Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai Khotbah

Sebagaimana Air Mani yang Suci Tapi Tak Bisa Dibilang Bersih, Kotor Juga Beda dengan Najis

Ahmad Khadafi oleh Ahmad Khadafi
12 Juli 2019
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Melihat ada orang yang memakai pakaian kotor di masjid kampung, Mas Is mencak-mencak. Dikiranya orang ini sudah bikin masjidnya kena najis. Puadahal….

Usai salat jamaah di masjid, Mas Is terlihat tidak senang ketika melihat seorang makmum masbuk di saf paling belakang. Bukan apa-apa, pakaian yang dikenakan si makmum ini tampak kotor kalau diperhatikan.

Kelihatan betul kalau si makmum seorang montir atau seseorang yang habis memperbaiki kendaraannya. Kaos yang dikenakan terlihat kena cipratan oli, pun dengan celana yang dipakai.

Merasa si makmum tidak menghormati tempat ibadah karena memakai pakaian kotor, Mas Is menunggu si makmum selesai salat. Begitu si makmum salam, tanpa tedeng aling-aling Mas Is segera mendekat.

“Mas, sampeyan yang benar saja. Kotor begitu kok masuk masjid? Mau bikin najis masjid kami ya?” kata Mas Is emosi.

Si makmum yang baru salam tentu saja terkejut luar biasa.

“Maaf, Mas, Maaf,” kata si makmum.

“Maaf, maaf, ndiasmu. Sampeyan itu mbok ganti baju dulu atau gimana? Baju habis buat mbengkel kok dipakai salat. Udah salatmu nggak sah, bikin najis masjid lagi,” kata Mas Is.

Mendengar ribut-ribut di belakang, Kiai Kholil yang tadi jadi imam salat mendekat.

“Ada apa sih, Is, kok ribut-ribut begini?” tanya Kiai Kholil.

“Ini lho Pak Kiai, mas-mas ini salat di masjid kita kok pakai pakaian najis dan kotor begini. Ini kan bikin najis satu masjid,” kata Mas Is coba menjelaskan.

Si makmum yang ditegur Mas Is ketakutan.

“Maaf, Pak Kiai, maaf,” kata si makmum, “Saya benar-benar nggak bermaksud mau ngotori masjid. Tadi kebetulan mobil pick up saya mogok nggak jauh dari sini. Lalu saya coba benerin, eh nggak berapa lama saya denger azan, ya saya sekalian salat di sini. Jadi maaf kalau baju saya kotor begini.”

Kiai Kholil tersenyum mendengarnya. Lalu pandangannya mengarah tajam ke Mas Is.

Iklan

“Is, tahu darimana kamu kalau mas-mas ini pakaiannya najis?” tanya Kiai Kholil tiba-tiba.

“Ya kelihatan to, Pak Kiai. Ini kaosnya kena ciprat oli. Ini kan bisa ngotori karpet masjid kita. Bikin orang yang salat setelahnya bisa-bisa nggak sah dong. Ini kan najis semua, Pak Kiai,” kata Mas Is sambil menunjuk-nunjuk lantai masjid.

Kiai Kholil lagi-lagi tersenyum.

“Is, sejak kapan barang kotor itu pasti najis?” tanya Kiai Kholil tiba-tiba.

“Lha iya to, Pak Kiai? Barang najis itu kan pasti kotor?” tanya Mas.

“Hm, bukan begitu pertanyaan saya, Is. Pertanyaan saya, apa barang kotor itu sudah pasti najis?” tanya Kiai Kholil lagi.

Mas Is berpikir sejenak.

“Gimana sih Pak Kiai? Bukannya pertanyaan saya tadi sama saja ya?” tanya Mas Is.

Kiai Kholil lagi-lagi tersenyum. Si makmum cuma terdiam menyaksikan perdebatan yang terjadi di hadapannya.

“Barang najis itu memang sudah pasti kotor, itu jawaban untuk pertanyaanmu. Sekarang pertanyaan saya; apa kemudian semua barang kotor pasti najis?” tanya Kiai Kholil, sekali lagi.

Mas Is berpikir sejenak.

“Hm, memang nggak semua yang kotor itu najis ya, Pak Kiai?” tanya Mas Is.

“Sekarang begini. Debu itu kotor, Is, tapi bisa dipakai untuk tayamum. Artinya, meski kotor, ternyata debu itu malah suci. Ini sama seperti jaring laba-laba, sarang tawon, sarang rayap. Manusia melihatnya sebagai sesuatu yang kotor, tapi bukan berarti semua itu najis. Tapi kalau barang najis, ya itu otomatis kotor. Nggak semua yang kotor itu najis, tapi semua yang najis itu kotor,” terang Kiai Kholil.

Mas Is manggut-manggut mendengarnya. “Oalah, begitu to.”

Tapi Mas Is tampak penasaran. “Itu kan kalau najis, Pak Kiai. Berarti antara suci sama bersih, begitu juga dong?”

“Iya sama aja logika fikihnya. Ya kayak contoh debu tadi. Hal-hal yang bersih itu belum tentu suci, tapi barang suci sudah pasti bersih,” kata Kiai Kholil.

“Oh, berarti barang suci juga termasuk sudah pasti halal juga ya Pak Kiai?” tanya si makmum tiba-tiba, ikut penasaran.

“Maksudnya, Mas?” tanya Kiai Kholil.

“Maksudnya gini Pak Kiai, semua makanan halal itu kan suci. Nah, kalau gitu—ini saya penasaran saja Pak Kiai, mumpung ada orang yang bisa ditanya-tanya—kalau misalnya, maaf ini, air mani yang suci gitu kan kotor ya, tapi karena suci berarti halal dong dimakan. Iya kan?” tanya si makmum.

Mas Is terkejut mendengar pertanyaan itu. “Hm, bener juga ya. Iya, Pak Kiai. Kalau itu gimana?”

Kiai Kholil tak menjawab langsung. Tiba-tiba Kiai Kholil ngeloyor pergi menuju tempat imam, lalu mengambil sajadahnya. Mas Is dan si makmum celingak-celinguk bingung.

Tiba-tiba Kiai Kholil nyodori sajadah itu di hadapan Mas Is dan si makmum. Keduanya semakin bingung.

“Maksudnya apa, Pak Kiai?” tanya Mas Is.

“Silakan kalian makan sajadah ini,” kata Kiai Kholil.

Tiba-tiba terdengar tawa yang keras dari si makmum. Mas Is bingung, apa yang ditertawakan.

“Maksudnya gimana sih? Kok saya nggak paham?” tanya Mas Is.

“Sajadah ini suci lho, Is. Coba kamu makan. Kamu doyan nggak kira-kira? Bisa kamu telen nggak kira-kira?” kata Kiai Kholil.

Mas Is lalu ikut tertawa.

“Logika fikih untuk halal dan haram ya hampir sama saja. Yang halal dimakan itu sudah pasti suci, tapi bukan berarti yang suci itu otomatis halal dimakan. Ini baru sajadah. Belum dengan lantai masjid, bedug, karpet masjid, itu semua suci, tapi apa iya halal dimakan? Kan nggak?” kata Kiai Kholil yang disambut tawa oleh Mas Is dan si makmum.

“Itu juga terjadi untuk barang haram. Nggak semua barang haram itu najis. Misalnya nasi kucing yang dibeli pakai duit hasil nyolong. Ya nasi kucingnya suci, tapi jadi haram. Meski begitu, semua barang najis itu sudah pasti haram,” kata Kiai Kholil.

“Contohnya apa memang Pak Kiai kalau semua barang najis pasti haram?” tanya Mas Is.

“Ya eek-mu itu contohnya.”

Mas Is dan si makmum kembali tertawa.

Terakhir diperbarui pada 12 Juli 2019 oleh

Tags: air manifikihnajisSUCI
Ahmad Khadafi

Ahmad Khadafi

Redaktur Mojok. Santri. Penulis buku "Dari Bilik Pesantren" dan "Islam Kita Nggak ke Mana-mana kok Disuruh Kembali".

Artikel Terkait

NU Hadapi Dunia Metaverse: Melihat Fikih Bekerja di Semesta para Avatar. (Mojok.co / Ega Fansuri).
Esai

NU Hadapi Dunia Metaverse: Melihat Fikih Bekerja di Semesta para Avatar

9 Januari 2022
Bagi Driver Ojol, Dengar Azan Itu Sholat Jamaah Dulu atau Antar Orderan Dulu?
Khotbah

Bagi Driver Ojol, Dengar Azan Itu Sholat Jamaah Dulu atau Antar Orderan Dulu?

26 November 2021
Pojokan

Apa Hukum Mengganti Mandi Junub dengan Mandi Bola? Dan Pentingnya Bertanya Kreatif untuk Paham Logika Fikih

27 Maret 2021
Kalau Anjing Itu Najis dan Kamu Jadi Benci, Kenapa Kamu Nggak Benci Isi Perutmu Sendiri Viral Video Penyiksaan Anjing oleh Aparat Aceh Singkil, Disebut Terkait Wisata Halal mojok.co
Khotbah

Kalau Anjing Itu Najis dan Kamu Jadi Benci, Kenapa Kamu Nggak Benci Isi Perutmu Sendiri?

26 Februari 2021
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Bioskop NSC Rembang, bangunan kecil di tanah tandus yang jadi hiburan banyak orang MOJOK.CO

Bioskop NSC Rembang Jadi Olok-olokan Orang Sok Kota, Tapi Beri Kebahagiaan Sederhana

1 Desember 2025
Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
banjir sumatra.mojok.co

Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?

4 Desember 2025
8 tahun merantau di Jakarta akhirnya resign. MOJOK.CO

Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama

4 Desember 2025
Judi Online, judol.MOJOK.CO

Pengalaman Saya 5 Tahun Kecanduan Judol: Delusi, bahkan Setelah Salat pun Doa Minta Jackpot

2 Desember 2025
Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

30 November 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.