MOJOK.CO – Di Indonesia, pernikahan itu bukan acara si pengantinnya. Melainkan acaranya orang tua. Jadi, menikah ala Suhay Salim itu sulit, meski bukan mustahil.
Seorang beauty vlogger Indonesia, Suhay Salim, membuat heboh. Pasalnya, ia bersama pasangannya mendobrak pakem pernikahan di Indonesia. Ia memutuskan untuk menikah dengan pasangannya yang telah berpacaran selama 3 tahun itu, cukup di KUA. Iya, ke KUA aja!
Dia cukup datang ke KUA bersama pasangannya—pastikan memang bawa pasangan, dengan gaya busana kasual seperti keseharian, tanpa pesta, tanpa ada pernak-pernik pernikahan yang dianggap ribet dan mahal, yang seringkali menghambat seseorang untuk segera menyelenggarakan pernikahan.
Tentu saja, keberanian Suhay Salim ini sangat diapresiasi. Ketika semakin ke sini, banyak orang justru berlomba-lomba untuk menyelenggarakan pesta yang semakin mewah dengan budget gila-gilaan, hingga berhutang—tanpa perhitungan—pun tidak menjadi masalah. Meski, mohon maaf nih, langsung kalah telak ketika anak si crazy rich Surabaya melangsungkan pernikahannya di Bali kemarin.
Memang sih, yang namanya ingin halal tidak perlu mahal. Apa yang dilakukan oleh Suhay Salim ini adalah keinginan banyak orang—karena sangat menghemat biaya. Sayangnya, tidak semua orang memiliki keberanian yang sama dengannya. Menurut saya, pernikahan Suhay Salim ini bakal menjadi Wedding Goals baru setelah sebelumnya banyak yang mengharapkan dapat menikah dengan kemegahan yang mirip selebgram maupun artis ibukota.
Saya sebetulnya gemas, ketika sebuah wedding goals seakan-akan hanya dibagi menjadi dua. Mewah seperti selebgram atau cukup ke KUA saja seperti Suhay Salim. Namun, keinginan itu hanya dimaknai dari apa yang terlihat di luar saja. Padahal, masalah pernikahan, bukan semata-mata perihal pesta.
Bagi kita orang Indonesia, ada beberapa alasan, tidak semua orang dengan mudah merealisasikan pernikahannya ala Suhay Salim. Pasalnya, sebuah pernikahan di Indonesia memang akan sulit jika diselenggarakan dengan biasa-biasa saja.
Pertama, pernikahan di Indonesia merupakan salah satu tradisi, di mana menjadi momentum, ‘penyerahan’ tanggung jawab dari orang tua kepada suaminya. Dalam tradisi Jawa kita mengenal istilah, ‘Duwe Gawe’, ketika orang tua akan menikahkan anaknya. Itu artinya apa, Sayang? Artinya adalah, bahwa sebetulnya pernikahan itu adalah acaranya orang tua. Bukan acara si pengantinnya. Lantaran, orang tualah yang bertanggung jawab untuk menikahkan anaknya.
Jadi, ketika suatu hari nanti kamu menikah lalu orang tuamu ribet ngatur-ngatur pernikahanmu—yang kamu anggap sebagai acaramu itu, tentu kamu nggak punya hak untuk protes. Sekali lagi, pernikahan tersebut memang acaranya orang tua, di mana menikahkan anaknya adalah tanggung jawab terakhir mereka sebagai orang tua.
Pernikahan ini untuk menunjukkan pada banyak orang, bahwa sebagai orang tua mereka telah sukses mengantarkanmu hingga menikah dan menjadi tanggung jawab orang lain. Ya, dengan menikahnya kamu, mereka sudah terlepas dari tanggung jawab atasmu. Jadi, akan sangat sulit bagi orang tua membiarkan anaknya cukup menikah di KUA saja. Nanti, apa kata tetangga?
Kedua, banyak pengantin yang protes karena orang tuanya mengundang sangat banyak temannya—yang bahkan mendengar nama atau melihat wajahnya saja belum pernah. Ketika kamu sudah tahu bahwa ini memang acaranya orang tua, pantaskah kamu untuk protes dengan hal-hal semacam itu. Saya memahami, bahwa menikah ala orang Barat memang sangat simpel. Cukup mengundang beberapa teman dan saudara dekat. Namun, tentu kamu paham alasannya. Kehidupan mereka di sana lebih individualis, Sayang.
Lha kita? Aduh mama sayange, kita ini tinggal di Indonesia. Di sebuah negara dengan kehidupan sosial yang cukup tinggi. Jadi apakah kamu yakin tetap hanya ingin mengundang saudara dan teman-teman terdekat saja?
Memangnya kalau kamu mendapat musibah, teman-teman yang menjadi bridemaids-mu itu yang akan selalu ada dan membantu kamu? Ngundang mereka ke nikahan kita, juga menjadi investasi dalam pergaulan, loh. Kecuali kalau kamu memang nggak butuh-butuh temen amat.
Ketiga, masalah tamu undangan ini, juga tidak terlepas dengan konsumsi, yang biasanya menghabiskan biaya paling tinggi. Yang buat kita pengin ngudang sedikit orang saja biar lebih hemat budget.
Sebetulnya, yang sering menjadi masalah bukanlah banyak atau tidaknya jumlah undangan. Namun, ada keinginan untuk menghidangkan banyak jenis makanan dengan kualitas terbaik demi kebahagiaan tamu undangan. Padahal, tentu saja itu tidak perlu. Jika memang hanya mampu menghidangkan satu atau dua jenis makanan saja, ya tidak masalah. Asalkan makanan tersebut disuguhkan dengan baik dan layak untuk dimakan. Yang terpenting, ada sesuatu yang dihidangkan.
Keempat, masih menyangkut tamu undangan, karena orang tua kita telah mengundang banyak orang untuk datang, maka kita seolah tidak dapat berdandan biasa-biasa saja, apalagi pakai baju kasual kayak Suhay Salim. Pasalnya, kita harus menghargai tamu yang datang dengan mengenakan pakaian yang enak dipandang.
Namun definisi enak dipandang ini, bukan berarti harus beli baju pengantin, lha wong kalau mau sewa aja juga banyak yang nyediain. Lagian buat apa beli mahal-mahal kalau cuma dipakai sehari, doang? Selain itu, tak perlu juga pakai jasa MUA mahal-mahal yang make-up nya bisa bikin kamu terlihat sangat manglingi. Secukupnya saja, yang penting kamu menyenangkan untuk dipandang. Percuma kalau baju dan MUA mahal, tapi tak ada senyum ramah dan kebahagiaan yang kamu sunggingkan.
Kelima, yang namanya pesta pernikahan apalagi jika diselenggarakan dengan cara adat, sering dianggap sebagai sesuatu yang ribet, tidak hemat waktu, dan biaya. Meski tidak akan terlalu menjengkelkan jika kita memahami bahwa di Indonesia, pernikahan adalah salah satu tradisi. Oleh karena itu, bagi orang Indonesia, pernikahan adalah momentum yang sakral dan tidak dapat dianggap sepele.
Misalnya dalam sebuah pernikahan dengan adat Jawa terdapat prosesi dari Seserahan, Siraman, Midodareni, hingga Upacara Panggih dan Upacara Balangan Suruh. Tentu saja, setiap prosesi tersebut memiliki maknanya masing-masing. Jadi, jika kita manut tradisi, maka prosesi tersebut bukan untuk keperluan dokumentasi semata.
Sesungguhnya, sebuah pesta pernikahan juga nggak bakal ngabisin biaya mahal-mahal amat kok. Asalkan kita nggak menjadikan pernikahan ala selebgram sebagai standar pernikahan kita. Nikahan di rumah aja, nggak perlu di gedung juga nggak masalah. Makanan nikahannya pakai ‘piring terbang’ dan nggak pakai prasmanan juga nggak ada masalah. Gaunnya cukup sewa, nggak harus beli, nggak masalah. Dekorasi secukupnya dan tamu nggak dikasih suvenir, juga nggak masalah.
Artinya, kalau kita mau menyelenggarakan pesta pernikahan yang biasa saja asalkan pakem-pakem tradisi kita dilaksanakan dengan semestinya, tentu saja budget-nya nggak bakal gila-gilaan. Jadi, bilang aja ke orang tuamu, kalau mereka cukup membeli kebutuhan, bukan membeli gengsi.
Tapi sebetulnya kita bisa-bisa aja kok menikah ala Suhay Salim dengan mudah. Asalkan kita nggak punya keluarga besar, nggak punya teman yang banyak, dan kita nggak tinggal di Indonesia. Eh.