MOJOK.CO – Liverpool akan melawan Manchester United di akhir pekan ini. Pertemuan dua tim dengan nasib beda jauh.
Tidak mengherankan kalau berita Manchester United, Arsenal, dan Barcelona sering ditulis belakangan ini. Ketiga tim ini sedang mengalami masa-masa penuh drama. Soal pelatih lah, soal pemain lah. Tentu saja berita tentang mereka lebih banyak bernada negatif. Memangnya ada sesuatu yang positif dari ketiga tim itu belakangan ini?
Liverpool yang biasanya dirisak oleh para penghuni dunia maya justru sedang berbahagia. Nyaman di puncak, performa positif, dan baru saja juara Piala Dunia Antarklub. Nggak heran, nada positif mengalun mengiringi Liverpool. Ia yang tak lagi berlindung di balik sejarah, kini berani membusungkan dada.
Liverpool akan bersua dengan Manchester United malam nanti. Tujuh tahun lalu, pertandingan ini akan disebut pertarungan para raksasa. Kalau sekarang, pertandingan ini hanyalah pertandingan yang sama dengan pertandingan lain. Pertandingan ini tetap istimewa, namun tidak lagi punya aura yang sama.
Bagaimanapun Manchester United dalam posisi yang tidak diuntungkan. Meskipun mencatatkan kemenangan di pertandingan terakhir mereka, bukan berarti mereka punya kans besar. Liverpool sedang dalam performa terbaik, dihuni dengan skuat yang berisi pemain terbaik. Manchester sebaliknya, mereka malah sedang dalam performa yang tidak konsisten dan pemain mereka kerap melakukan blunder parah.
Kalau kita mencoba head-to-head antarlini, yang bisa dibandingkan hanyalah pemain depan dari kedua klub. Kita tidak mungkin mau membandingkan bek Liverpool dengan Manchester United, karena membandingkan van Dijk dengan Jones adalah penghinaan terhadap van Dijk.
MU mempunyai trio Greenwood-Rashford-Martial (meski jarang bermain bersama) dan Liverpool punya Mane-Salah-Firmino. Ada anomali di sini, meski trio MU mencetak lebih banyak gol dibanding trio Liverpool namun gol trio Liverpool lebih punya bobot.
Gol yang datang dari trio Liverpool lebih berbobot karena membawa kemenangan atau setidaknya menyelamatkan Liverpool dari masa sulit. Sedangkan gol dari trio Manchester itu belum tentu menjadikan MU keluar sebagai pemenang. Bisa dibilang Liverpool tahu cara mencetak gol dan menang, dan MU tidak tahu bagaimana cara menang.
Melawan tim yang punya mental untuk menang dan mencintai tantangan bukanlah hal yang gampang. Real Madrid menunjukkan bagaimana mereka mendominasi Eropa dengan menjuarai Liga Champions 4 kali dalam 5 tahun, dan Juventus mendominasi Serie A. Padahal kalau ditarik ke waktu sekitar 8-10 tahun lalu, Manchester United bukanlah tim yang bisa kau kalahkan dengan taktik semata.
“Fergie’s time” adalah momok mengerikan ketika melawan United pada jaman dulu. United akan seperti kesetanan di menit-menit terakhir, seakan pertandingan ini adalah pertandingan terakhir mereka. Manchester United seakan selalu menantang diri mereka untuk melawan tembok-tembok batasan diri mereka agar bisa memenangkan pertandingan. Singkatnya, menang adalah harga pasti.
Pada Desember 2018, Jurgen Klopp berkata kepada timnya bahwa mereka akan menikmati perlombaan untuk menjadi juara. Saat mereka kehilangan poin saat melawan Leicester dan West Ham di Februari 2019, Klopp berkata bahwa saatnya mereka bekerja lebih keras. Di akhir tahun 2019 di mana jadwal Liverpool begitu padat, Klopp berkata bahwa timnya akan berusaha menikmati masa paling sibuk dalam perjalanan mereka.
Klopp mengajarkan pada timnya untuk menikmati tantangan. Liverpool menjalani tantangan dengan penuh sukacita. Kegagalan pada final saat ditekuk Real Madrid membuat mereka belajar arti kekalahan, dan mereka tidak mengulanginya dengan berusaha menikmati tantangan yang datang. Hasilnya terlihat, entah sesulit apa pun pertandingan, Anda tidak akan melihat Liverpool bermain dengan pikiran kosong.
Manchester United bermain dengan kepala kosong saat melawan City. Gol ketiga City adalah tanda bagaimana Manchester United tidak tahu apa yang mereka lakukan. Singkatnya, MU begitu tertekan hingga tidak sanggup memahami konsep pertandingan paling dasar sekali pun.
Melawan Liverpool yang menikmati tantangan dengan mental yang hancur bukanlah ide yang bagus. Manchester United pun sedang pincang dengan cederanya Rashford. Tapi Ole justru memberi sedikit petunjuk kalau dia akan tetap memaksakan Rashford agar kekuatan MU tidak berkurang. Mental MU begitu hancur hingga mereka berbuat di luar nalar, menuruti ketakutan.
Meski MU sebelumnya bisa menahan imbang Liverpool, tapi kalau mengincar hal yang sama justru menegaskan kalau MU benar-benar tim medioker. Ada baiknya Ole mulai memikirkan untuk membentuk mental para pemainnya seperti bagaimana Klopp mengubah Liverpool dari sebuah tim yang membanggakan masa lalu menjadi tim yang konsisten mencetak kemenangan di masa kini.
Mungkin bisa dimulai dengan tidak tersenyum ketika kau kalah melawan rival abadi, Ole?
BACA JUGA Luka Jovic dan Cahaya Suram di Tengah Pesta dan artikel lainnya di BALBALAN.