Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Menjadi Guru Terbaik Untuk Anak itu dengan Contoh, bukan Nasihat

Ahmad Khadafi oleh Ahmad Khadafi
2 Februari 2019
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Anak merupakan seorang peniru yang sangat mengerikan. Hal ini bikin setiap orang tua tidak bisa sembarangan berperilaku di hadapan si anak.

Guru terbaik seorang anak itu yang pertama ibunya, yang kedua bapaknya. Dulu saya tahu betul premis itu. Bahkan nggak cuma tahu, saya hapal luar kepala sampai merasa itu merupakan ungkapan klise mirip kayak jargon kampanye Jokowi atau Prabowo. Bosen.

Akan tetapi, saya baru paham, yang klise-klise ketika jadi kalimat wejangan, tetap menakjubkan ketika beneran kejadian.

Harus saya akui, saya beruntung lahir di keluarga yang punya kedisiplinan ibadah cukup serius. Paling tidak untuk perkara salat lima waktu.

Saya ingat waktu kecil, bagaimana ibu atau bapak saya akan marah luar biasa kalau tahu saya terlambat melaksanakan salat. Itu baru terlambat lho, belum sampai meninggalkan. Wah kalau sampai meninggalkan saya bisa disate idup-idup.

Kadang saya juga agak sedih ketika melihat teman-teman saya yang tidak lahir dari keluarga seperti saya. Maksudnya, bukan dari keluarga yang secara sadar mendidik anaknya untuk taat. Bagi beberapa orang, kebiasaan ini memang nggak ada keren-kerennya sama sekali.

Soalnya tidak sedikit lho orang yang awalnya tidak terbiasa melakukan salat, lalu mendadak jadi taat terus jadi rutin salat lalu diejek teman-teman di lingkungannya. Dianggap sok alim, dianggap sedang punya masalah besar, bahkan kadang dianggap ikut aliran nggak jelas.

Sial sekali, betapa beratnya mereka untuk berubah jadi lebih baik. Hal yang untungnya tidak pernah saya alami.

Saya cukup beruntung karena dalam tumbuh kembang ketika dari anak ke remaja saya berada di keluarga yang agak ketat soal perkara-perkara semacam ini. Hal yang sampai sekarang bikin aktivitas salat seperti makan, pipis, mandi saja. Kalau tidak dilakukan rasanya ada yang mengganjal.

Kalau dulu tidak melakukan karena takut kena gampar, sekarang ya badan ini secara otomatis akan berontak justru ketika tidak melakukannya.

Bukan, bukan karena takut dosa atau kepingin nabung banyak pahala. Ya karena ini rutinitas harian yang jadi gerak refleks saja. Itulah kenapa saya sering menegur istri saya kalau mengingatkan ibadah-ibadah “menjanjikan” hal-hal fantastis.

“Yah, puasa sunnah yang ini, nanti dosa selama satu tahun diampuni lho.”

“Yah, puasa sunnah yang itu beberapa hari, nanti dapat pahala dunia seisinya lho.”

Saya cuma mbalas, “Masa kamu yang dah ngaji bertahun-tahun gitu masih kayak anak lahir kemarin yang apa-apa butuh diiming-imingi tho, Nduk.”

Iklan

“Diiming-imingi piye tho, Mas?”

“Yo iming-iming. Kayak bocah kalau nggak puasa full nggak dapat angpau lebaran. Itu iming-iming, namanya.”

“Lha kan emang ada dalilnya,” kata istri saya.

“Tapi manusia diciptakan buat ngibadah itu dalil utamanya. Iming-iming kayak gitu kan emang promonya. Masa kita masih butuh promo?”

“Lho tapi kan nggak apa-apa mikir kayak gitu?”

“Ya nggak apa-apa. Siapa yang ngelarang. Namanya promo, diskon dosa, cahsback pahala, keep surga, itu penting juga. Tapi kan bukan yang terpenting. Nggak apa-apa dipakai pertama-tama, tapi kalau tiap belanja ngarepin hal-hal kayak gitu. Lama-lama khawatirnya malah nggak dapat apa-apa. Ya kali ada toko buka promo terus.”

Istri saya cuma ngekek.

Lebih ngekek lagi ketika tahu Skala, nama anak saya yang belum genap berusia dua tahun, pada suatu malam tiba-tiba bangun sendiri tanpa menangis. Lalu tertatih-tatih berjalan menuju sajadah. Awalnya saya pikir anak saya ingin mengambil sesuatu, tapi dia lalu berdiri di atas sajadah terdiam melamun sebentar lalu memulai gerakan-gerakan familiar.

Skala belum tahu dosa, belum tahu apa itu pahala, bahkan nggak tahu ada keyakinan bahwa ada neraka, ada surga. Mendadak, Skala melakukan gerakan-gerakan salat serta merta. Tulus begitu saja. Tanpa rencana, tanpa bertanya, dan bahkan tanpa ingin mengganggu tidur kedua orang tuanya—meski sebenarnya saya sudah terjaga di belakangnya.

Dan satu hal yang jelas, saya yakin Skala belum tahu melakukan gerakan itu untuk “Siapa”.

Ketika melihat Skala melakukan itu semua tanpa harapan apa-apa, entah kenapa saya merasa bahwa seperti itulah seharusnya seseorang melakukan ibadah. Tanpa pengharapan apa-apa, tanpa meminta pahala, tanpa perasaan takut neraka.

Melihat itu, saya senang bercampur geli saja rasanya.

Lalu mendadak muncul satu pesan saya untuk disimpan buat Skala, anak saya, nanti dewasa karena melihat gerakan-gerakannya ini.

“Nak, jadi uswatun hasanah saja dulu aja. Kasih contoh. Nggak usah kebanyakan maidhoh hasanah. Kasih banyak wejangan. Orang yang ngikut dari contoh barangkali nggak bakal sebanyak orang yang jago kasih ceramah, tapi yakin sama bapakmu ini, orang yang ikut dari contoh bakal jauh lebih tulus.”

Kalau Skala lalu tanya, “Ah, masa iya bapak ni. Emang ada buktinya?”

“Ya kamu itu buktinya.”

Terakhir diperbarui pada 2 Februari 2019 oleh

Tags: anakceramahcontohdosagurunerakasalat
Ahmad Khadafi

Ahmad Khadafi

Redaktur Mojok. Santri. Penulis buku "Dari Bilik Pesantren" dan "Islam Kita Nggak ke Mana-mana kok Disuruh Kembali".

Artikel Terkait

Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO
Ragam

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
Guru tak pernah benar-benar pulang. Raga di rumah tapi pikiran dan hati tertinggal di sekolah MOJOK.CO
Ragam

Guru Tak Pernah Benar-benar Merasa Pulang, Raga di Rumah tapi Pikiran dan Hati Tertinggal di Sekolah

8 November 2025
Pemkot Semarang dorong dukungan finansial layak untuk guru agama, marbot, hingga pemandi jenazah MOJOK.CO
Kilas

Mendorong Dukungan Finansial Layak untuk Guru TPQ, Marbot, hingga Pemandi Jenazah: Selama Ini Berkontribusi Nyata tapi Terabaikan

23 September 2025
Ketulusan guru di Sekolah Gajahwong Jogja. MOJOK.CO
Liputan

7 Tahun Mengabdi Jadi Guru di Jogja, Tak Tega Melihat Realita Siswa Putus Sekolah meski Diri Sendiri Tidak Sejahtera

9 September 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
Warung makan gratis buat Mahasiswa Asal Sumatra yang Kuliah di Jogja. MOJOK.CO

5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana

4 Desember 2025
'Aku Suka Thrifting': Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism.MOJOK.CO

‘Aku Suka Thrifting’: Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism

1 Desember 2025
Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

30 November 2025
musik rock, jogjarockarta.MOJOK.CO

JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan

5 Desember 2025
Gowes Ke-Bike-An Maybank Indonesia Mojok.co

Maybank Indonesia Perkuat Komitmen Keberlanjutan Lewat Program Gowes Ke-BIKE-an

29 November 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.