MOJOK.CO – Laga Ceko vs Denmark ibarat kata laga final untuk mereka yang tak pernah dianggap. Bagi mereka yang menyandang status kuda hitam.
Haris Firmansyah: “Lagi-lagi Patrik Schick.”
Setelah kemenangan tak terduga timnas Ceko atas Belanda, Presiden Republik Ceko justru menghiasi laman berita daring dengan komentar negatifnya perihal transgender. Apakah ada hubungannya dengan lawan Ceko berikutnya di perempat final Euro 2020?
Denmark terkenal dengan kue keringnya yang mendunia, yaitu danish pastry. Selain itu, ada film nominasi Oscar yang pakai judul berbau Denmark, yaitu The Danish Girl. Berkisah tentang seniman asal Denmark yang menobatkan dirinya sebagai transgender pertama di dunia.
Apakah ini kebetulan? Saya rasa tidak. Sebelum nonton negaranya melawan Denmark, bisa jadi Presiden Ceko nonton film The Danish Girl sebagai pemanasan. Hasilnya, belum sepak mula, Presiden Ceko sudah menyerang. Padahal menyerang adalah tugas rakyatnya yang bernama Patrik Schick.
Schick bakalan jadi mesin gol lokomotif Ceko ketika menjinakkan Tim Dinamit Denmark. Posisinya di papan top skor bakalan menggeser Ronaldo yang sudah pulang kampung.
Ceko melawan Denmark adalah final kepagian. Namun, hasilnya tetap sama, Ceko yang memenangkan pertandingan. Denmark pasti legowo menerimanya. Sebab Ceko pun pasti menerima andaikata diledakkan Tim Dinamit.
Okelah kalau sampai kebobolan 4 gol seperti yang dialami oleh Rusia dan Wales. Namun, menyusul kemudian, gawang Denmark ditabrak lokomotif Ceko sebanyak 5 kali.
Sejak laga pertama melawan Finlandia, Denmark sudah menunjukkan kedewasaan ketika menutupi tubuh Eriksen yang kolaps. Salah satu rekan setim pun tampak memberikan dukungan moral kepada keluarga Eriksen. Sampai pertandingan terpaksa dihentikan demi kemanusiaan.
Untungnya, saat itu media pun tidak terlalu mengeksploitasi duka keluarga korban. Beda eksekusi kalau awak media dari negara berkembang yang meliput, keluarga korban pasti sudah diberondong pertanyaan, “Bagaimana perasaannya? Apakah ada firasat sebelumnya?”
Kala itu, suporter Finlandia turut memberi penghormatan kepada Eriksen. Berupa bendera Finlandia yang dibentangkan menutupi sang pemain lawan ke luar lapangan.
Nah, sikap respek ini perlu dimiliki oleh Presiden Ceko juga. Berkaca dari kasus drakor Racket Boys yang dianggap diskriminatif, lalu berimbas di-rating buruk oleh netizen. Khawatirnya, timnas Ceko kena perundungan karena ujaran kebencian sang presiden. Jadi, wahai Presiden Ceko, mulailah belajar lip service.
Addin: “Seharusnya bertemu di final.”
Menjelang undian negara mana yang akan ditulis selama #MojokEuro saya deg-degan nggak karuan. Saat yang lain berharap mendapat tim-tim unggulan, saya justru sebaliknya.
Saya terlalu minder ketika harus bersaing dengan pundit cum penulis yang sudah punya nama (dan tentunya lebih rajin nulis bola). Sebagai pundit amatir saya berharap mendapat negara yang biasa-biasa saja. Takdir menjawabnya sehingga membawa saya berjodoh dengan Denmark.
Tentu saya tidak berekspektasi banyak terhadap Denmark. Berpikir mereka lolos fase grup saja bagi saya sudah sesuatu yang mewah, apalagi terus melaju ke fase selanjutnya.
Tapi jalan yang diberikan Tuhan memang selalu di luar nalar. Setelah dua pertandingan awal kalah, Denmark justru lolos setelah berhasil mengalahkan Rusia di partai terakhir fase grup. Selanjutnya, Wales berhasil disingkirkan di babak 16 besar dengan angka mencolok: 4 gol tanpa balas.
Di titik ini, saya agak kebingungan dan setengah percaya. Denmark bisa mengalahkan tim bertabur bintang macam Wales dan mencapai perempat final. Namun cerita berbeda di babak ini. Yang dihadapi adalah tim dengan predikat sama: kuda hitam.
Salah satu adegan di series La Casa de Papel yang laris di Netflix, menggambarkan ketika Sang Professor bertanya kepada anggota geng perampokannya,
“Jika Brasil dan Kamerun bertanding sepakbola, siapa yang akan menang?”
Kompak anggotanya menjawab, “Brasil.”
Profesor bertanya kembali. “Tapi kita ingin hasilnya siapa yang menang?”
“Kamerun” jawab salah satu di antara mereka. Yang lainnya pun turut menyahut, “Ya, Kamerun.”
“Ya, secara naluriah kita akan selalu berpihak kepada mereka yang tidak diunggulkan.”
Fase ini pernah terjadi ketika 16 besar kemarin saat Denmark bertemu Wales. Naluriah kita ingin Denmark menang dan itu jadi kenyataan. Pertanyaannya, ketika kedua pihak adalah sama-sama tak diunggulkan, siapa yang akan menang?
Ceko dan Denmark akan saling bertemu dengan status kuda hitam. Seperti semangat yang muncul di masa pandemi ini yakni rakyat bantu rakyat, sudah selayaknya Ceko dan Denmark mengamininya.
Laga ini baiknya dipersembahkan untuk siapa pun yang selalu dihiraukan. Untuk pihak yang selalu disepelekan. Untuk siapa pun yang dipandang sebelah mata tak punya reputasi. Eh kalo ini lagunya Bondan Prakoso, ding.
Laga perempat final ini lebih pantas dititelkan sebagai laga final bagi mereka yang tersepelekan. Karena siapa pun yang akan menang, adalah bagian dari pihak dengan nasib yang sama: tak pernah diungulkan.
Maka, baiknya tidak perlu ngoyo menghadapi laga ini. Baik untuk Ceko maupun Denmark. Sudah sepantasnya saling dukung. Lagi-lagi, rakyat bantu rakyat. Jika Denmark yang menang, doakan bisa terus melaju sampai final dan meraih gelar juara. Jika Ceko yang menang, ah rasanya itu tidak mungkin.
Kadang dalam pertempuran, kesamaan nasib akan dikesampingkan. Goodbye, Ceko!
BACA JUGA Italia Tak Bakal Gentar Hadapi Generasi Emas Belgia dan ulasan Euro 2020 lainnya.