Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Aturan No. 1 Kuliah di Luar Negeri: Jangan ke Australia kalo Bajet Ngepas

Bachtiar W. Mutaqin oleh Bachtiar W. Mutaqin
1 Februari 2021
A A
Aturan No. 1 Kuliah di Luar Negeri: Jangan ke Australia kalo Bajet Ngepas

Aturan No. 1 Kuliah di Luar Negeri: Jangan ke Australia kalo Bajet Ngepas

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Kuliah di luar negeri kok milihnya Australia. Ngaaa.

Saya cuma bisa kagum membaca esai Mas Sugiyanto Widomulyono di Mojok minggu lalu. Menjura. Kok ya bisa pas betul. Orang-orang sedang berlomba pamer portofolio cuan saham di lini masa, ia malah membagi kisah nestapa selama kuliah di luar negeri. Dibaca-baca, rasanya seperti ketiban durian runtuh. Sakiiit.

Bagaimana lagi. Blio dengan lepas campur trenyuh bisa cerita soal keputusannya S-2 di Australia yang bikin status ekonomi lumayan mapan jadi downgrade. Alih-alih sentosa seperti Mbak Kristen Gray, yang ada justru kejeblos masuk golongan berhak menerima zakat.

Sedih memang, tapi setidaknya blio menyadarkan kita bahwa kemiskinan bukan hal yang harus disembunyikan. Justru kemiskinan itu lebih baik dirayakan. Minimal bisa jadi cerita kalau besok migrasi ke golongan orang yang pas insomnia bisa langsung beli Tesla atau Supra.

Status “kemiskinan” Mas Sugiyanto ini mengingatkan saya pada buku Out of the Truck Box-nya Al-Mukarrom Iqbal Aji Daryono. Dalam buku tersebut Iqbal menyampaikan bahwa selama ikut istri studi di Ostrali, dia harus kerja keras bagai kuda. Doi wajib nyopir tiap hari sampai ratusan kilometer, sendirian dan tanpa kernet, demi pundi-pundi dolar tentu saja.

Saya jadi bertanya, apa Mas Sugiyanto ini sebelum berangkat nggak baca bukunya Mas Iqbal ya? Kalaupun sudah, kok masih nekat berangkat sekolah ke Australia? Atau mungkin Mas Sugiyanto tipe orang yang nek dikandani ra ngandel kalau belum merasakan sendiri? Lha wong contohnya lho sudah banyak, bagaimana ribet dan mahalnya melanjutkan studi di Ostrali. Kapokmu kapan, Mas? Eh, kayaknya sudah kapok sih.

Saya nggak tahu Mas Sugiyanto sekarang kuliahnya sudah sampai tahap mana. Tapi, saya punya saran supaya blionya dan calon mahasiswa Indonesia di luar negeri lain nggak keblondrok pas menentukan mau sekolah di mana. Siapa tahu Mas Sugiyanto belum kapok kuliah di luar negeri. Minimal supaya nanti nggak ngerepoti Kedutaan Besar Republik Indonesia.

Saran saya sederhana: daripada Australia, lebih baik kuliah di Eropa. Prancis, misalnya.

Memang Ostrali secara geografis jaraknya lebih dekat dengan Indonesia. Kebayang kok, paling dulu mikirnya, “Ah, dekat ini. Gampang kalau pengin pulang.” Eh kok pas sudah dijalani malah bikin jadi makin religius karena sering tirakat puasa dan ngrowot berkepanjangan.

Lah tapi kalau dibanding kuliah di Prancis, ibarat orang Jogja disuruh milih kerja di Jakarta gaji 10 juta sama kerja di Solo gaji 1,5 juta. Sudah jelas enak yang mana.

Saran ini saya sampaikan seobjektif mungkin. Jadi bukan karena mentang-mentang saya alumni Prancis njuk pokoke kudu Prancis. Nggak lah. Dan yang penting, syarat dan ketentuan berlaku. Saya ambil contoh kampus-kampus negeri. Bukan macam kampus memasak Le Cordon Bleu yang terkenal itu.

Enaknya kuliah di Prancis yang pertama adalah tidak ada perbedaan status mahasiswa. Semboyan Prancis “liberté, égalité, fraternité” alias ‘kebebasan, keadilan, persaudaraan’ benar-benar diterapkan, termasuk bagi semua mahasiswa, baik yang lokal maupun internasional. Semua punya hak yang sama, bayarnya sama, perlakuannya sama.

Ya, kadang ada sih satu-dua orang dapat pengalaman nggak enak karena misalnya nggak bisa bahasa Prancis. Perkara satu ini emang penting untuk dikuasai. Minimal biar fasih maki orang di jalan raya atau stasiun kereta.

Kedua, biaya kuliah alias SPP yang terjangkau. Saya nggak bilang murah karena murah itu relatif. Kalau sedang sebatang kere, sepuluh ribu juga bisa jadi terlihat mahal kan? Nah, di Prancis biaya kuliah buat tahun ajaran 2020/2021 “cuma” 170 euro buat S-1, 243 euro buat S-2, 380 euro buat S-3, dan 601 euro buat formasi khusus. Itu buat setahun ya. Kalau dirupiahkan, jatuhnya nggak nyampe 3 juta/tahun buat anak S-1 dan nggak nyampe 6,5 juta/tahun buat anak S-3. Saking terjangkaunya, istri saya akhirnya ikut sekolah biar uang kami agak ada fungsinya.

Iklan

Ketiga, asuransi kesehatan yang yoi. Kalau Mas Sugiyanto di Ostrali butuh lebih dari seribu dolar per orang buat asuransi selama tiga semester, di Prancis harga segitu udah bisa buat satu keluarga dengan dua anak. Dan yang paling penting, klaim ditanggung 100 persen. Enak kan? Dulu saking saya nggak mau rugi, cuma karena ngorok, keseleo, kecetit, dan sakit-sakit ringan lainnya, saya langsung tancap gas ambil janji dokter. Anak saya pun dua-duanya lahir di Prancis tanpa saya pusing masalah biaya kelahiran. Gratis-tis-tis.

Keempat, bantuan dan subsidi silang. Status mahasiswa memang di mana-mana masuk kasta terendah sebelum pengangguran. Meskipun demikian, di Prancis status mahasiswa malah bisa dianggap privilese. Apalagi yang umurnya masih di bawah 28 tahun, punya hak 50 persen diskon kartu transportasi, makan siang cuma 2 euro udah paket lengkap, dan masuk gratis ke museum macam Louvre. Selain itu, kalau kita tertib administrasi dan lapor pajak, mahasiswa bisa dapat bantuan sewa rumah, ngurus anak, dan bantuan liburan. Itu kalo orangnya pinter ngelola duit, pulang ke Indonesia minimal bisa beli tanah atau bangun rumah magrong-magrong.

Kelima, bisa riya dengan maksimal. Di Prancis itu selain dekat kalau mau ke mana-mana, juga banyak sekali liburnya. Pernah saya sampai bingung karena jadwal liburan dari awal tahun sampai tahun depan ternyata sudah penuh. Akses transportasi juga nyaman dan terjangkau. Jadi valid kalau mau pasang bio IG “Half-time student, full-time traveler” ditambah macam-macam ikon bendera.

Sebenarnya masih banyak keuntungan dan kemudahan lainnya yang bisa Mas Sugiyanto dapatkan andai saja dulu memutuskan sekolah di Prancis alih-alih ke Australia. Ya masih sekitar 1.031 keuntungan. Tapi biar blionya tidak makin kagol dan misuh-misuh meratapi hidupnya, biarin lima dulu aja. Saya juga nggak mau blio makin terbebani pikirannya atas keputusan yang sudah diambil.

BACA JUGA 6 Pesan Absurd dari Mereka yang Penasaran Pengen Kuliah di Luar Negeri

Terakhir diperbarui pada 1 Februari 2021 oleh

Tags: AustraliabeasiswaEropakayakuliahluar negerimiskinprancisS-2s-3
Bachtiar W. Mutaqin

Bachtiar W. Mutaqin

Bapak-bapak yang jadi guru Geografi di Bulaksumur.

Artikel Terkait

Kisah mahassiwa beasiswa KIP Kuliah Aliya Eka Lestiyanti, ibu meninggal kala ia masih berjuang, sampai akhirnya jadi harapan keluarga usai jadi sarjana cumlaude MOJOK.CO
Kampus

Ibu Meninggal kala Saya Masih Berjuang, Jadi Titik Terendah Hidup tapi Bangkit demi Jadi Sarjana Pertama Keluarga

3 November 2025
mahasiswa penerima beasiswa KIP Kuliah ISI Jogja dihujat. MOJOK.CO
Kampus

Mahasiswa Penerima Beasiswa KIP Kuliah ISI Jogja Dihujat karena Flexing dan Dianggap Glamor, padahal Hidupnya Nelangsa

30 Oktober 2025
Kerja keras bawa Annes kuliah di Universitas Brawijaya (UB) Malang gratis hingga kerja sebelum wisuda MOJOK.CO
Kampus

Universitas Brawijaya (UB) Bawa Saya Kuliah Tanpa Biaya, Bisa Kerja Sebelum Wisuda buat Tebus Masa-masa Berat Sekolah Sambil Kerja Sejak Remaja

15 Oktober 2025
Beasiswa, UB Malang.MOJOK.CO
Kampus

Menolak Berbagai Beasiswa PTS demi Kuliah di UB Malang: Dulu Menyesal, Kini Bersyukur Dapat Banyak “Berkah”

22 September 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

waspada cuaca ekstrem cara menghadapi cuaca ekstrem bencana iklim indonesia banjir longsor BMKG mojok.co

Alam Rusak Ulah Pemerintah, Masyarakat yang Diberi Beban Melindunginya

1 Desember 2025
8 tahun merantau di Jakarta akhirnya resign. MOJOK.CO

Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama

4 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

30 November 2025
Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.