Seperti Freddie, Seperti Bowie - Mojok.co
  • Cara Kirim Artikel
Mojok
  • Home
  • Esai
  • Liputan
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Ziarah
    • Seni
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Politik
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Pojokan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Uneg-uneg
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Home
  • Esai
  • Liputan
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Ziarah
    • Seni
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Politik
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Pojokan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Uneg-uneg
  • Terminal
Logo Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Home
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Uneg-uneg
  • Terminal
Beranda Cerbung Berbalas Fiksi

Seperti Freddie, Seperti Bowie

Sabda Armandio oleh Sabda Armandio
15 November 2018
0
A A
Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

Baca cerita sebelumnya di sini.

Non bene pro toto libertas venditur auro. Kalimat ini tertulis di kumpulan fabel dari Abad Pertengahan, dan sampai hari ini memang, saya kira, belum ada sesuatu yang seharga kebebasan. Meski begitu, ada beberapa manusia yang berpikir sebaliknya. Bagi manusia jenis ini, kebebasan tak ada artinya dibanding kemasyhuran.

Robert Johnson sadar bahwa ia tak sanggup bermain gitar dengan benar, jadi ia menyerahkan masalah gitar kepada yang lebih ahli: setan. Seperti yang sudah kita ketahui bersama, Tuhan bilang setan adalah musuh manusia, tetapi Tuhan yang sama juga bilang, “Ego autem dico vobis: diligite inimicos vestros.” Robert Johnson hanya melakukan perintah tuhan. Ia memperbaiki hubungannya dengan musuhnya, menukarkan kebebasan yang ia miliki dengan keahlian setan bermain gitar. Johnson mendapat kemahsyuran, setan mendapat medium untuk menyalurkan hobi. Cukup adil.

ABR, orang yang diceritakan Dea pada cerita sebelumnya, juga melakukan hal yang kurang lebih sama. Pada suatu siang, ABR menciptakan kesempatan untuk menceritakan dirinya sendiri–salah satu kekuatan super ABR, seperti Wolferine memiliki kuku cadangan atau Spiderman memiliki ingus yang keluar dari nadinya untuk banyak keperluan–dan kami, mau tak mau, mencari cara untuk menikmati kesempatan yang ia berikan dengan sebaik-baiknya. Ia menceritakan potongan hidupnya saat menjadi siswa Seminari Mertoyudan sampai ia kemudian menjual kebebasan dan mencintai musuhnya. ABR memusuhi buku-buku, baginya buku-buku tak ubahnya gergasi yang siap memakannya tanpa dikunyah.

Ia memang mengoleksi banyak buku, tetapi tak satu pun dibaca sampai selesai. Ia hanya suka membaca kalimat-kalimat pujian di sampul buku. Kadang, kalau tak ada yang bisa dilakukan lagi, ia membaca buku dan akan berhenti tiap kali menemukan kalimat yang membuatnya merasa terhubung, kemudian ia mencatat kalimat itu di buku lain, yang kemudian ia keluarkan kapan pun diperlukan, dengan atau tanpa konteks. ABR hidup bersama kutipan-kutipan selama bertahun-tahun yang membuat ia seperti Goodreads berjalan.

Namun, seperti yang diceritakan Dea, semua berubah sejak membaca karya-karya AH. “AH tidak menulis karya sastra,” katanya, “AH menulis kebenaran. Sejak menyadari hal itu aku jadi menjual kebebasanku dan berteman dengan musuhku: buku. Aku jadi tahu bahwa media sosial ternyata bisa digunakan untuk menyebarkan kisah-kisahku secara lebih efektif, dan merengkuh pasar baru. Anak-anak zaman sekarang (ia menerjemahkan kata ‘sekarang’ ke dalam bahasa Inggris, suatu frasa yang sebaiknya musnah, tetapi ia menggunakannya agar tetap terlihat seperti sedang hidup pada saat ini, pada era ini, pada tahun yang benar) perlu tahu bagaimana cara kreatif untuk bertahan hidup.”

Baca Juga:

es teh es kopi reshuffle kabinet gibran rakabuming adian napitupulu erick thohir keluar dari pekerjaan utusan corona orang baik orang jahat pangan rencana pilpres 2024 kabinet kenangan sedih pelatihan prakerja bosan kebosanan belanja rindu jalan kaliurang keluar rumah mudik pekerjaan jokowi pandemi virus corona nomor satu media kompetisi Komentar Kepala Suku mojok puthut ea membaca kepribadian mojok.co kepala suku bapak kerupuk geopolitik filsafat telor investasi sukses meringankan stres

2024: Ketika Saya Bertemu Presiden Jokowi

21 April 2020
Permohonan Amnesti Disetujui, Baiq Nuril Resmi Bebas

Dirimu Berharga, Mereka Hanya Tak Mau Bilang Saja

29 Juli 2019

Pembaca yang Baik, yang perlu Anda ketahui, bukan cuma ABR yang menjual kebebasannya kepada AH.

Pada 1969, area Kensington di London adalah tempat para pemuja kebebasan menghabiskan waktu. Mercury dan Roger Taylor memiliki kios sepatu di sana. Keduanya kedatangan tamu, Bowie, dan Mercury tahu sepatu seperti apa yang cocok di kaki orang itu. Bowie menitipkan buku yang dikempit seharian kepada Mercury agar ia lebih leluasa mematut-matut diri dengan sepatu barunya. Bahasa Swahili di bagian sampul membuat Mercury tidak bisa tidak memperhatikan buku itu. Buku itu berjudul 24 Jam ke Langit Ketujuh: Kumpulan Kisah Suri Tauladan, penulisnya bernama Arthur Harahap. Mercury tidak akrab dengan nama belakangnya, tetapi nama depan orang itu membuatnya menduga barangkali penulisnya keturunan orang kulit putih yang tinggal di suatu negara jajahan Inggris di Afrika.

Bowie terpesona dengan rasa ingin tahu si penjaga kios tentang buku itu. Ia akhirnya meminjamkan buku itu, dengan catatan ia harus mengembalikannya dalam keadaan tanpa satu halaman pun terlipat. Mercury menyanggupinya. Proses pengembalian buku itu disepakati hampir sepuluh tahun kemudian setelah Mercury tumbuh menjadi penyanyi yang sukses secara komersial, sementara Bowie menjadi penyanyi yang sukses di kalangan kritikus. Swis adalah negara yang cocok untuk bertukar cerita mengenai pengalaman keduanya, dan terutama bagaimana sebuah buku berhasil mengubah nasib keduanya.

Di dunia di mana banyak kota besar berlomba-lomba menjadi kota yang tak pernah tidur, menjadi kota yang selalu tidur adalah kemewahan tersendiri. Pada akhir 70-an, Montreux adalah kota yang memiliki kemewahan itu. Kota itu seperti orang yang kena sleep apnea atau gejala depresi. Atas alasan itulah Brian May, Roger Taylor, dan John Deacon menyetujui ide Mercury untuk membeli studio di sana. Mercury tentu punya alasan lain, yang terjawab beberapa hari kemudian saat Bowie muncul di studio mereka.

Deacy bermain-main dengan senar bas, May kemudian mengisi permainan bas itu dengan gitar. Semua tercipta hampir sepenuhnya spontan, kecuali bagi Mercury dan Bowie.

Anggota Queen lain sepakat untuk beristirahat, hari telah larut dan saatnya melakukan hal lain. Bowie memaksa mereka tetap di studio. Mark Blake kemudian menceritakan apa yang terjadi setelahnya dalam buku berjudul Is This the Real Life? The Untold Story of Queen. Di dalam suasana penuh daya cipta, dan kokain, semua orang bergembira. Seperti sedang melepaskan belenggu; menatap kebebasan berekpresi di depan mereka dan mereka siap memetiknya. Hal ini, menurut May, dibuktikan saat Mercury mulai meracau, menciptakan rangkaian scat yang kemudian disepakati diletakkan di muka lagu, untuk mengisi rangkaian bas yang enerjik dan petikan gitar dan sentuhan piano yang genit, sebelum gebukan drum. Racauan itu juga diucapkan Mercury di tengah lagu, racauan itu niscaya akan mengisi nyaris seluruh lagu seandainya produser mereka tak menyadarinya.

Anggota lain mengira racauan Mercury tak berarti apa-apa, tetapi tidak bagi Mercury dan Bowie. Sebuah kalimat pujian bagi buku dan penulis yang mengubah jalan hidup mereka, sebuah nama yang kemudian tak dikenali siapa pun, yang memberi air bagi mereka yang haus dan memberi api bagi mereka yang ingin membakar sesuatu. Ia yang tak perlu disebut namanya, tetapi memberikan segalanya, meski tidak gratis. Orang yang muncul dalam salah satu adegan di novel Looking for Mr. Goodbar karangan Judith Rossner.

Tak ada yang seharga dengan kebebasan, kecuali jika kebebasan sejak semula memang tak ada.

Terakhir diperbarui pada 15 November 2018 oleh

Tags: BowiecerpenfiksiFreddie MercuryIs This the Real Life? The Untold Story of QueenQueen
Sabda Armandio

Sabda Armandio

Artikel Terkait

es teh es kopi reshuffle kabinet gibran rakabuming adian napitupulu erick thohir keluar dari pekerjaan utusan corona orang baik orang jahat pangan rencana pilpres 2024 kabinet kenangan sedih pelatihan prakerja bosan kebosanan belanja rindu jalan kaliurang keluar rumah mudik pekerjaan jokowi pandemi virus corona nomor satu media kompetisi Komentar Kepala Suku mojok puthut ea membaca kepribadian mojok.co kepala suku bapak kerupuk geopolitik filsafat telor investasi sukses meringankan stres
Kepala Suku

2024: Ketika Saya Bertemu Presiden Jokowi

21 April 2020
Permohonan Amnesti Disetujui, Baiq Nuril Resmi Bebas
Berbalas Fiksi

Dirimu Berharga, Mereka Hanya Tak Mau Bilang Saja

29 Juli 2019
Pakai High Heels Memang Menyebalkan, tapi Aku kan Jadi Cantik
Berbalas Fiksi

Meninggalkan Rumah, Menemukan Diri Sendiri

25 Juli 2019
Dia Murtad karena Kamu Kira Ibadah Hanya Ada di dalam Masjid
Berbalas Fiksi

Cinta yang Membelenggu dan Perhiasan Delapan Juta Rupiah

22 Juli 2019
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
Ketika Prabowo Justru Memberi Bahan Bakar Untuk Politik Genderuwo

Cerita Horor Kepala Misterius di Bak Mandi Ruang Sekre Kampus

Tinggalkan Komentar


Terpopuler Sepekan

Suara Hati Pak Bukhori, Penjual Nasi Minyak yang Dihujat Warganet - MOJOK.CO

Suara Hati Pak Bukhori, Penjual Nasi Minyak Surabaya yang Dihujat Warganet

24 Januari 2023
PO Haryanto Bikin Perjalanan Cikarang Jogja Jadi Menyenangkan MOJOK.CO

PO Haryanto Sultan Bantul Bikin Perjalanan Cikarang-Jogja Jadi Sangat Menyenangkan

27 Januari 2023
Setelah Puisi “Sontoloyo”, Sekarang Fadli Zon Bikin Puisi “Genderuwo”

Seperti Freddie, Seperti Bowie

15 November 2018
Suara Kader Muda NU untuk 100 Tahun NU / satu abad yang Gini-gini Aja MOJOK.CO

Suara Kader Muda NU untuk 100 Tahun NU yang Gini-gini Aja

28 Januari 2023
Suara Hati Petani di Gunungkidul Karena Monyet yang Marah Kena JJLS

Suara Hati Petani di Gunungkidul karena Monyet yang Marah Kena JJLS

26 Januari 2023
warung madura mojok.co

Tiga Barang Paling Laris di Warung Madura Menurut Penjualnya

27 Januari 2023
kecamatan di sleman mojok.co

5 Kecamatan Paling Sepi di Sleman yang Cocok untuk Pensiun

27 Januari 2023

Terbaru

BELAJAR NOISE DARI SEORANG WOTA

Belajar Noise dari Seorang Wota

31 Januari 2023
anak muda ngomongin pemilu

Pro Kontra Sistem Proporsional Tertutup di Mata Anak Muda

31 Januari 2023
koalisi perubahan

PKS Dukung Pencalonan Anies, Koalisi Perubahan Siap Berlayar?

31 Januari 2023
jabatan gubernur dihapus mojok.co

Sultan Tak Peduli Soal Usulan Cak Imin Menghapus Jabatan Gubernur

31 Januari 2023
Mencari Tempat Parkir di Jogja yang Tarifnya Rp1.000 MOJO.CO

Mencari Tempat Parkir di Jogja yang Tarifnya Rp1.000

31 Januari 2023
megawati puan

Teori Kelas Sendok Menjawab Mengapa Popularitas Puan Maharani Tinggi

31 Januari 2023
ekspor lato-lato mojok.co

Indonesia Ekspor Lato-Lato, Pengusaha Sumbar Kirim 7 Kwintal ke Malaysia

31 Januari 2023

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
DMCA.com Protection Status

© 2023 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Kanal Pemilu 2024
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Pojokan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Uneg-Uneg
  • Movi
  • Kunjungi Terminal
  • Mau Kirim Artikel?

© 2023 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In