Saya punya ikatan sentimental dengan Islam. Sejak kecil, orang-orang tua di kampung saya berusaha sekuat tenaga agar saya bisa mengaji, salat dan puasa. Mereka pun memberikan teladan, hingga saya meyakini bahwa Islam adalah agama terbaik, terhebat. Islam adalah jalan bagi saya untuk menemukan kedamaian.
Makin dewasa, kecintaan saya terhadap Islam semakin besar. Melebihi kecintaan saya terhadap Indonesia. Melihat negeri ini, saya sering sedih. Anjing, amburadul betul. Tapi menyaksikan umat Islam di Indonesia, saya jauh lebih sedih lagi. Umatnya bodoh-bodoh mampus! Mereka semakin jauh dari ketentuan-ketentuan Islam yang sebenarnya.
Awal-awal kuliah di sebuah kampus Islam, saya perhatikan mahasiswa-mahasiswa yang konon muslim dan lulusan pesantren sangat urakan. Mereka pun berorganisi dengan nama tempelan Islam. Tapi kelakuan dan pikiran mereka aduhai kacau sekali. Sok bebas. Sok liberal. Saya pikir saya tidak bisa tinggal diam, saya tidak boleh cuma damai sendiri. Lama-lama saya bisa saja menjadi kafir kalau hidup di tengah umat yang bebal. Saya harus berbuat sesuatu.
Tapi Allah memang maha adil, maha tahu apa yang dibutuhkan hambanya. Setelah beberapa semester di universitas, saya bertemu dengan sosok hebat luar biasa. Pengetahuan Islamnya luas dan mendalam. Ia sangat mumpuni untuk menjadi pemimpin spiritual. Dan yang paling penting, ia bisa bicara dalam bahasa saya, bahasa generasi saya, bahasa gue-elo. Ketika ia membicarakan Islam dan khilafah, topik ini terasa sangat dekat, membumi dan sangat masuk akal. Orang itu bernama Felix Siauw.
Lihatlah bagaimana perkembangan ustadz kebanggan saya itu sekarang. Sejak pertama saya mengenalnya, lima tahun lalu, saya sudah yakin ia akan menjadi orang besar, orang terkenal yang mondar-mandir di televisi dengan jutaan pengikut.
Bukan hanya mengisi pengajian, Ustadz Felix juga menulis buku, menyebarkan tausiyahnya melalui facebook, twitter dan youtube. Bahkan di media sosial, ia biasa tertawa dengan “wkwkwk”. Gaul banget. Meski saya jarang menghadiri pengajiannya, berkat bantuan teknologi, perlahan-lahan saya pun meyakini apa yang diperjuangkan olehnya, khilafah adalah solusi semua persoalan anak manusia.
Tapi khilafah, kata Ustadz Felix, dihapuskan pada tahun 1924. Istanbul, Turki, menjadi saksi pedihnya umat kehilangan pelindung. Setelah Perang Dunia I, umat Islam tercerai-berai, biang keroknya tak lain tak bukan adalah penjajah Inggris. Negara yang dipimpin seorang ratu itu tidak hanya menaklukkan dan memecah-belah kaum muslim secara fisik, melainkan juga, lebih parah lagi, mereka menanamkan pemikiran kufurnya.
“Inggris mendoktrinasi kaum Muslim, bahwa demokrasi ialah sistem terbaik bagi mereka. Dalam demokrasi seolah mereka diperlakukan sama. Kafir Inggris juga berhasil membuat kaum muslim lupa bahwa Khilafah-lah yang menghantarkan mereka menguasai 1/3 dunia selama 13 abad,” terang Ustadz Felix suatu kali.
Amerika Serikat, negara adidaya pengganti Inggris, juga melakukan hal yang sama, mendoktrinasi seolah demokrasi sejalan dengan Islam. Mereka menyamakan demokrasi dengan musyawarah dalam Islam, padahal akar pengambilan hukum, daun, dan buahnya jelas berbeda jauh. Sistem yang diwariskan Nabi Muhammad SAW melalui lisannya nan mulia hanyalah khilafah. Dan hanya khilafah-lah sistem yang dipakai para sahabat Nabi.
“Dalam musyawarah, hanya hal mubah dan baik yang boleh didiskusikan. Pada hukum yang sudah ditentukan Allah, Islam melarang musyawarah. Salat Jumat di mana, itu boleh dimusyawarahkan, tapi salat Jumat atau tidak, itu sudah hukum Allah, tidak boleh dimusyawarahkan,” begitu pesan Ustadz Felix.
“Sedang demokrasi, semua hal bisa dimusyawarahkan. Yang halal bisa jadi haram, dan yang haram bisa jadi halal, bila banyak yang suka. Dalam demokrasi, hukum Allah hanya opsi, bisa didebat, bahkan bisa dianggap lebih rendah dari hukum manusia. Hakikat demokrasi, manusia dianggap lebih tahu daripada Allah, karenanya boleh membuat hukum sendiri. Dalam Islam, hukum Allah mutlak.”
Berkat perjuangan Ustadz Siauw, Al Quran dan Sunnah telah jadi hukum di negara kita. Indonesia secara resmi sudah menerapkan Khilafah Islamiyah sebagai sistem pemerintahan. Khalifah kita Prabowo Subianto, figur luar biasa yang–didukung seluruh umat Islam–berhasil memimpin revolusi menggulingkan rezim kafir liberal setahun yang lalu. Wajah Ustadz Felix kini setiap hari nongol di televisi, bicara banyak hal. Dalam sebuah kesempatan ia menyindir negara tetangga, “Sama Syiah dia temen, sama kafir kawan, sama atheis 11-12. Tapi sama Muslim, galaknya ampun-ampunan. Ada yang kayak begini? Ada.”
Yang paling fenomenal, dan membuatnya digandrungi semua generasi, Felix Siauw akhirnya jadi host Hunger Games menggantikan Caesar Flickerman. Ia berhasil menyisihkan Tantowi Yahya dan Tukul Arwana.
Babi, Nody Arizona membangunkan saya dari mimpi.