Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Proses Hukum Prabowo Subianto soal Tampang Boyolali Agak Berlebihan

Ahmad Khadafi oleh Ahmad Khadafi
5 November 2018
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Pelaporan Prabowo Subianto karena kasus “tampang Boyolali” ini akan bikin kita terbiasa untuk dikit-dikit lapor, dikit-dikit pidana, dikit-dikit ke polisi. Musyawarahnya mana?

Seorang warga Boyolali melaporkan Prabowo Subianto ke Polda Metro Jaya beberapa waktu silam. Sebagai warga Boyolali, Dakun—nama pelapor—merasa tersinggung dengan ucapan Prabowo.

“Saya asli dari Boyolali. Kami merasa tersinggung dengan ucapan Pak Prabowo, bahwa masyarakat Boyolali itu kalau masuk mal atau masuk hotel itu diusir karena tampangnya itu tampang Boyolali,” kata Dakun usai melakukan laporan ke kepolisian.

Respons Dakun ini merupakan salah satu tanggapan dari beberapa warga Boyolali yang tersinggung dengan ucapan Prabowo—selain aksi demonstrasi beberapa waktu silam yang diikuti juga oleh beberapa pejabat daerah.

Bermaksud bercanda dengan tim kampanyenya di Boyolali, Prabowo memang lumayan keblabasan ketika menyinggung warga Boyolali—yang ironisnya justru merupakan pendukungnya sendiri—sebagai tampang “tidak kaya”.

Masalahnya, video yang tersebar di media sosial itu memang tak utuh. Ada saja tangan-tangan orang jahil yang memotong video sehingga menghilangkan substansi apa yang hendak Prabowo sampaikan. Jika melihat video secara utuh, kita sebenarnya bisa saja memahami bahwa maksud Prabowo adalah ada bias ekonomi di masyarakat kita—wabilkhusus bagi warga kelas menengah ke bawah.

Apa yang disasar Prabowo sebenarnya soal keadilan dan kemakmuran yang merata. Paling tidak usai mengucapkan mengenai tampang Boyolali, Prabowo lalu melanjutkan, “Saya sebagai prajurit, saya lihat kok negara saya bukan milik rakyat saya?”

Ada kegetiran yang ingin disampaikan. Narasinya kira-kira begini: Kalian nggak bisa masuk di mal atau hotel karena kalian miskin dan punya tampang Boyolali, nah, sebagai seorang prajurit saya jadi bertanya, untuk apa saya berjuang kalau negara ini tidak bisa dimiliki oleh warganya sendiri?

Lalu pertanyaannya: apakah warga Boyolali nggak berhak marah kalau dijadikan sebagai “contoh” kemiskinan tersebut?

Jawabnya: ya, sangat berhak.

Kalau kemudian Prabowo beralasan bahwa ucapan ini disampaikan cuma bagian dari bercandaan apakah bisa diterima?

Yah, sebagian orang bisa saja menerima, tapi akan lebih banyak orang yang nggak terima.

Alasannya sederhana, karena Prabowo memberi batas antara “aku” dan “warga Boyolali”. Dalam proses bercandaan itu terasa fatal karena Prabowo tidak menempatkan diri sebagai bagian dari yang dijadikan contoh. Tidak meleburkan dirinya sebagai bagian dari orang yang merasakan masalah yang dialami oleh warga pemilihnya, tapi malah mengambil jarak jadi semacam: aku bisa masuk hotel, kalian tidak.

Hal-hal yang sebenarnya juga dilakukan oleh Sandiaga Uno ketika blusukan ke pasar. Jika Sandi secara fisik sudah melebur dan mencoba membaur dengan masyarakat, akan tetapi mental elite-nya masih betul-betul kelihatan. Tempe setipis atm dan sebagainya jadi pagelaran paripurna bahwa Sandi sering salah tingkah menempatkan mentalitas “orang kaya”-nya menghadapi calon pemilihnya yang rata-rata orang miskin itu. Padahal bisa jadi Sandi cuma berupaya bikin materi lucu-lucan saja.

Iklan

Pada akhirnya, jika Prabowo di wilayah salah omong, Sandi malah berada di wilayah salah tingkah. Duet yang jelas begitu sempurna untuk digoreng untuk para lawan politiknya.

Masalah akan semakin runyam karena batasan kelas sosial ini tidak juga dileburkan dengan apik oleh tim sukses Prabowo-Sandi. Pada beberapa situasi malah jadi rawan dianggap melecehkan. Tentu saja karena pihak yang bercanda posisinya betul-betul kelihatan “lebih tinggi” ketimbang bahan yang dikomentari.

Saya bisa kasih analogi seperti ini: bagi orang tampan, mengejek atau bercanda ke orang jelek itu bisa jadi masalah besar. Itu seperti halnya orang kulit putih membercandai orang kulit hitam. Bisa jadi pertengkaran hebat kalau hal semacam itu terjadi.

Tapi jika dibalik, semua akan baik-baik saja pada titik tertentu. Misalnya; ada orang kulit hitam bercanda dengan ngejek orang kulit putih, orang bodoh bercanda mengejek orang pintar, atau orang gendut bercanda dengan ngejek orang kurus.

Arie Kriting atau Abdur yang merupakan komika dari wilayah Indonesia Timur akan baik-baik saja kalau dia mengejek infrastruktur di Jawa lebih bagus ketimbang di kampung halamannya. Tapi jika Pandji Pragiwaksono yang notabene orang Jakarta, mengejek kondisi di wilayah Timur, nah itu yang akan jadi masalah besar. Dan untuk contoh paling bombastis tentu saja Ahok, yang bercanda di ranah yang secara endemik dia tidak ada di sana dengan memakai materi ayat Al-Maidah dari kelompok Islam.

Uniknya, ada gejala yang sama antara kasus Ahok dengan Prabowo saat ini. Ada pidato yang kontroversial, lalu video dipotong pada bagian paling kontroversial kemudian disebar di sosial media. Bagi saya, bila nanti Prabowo memang harus diproses secara hukum, pemotong video juga harus punya porsi yang sama seperti Buni Yani. Karena dia adalah sosok yang dengan sadar memotong sebuah konten keluar dari konteksnya—meski kontennya sendiri sudah benar-benar bermasalah.

Sama seperti Ahok, Prabowo membercandai orang yang berbeda wilayah dengan dirinya. Lebih parah wilayah ini dicitrakan punya “kasta” yang lebih rendah dari dirinya. Sekarang saya coba tanya, mana ada ceritanya Prabowo pernah diusir dari hotel berbintang karena dianggap miskin atau karena punya tampang Boyolali (juga)?

Terlepas dari hal itu, membawa salah omong bercandaan Prabowo ke ranah hukum sebenarnya adalah upaya yang agak berlebihan juga—kalau kita mau berpikir baik-baik. Sebab, pihak yang melaporkan seolah sudah mengamini bahwa perkara apa saja di Indonesia tidak bisa diselesaikan dengan baik-baik dan musyawarah lebih dulu.

Saya khawatir, hal semacam ini akan membuat kita terbiasa untuk dikit-dikit lapor, dikit-dikit pidana, dikit-dikit ke polisi. Seolah segala macam persoalan tidak bisa dibicarakan baik-baik terlebih dahulu dan hanya palu hakim yang bisa menyelesaikannya. Tentu saja ini akan jadi pengecualian kalau—misalnya—Prabowo tidak mau minta maaf dan bersikeras tidak merasa bersalah karena merasa sebagai korban dari isu yang dipelintir secara politis.

Kalau pun akhirnya Prabowo nanti minta maaf, paling pihak lawan juga bakal komentar, “Iya kita maafkan, tapi biarkan proses hukum tetap berjalan.”

Terakhir diperbarui pada 6 November 2018 oleh

Tags: ahokPandji PragiwaksonopolitisprabowoSandiaga Unotampang boyolali
Ahmad Khadafi

Ahmad Khadafi

Redaktur Mojok. Santri. Penulis buku "Dari Bilik Pesantren" dan "Islam Kita Nggak ke Mana-mana kok Disuruh Kembali".

Artikel Terkait

Bencana Alam Dibuat Negara, Rakyat yang Disuruh Jadi Munafik MOJOK.CO
Esai

Bencana Alam Disebabkan Negara, Rakyat yang Diminta Menanam Kemunafikan

3 Desember 2025
kapitalisme terpimpin.MOJOK.CO
Ragam

Bahaya Laten “Kapitalisme Terpimpin” ala Prabowonomics

21 Oktober 2025
Hentikan MBG! Tiru Keputusan Sleman Pakai Duit Rakyat (Unsplash)
Pojokan

Saatnya Meniru Sleman: Mengalihkan MBG, Mengembalikan Duit Rakyat kepada Rakyat

19 September 2025
Video Prabowo Tayang di Bioskop Itu Bikin Rakyat Muak! MOJOK.CO
Aktual

Tak Asyiknya Bioskop Belakangan Ini, Ruang Hiburan Jadi Alat Personal Branding Prabowo

16 September 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
Kirim anak "mondok" ke Dagestan Rusia ketimbang kuliah UGM-UI, biar jadi petarung MMA di UFC MOJOK.CO

Tren Rencana Kirim Anak ke Dagestan ketimbang Kuliah UGM-UI, Daerah Paling Islam di Rusia tempat Lahir “Para Monster” MMA

1 Desember 2025
Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

2 Desember 2025
Bioskop NSC Rembang, bangunan kecil di tanah tandus yang jadi hiburan banyak orang MOJOK.CO

Bioskop NSC Rembang Jadi Olok-olokan Orang Sok Kota, Tapi Beri Kebahagiaan Sederhana

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.