[MOJOK.CO] “Jawab dulu tebak-tebakannya baru pecahkan jendela, eh baca mopnya.”
Harga Mi
Pukul 11 malam, tetiba perut Ungke keroncongan. Dia lalu menuju meja makan dan tidak menemukan apa pun di sana.
Ungke lantas menuju warung terdekat, warung milik Om Alo, yang ternyata sudah ditutup. Karena langganan, ia yakin Om Alo pasti bangun, maka Ungke ketuk saja itu pintu warung. Tok, tok, tok….
“Sapa itu?” teriak Om Alo dari dalam warung.
“Ungke, mo babeli Supermi,” jawab Ungke sambil merogoh saku celananya. Ternyata uangnya tinggal seribu.
“Supermi rasa kari ayam berapa, Om?” tanya Ungke.
“Tiga ribu.”
“Kalu rasa soto ayam?”
“Dua ribu lima ratus,” jawab Om Alo masih dari dalam warung. Ia belum membuka pintu, menunggu Ungke habis bertanya.
“Kita pe doi tinggal saribu, Om. Supermi rasa apa yang harga saribu?”
Kesal dengan pertanyaan Ungke, Om Alo yang sudah mengantuk itu menjawab, “Rasa tahi ayam!”
Mumi
Ungke dan Utu pergi ke museum untuk melihat mumi yang sedang dipamerkan.
“Ngana so pernah lia mumi?” tanya Utu.
“Belum pernah. Ngana le belum to?”
“Iyo, sama,” kata Utu.
Setelah masuk ke museum, Utu terperangah melihat mumi yang sekujur tubuhnya seperti dibalut tisu toilet.
“Eh, kiapa ada tulis 5050 SM?” tanya Utu sambil menunjuk angka di bawa peti mumi.
Setelah menggaruk-garuk kening, Ungke menjawab, “Mungkin itu pelat nomor oto yang tabrak pa dia.”
Ketemu Kuntilanak
Suatu malam Ungke baru saja dari rumah temannya. Di jalan pulang itu Ungke melewati kebun pisang yang terkenal angker.
Baru saja sepertiga perjalanan, dari balik rerimbun daun pisang muncul kuntilanak. Ungke yang beragama Kristen segera membaca doa.
“Oh, Tuhan Yesus! Hancurkanlah iblis-iblis pengganggu ini!”
Tetiba Kuntilanak itu mendengus lalu berkata, “Mulai le balapor. Sama deng anak kacili jo ngana!” Kemudian kuntilanak itu menghilang.
Anjing Lapar
Warung makan Tanta Kori terkenal karena masakannya yang lezat. Ungke yang kelaparan siang itu mampir ke sana.
“Pesan ikang tuna bakar dang,” kata Ungke.
Setelah pesanan datang, Ungke segera menyantapnya. Saat lahap-lahapnya, Tanta Kori terus memperhatikan cara makan Ungke.
“Eh, Tanta, kiapa haga-haga terus?” tanya Ungke yang sadar dirinya diperhatikan sedari tadi.
“Ngana pe makang sama deng anjing lapar bagitu,” kata Tanta Kori.
Ungke hanya diam. Setelah menandaskan makanan, Ungke beranjak dari kursi lalu keluar.
“Eh! Ngana belum bayar so langsung pancar!” teriak Tanta Kori.
“Hih! Pernah lia so anjing makang kong babayar?” jawab Ungke.
Anjing Pandai
Utu pergi ke rumah Ungke untuk memamerkan anjing impor peliharaannya.
“Kita pe anjing ini pande skali. Tiap pagi papa’ pe koran di muka rumah, dia ambe kong bawa maso,” cerita Utu.
Ungke hanya asyik mengelus-elus anjing kampung peliharaannya.
“Kalo molempar bola, dia le mo main bola,” lanjut Utu.
“Kita so tau samua tu cirita,” kata Ungke.
Utu yang heran lantas balik bertanya, “Sapa yang cirita?”
“Kita pe anjing,” kata Ungke.
Beli Rokok
Ungke disuruh ayahnya membeli rokok. Mendapati warung Om Alo ditutup, ia terpaksa berjalan kaki menuju warung Om Kiko.
“Hoiii! Babeliii!” teriak Ungke di depan warung. Om Kiko ini dikenal agak budek.
“Hoooiii! Babeliii rokoook!”
“Beliii roookoookkk!” berkali-kali Ungke teriak.
Setelah hampir sepuluh kali berteriak, Om Kiko muncul dari kamar mandi yang ada di warung.
“Ngana bataria terus. Ndak ada yang pongo (budek). Berapa liter mo beli?”
Asal Bukan Jambore Mojok
Ungke pe opa baru saja meninggal. Dari cerita Oma, sebelum meninggal Opa minta agar saat dimasukkan ke peti, ia didandani dengan memakai baju Pramuka lengkap.
Saat acara perkabungan, banyak sanak keluarga yang menangis. Termasuk Ungke.
Melihat semuanya menangis, Oma yang ikutan sedih coba menenangkan diri dengan mengingat masa-masa ketika Oma kali pertama bertemu Opa saat kegiatan pramuka.
Setelah tenang, Oma lantas coba menenangkan kerabat lainnya.
“Anak-anak, cucu, dan cece sekalian. Sodara-sodara juga yang dari jauh. Jangan bersedih,” kata Oma.
Setelah menyeka air matanya, Oma melanjutkan penyampaiannya.
“Opa sebenarnya tidak ke mana-mana. Opa cuma pigi Jambore.”
Siram Bunga
Seminggu setelah Opa dimakamkan, Ungke jadi lebih sering main ke rumah omanya.
Sore itu, sesampai di rumah omanya, tetiba hujan turun. Oma yang tengah asyik menonton tivi menyuruh cucu kesayangannya itu.
“Itu bunga kote belum siram. Coba ngana siram dulu,” kata Oma.
“Ada ujang keras kwa itu, Oma,” jawab Ungke.
“So ngana ini cucu paling bodok. Pake payung no!” teriak Oma.
Gara-Gara Pecahkan Jendela, Penjara 20 Tahun
Di rumah oma Ungke, ada Om Joney yang baru saja keluar dari penjara. Om Joney ini kakak dari mamanya Ungke. Ia sudah bercerai dengan istrinya lalu memilih tinggal berdua dengan Oma.
Ungke yang belum akrab dengan Om Joney coba mendekatinya saat berada di dapur.
“Om, kiapa Om ada penjara so?” tanya Ungke.
“Ada kase pica kaca jandela dulu di tampa karja,” kenang Om Joney.
“Cuma kase pica kaca jandela kong hukuman sampe 20 taong?” selidik Ungke.
Om Joney hanya menghela napas kemudian berkata,
“Om ada kase pica kaca jandela kapal selam.”