" ke Dagestan Rusia ketimbang kuliah UGM-UI, biar jadi petarung MMA di UFC MOJOK.CO

Tren Rencana Kirim Anak ke Dagestan ketimbang Kuliah UGM-UI, Daerah Paling Islam di Rusia tempat Lahir “Para Monster” MMA

1 Desember 2025
Lulus S2 dari UI, resign jadi dosen di Jakarta. MOJOK.CO

Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar

5 Desember 2025
Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
Dari Jogja ke Solo naik KRL pakai layanan Gotransit dari Gojek yang terintegrasi dengan GoCar. MOJOK.CO

Sulitnya Tugas Seorang Influencer di Jogja Jika Harus “Ngonten” ke Solo, Terselamatkan karena Layanan Ojol

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.