Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Selo dengan MUI Jatim yang Imbau Muslim Agar Tak Salam Pakai ‘Namo Buddhaya’ atau ‘Om Swasti Astu’

Ahmad Khadafi oleh Ahmad Khadafi
11 November 2019
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – MUI Jatim imbau pejabat muslim dan umat muslim secara umum, agar tak ucapkan salam agama lain. Seperti “Namo Buddhaya” atau “Om swasti astu”.

Bahan ghibah muncul lagi seusai beredar sebuah surat dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur yang berisi imbauan umat Islam—terutama pejabat—agar tidak mengucapkan salam dari agama lain. Tak pelak di linimasa media sosial saya, netizen yang terhormat segera nyinyirin imbauan MUI Jatim tersebut.

Jika wajarnya pejabat di Indonesia hanya menyampaikan “Assalamu’alaikum” atau “selamat pagi/siang/sore”, harus diakui belakangan ini mulai muncul tren untuk menyelipkan juga salam “Namo buddhaya” yang biasa diucapkan umat Buddha dan “Om swasti astu” yang biasa diucapkan penganut Hindu. Nah, menurut MUI Jatim, ucapan ini sama dengan berdoa ke Tuhan yang lain.

Dalam surat edarannya pada poin 5 (dari 8 poin yang ditekankan). MUI Jatim menilai bahwa “Namo buddhaya” yang berarti “terpujilah Sang Buddha” merupakan ungkapan spesifik untuk Sidharta Gautama, Sang Buddha. Sedangkan “Om” pada “Om swasti astu” merujuk hanya pada “Sang Hyang Widhi”, yang dianggap khusus penyebutan untuk Tuhan bagi agama Hindu.

Meski begitu MUI Jatim juga tidak sampai menyebut haram atas salam ini, melainkan membebani hukum “bid’ah” karena tak pernah dilakukan pada masa lalu, serta mengandung nilai syubhat yang baiknya dihindari.

Menurut Ketua MUI Jatim, KH. Abdusshomad Buchori, surat tersebut memang hasil resmi dari rekomendasi Rapat Kerja Nasional (Rakernas) MUI di Nusa Tenggara Barat, 11-13 Oktober 2019 silam.

“Ini (hasil) pertemuan MUI di NTB ada rakernas rekomendasinya, itu tidak boleh salam sederet itu semua agama yang dibacakan oleh pejabat,” kata Abdusshomad seperti diberitakan CNN Indonesia.

“Salam, Assalamu’alaikum itu doa, salam itu termasuk doa dan doa itu ibadah. Sehingga kalau saya menyebut Assalamu’alaikum itu doa semoga Allah SWT memberi keselamatan kepada kamu sekalian dan itu salam umat Islam,” katanya lagi.

Hal ini semakin ditegaskan oleh Sekjen MUI, Anwar Abbas, yang menilai kalau imbauan ini telah sesuai dengan Al-Quran dan Hadist.

“Oleh karena itu, seorang muslim harus berhati-hati di dalam berdoa dan jangan sampai dia melanggar ketentuan yang ada karena ketika dia berdoa maka dia hanya akan berdoa dan akan meminta pertolongan dalam doanya tersebut hanya kepada Allah SWT saja, tidak boleh kepada lainnya,” kata Anwar Abbas.

“Oleh karena itu, kalau ada orang Islam dan orang yang beriman kepada Allah berdoa dan meminta pertolongan kepada selain Allah SWT, maka murka Tuhan pasti akan menimpa diri mereka,” tambahnya.

Jika menilisik lebih dalam lagi, perbedaan mereka yang tidak sepakat dengan imbauan MUI Jatim ini terletak pada beda tafsir soal salam agama lain yang dianggap mengimani Tuhan yang lain pula.

Tentu saja, berdoa kepada selain Allah itu haram hukumnya dalam Islam. Tak ada perbedaan soal ini. Hanya saja, apakah mengucapkan salam menggunakan cara agama lain dianggap mengamini Tuhan di agama lain? Nah, itulah yang kemudian jadi perdebatan netizen kita.

Iklan

Bagi mereka yang menilai salam “Namo buddhaya” dan “Om swasti astu” dianggap sama dengan berdoa ke Tuhan yang lain, ya silakan kalau menilainya sebagai bagian dari syirik. Namun, bagi yang merasa ucapan itu hanya berhenti di bibir dan kalimat salam itu tak pernah menggoyahkan iman sama sekali, ya masuk akal juga alasannya.

Seperti misalnya, MUI Jatim mendefinisikan “Namo buddhaya” merupakan bagian dari pengakuan Buddha sebagai Tuhan. Siapa saja yang mengucapkan itu, bahkan tanpa pretensi apa-apa di dalam hatinya, ya dikhawatirkan malah jadi berdoa ke Tuhan selain Allah.

Tentu saja bagi mereka yang tak sependapat dengan imbauan ini menilai kalau memuji seorang tokoh sejarah seperti Sidharta Gautama, tak berarti kemudian otomatis jadi mengimani Sang Buddha jadi Tuhannya.

Sama seperti kata mantra pada “Om” dalam “Om swasti astu” yang dianggap merupakan representasi dari “Sang Hyang Widhi”, tidak otomatis ketika saya—misalnya—menuliskan itu di sini, atau menyampaikannya ke penganut agama Hindu mendadak jadi mengimani Tuhan mereka bukan?

Di sisi lain, sebenarnya tak perlu ngegas pula mendengar imbauan ini. Apalagi keputusan MUI Jatim ini sifatnya juga saran, tidak mengikat, dan tidak sampai mengarah ke fatwa haram. Iya dong, kan jelas surat edarannya di sana tertulis “bid’ah” dan “syubhat”.

Kalau mau dijalankan asalkan paham dengan segala konsekuensinya, ya monggo, mau lebih berhati-hati mengindari salam itu juga monggo. Sing paling penting ojo podo jotos-jotosan yo, Mas, yo?

Kecuali kalau situ merasa jempol di media sosial diciptakan sebagai cara untuk baku pukul menggunakan kata-kata, ya itu terserah situ saja. Saya mah ogah ikut-ikutan.

BACA JUGA Sulitnya Hadapi Anak yang Pernah Beragama Kristen, Hindu, Buddha, Lalu Islam atau tulisan AHMAD KHADAFI lainnya.

Terakhir diperbarui pada 11 November 2019 oleh

Tags: fatwaharamMUI Jatimsalam
Ahmad Khadafi

Ahmad Khadafi

Redaktur Mojok. Santri. Penulis buku "Dari Bilik Pesantren" dan "Islam Kita Nggak ke Mana-mana kok Disuruh Kembali".

Artikel Terkait

Komunitas Sanggar Alam: Sekolah Alternatif yang Menjadi Ruang Hidup
Video

Komunitas Sanggar Alam: Sekolah Alternatif yang Menjadi Ruang Hidup

4 Oktober 2025
SALAM, sekolah di Jogja. MOJOK.CO
Ragam

Alasan Orang Tua di Jogja Tidak Memasukkan Anaknya ke Sekolah Formal karena Sistem Pendidikan Indonesia Tidak Berubah

24 Juli 2025
Sanggar Anak Alam (SALAM) di Kabupaten Bantul melawan pendidikan di Indonesia. MOJOK.CO
Ragam

SALAM: Sekolah yang Berontak karena Masalah Pendidikan di Indonesia tapi Sering Dikira Tempat Wisata Edukasi

24 Juli 2025
mainan capit boneka haram mojok.co
Kilas

Ada Unsur Perjudian, Mainan Capit Boneka Dinyatakan Haram

22 September 2022
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Wisata Pantai Bama di Taman Nasional Baluran, Situbondo: Indah tapi waswas gangguan monyet MOJOK.CO

Pantai Bama Baluran Situbondo: Indah tapi Waswas Gangguan Monyet Nakal, Itu karena Ulah Wisatawan Sendiri

25 Desember 2025
Event seni budaya jadi daya tarik lain wisata ke Kota Semarang selama libur Nataru MOJOK.CO

Libur Nataru: Ragam Spot Wisata di Semarang Beri Daya Tarik Event Seni-Budaya

26 Desember 2025
elang jawa.MOJOK.CO

Kala Sang Garuda Diburu, Dimasukkan Paralon, Dijual Demi Investasi dan Klenik

27 Desember 2025
Orang tak enakan jadi debt collector: Bukannya nagih utang malah kasih uang, kerja bukannya nikmati gajian malah boncos kena potongan MOJOK.CO

Orang Tak Tegaan Jadi Debt Collector: Tak Tagih Utang Malah Sedekah Uang, Tak Nikmati Gaji Malah Boncos 2 Kali

30 Desember 2025
Didikan bapak penjual es teh antar anak jadi sarjana pertama keluarga dan jadi lulusan terbaik Ilmu Komunikasi UNY lewat beasiswa KIP Kuliah MOJOK.CO

Didikan Bapak Penjual Es Teh untuk Anak yang Kuliah di UNY, Jadi Lulusan dengan IPK Tertinggi

29 Desember 2025
Nonton Olahraga Panahan. MOJOK.CO

Sempat “Ngangong” Saat Pertama Kali Nonton Olahraga Panahan, Ternyata Punya Teropong Sepenting Itu

25 Desember 2025

Video Terbaru

Toko Buku dan Cara Pelan-Pelan Orang Jatuh Cinta Lagi pada Bacaan

Toko Buku dan Cara Pelan-Pelan Orang Jatuh Cinta Lagi pada Bacaan

28 Desember 2025
Natal dan Harapan yang Tak Datang dari Keheningan

Natal dan Harapan yang Tak Datang dari Keheningan

25 Desember 2025
Petung Jawa dan Seni Berdamai dengan Hidup

Petung Jawa dan Seni Berdamai dengan Hidup

23 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.