Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Corak Curhat

Bapak Jadi Gampang Uring-uringan karena Mau Pensiun

Audian Laili oleh Audian Laili
4 Mei 2019
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Seseorang bercerita tentang bapaknya yang jadi lebih mudah marah dan sensitif. Hal ini muncul sejak bapaknya akan pensiun dari pekerjaan yang dilakoninya selama 35 tahun.

TANYA

Halo, Mbak Au~

Perkenalkan, saya Siti, anak kedua dari seorang bapak dan seorang ibu yang (tadinya) hidup adem ayem dan bahagia-bahagia saja. Sayangnya, semua berubah sejak hampir setahun belakangan ini gara-gara sesuatu yang bahkan saya nggak tahu apa namanya.

Bapak saya adalah karyawan sebuah perusahaan selama lebih dari 35 tahun. Sepanjang waktu itu, bapak saya sudah mengalami kerja dengan metode sif-sifan hingga dengan jadwal normal pagi sampai sore.

Dalam dua bulan ke depan, bapak saya bakal pensiun. Artinya, beliau nggak akan lagi berangkat kerja setiap hari dan pulang sorenya, nggak akan lagi ngurusin urusan kantor yang hampir setiap tiga bulan ngadain family gathering, dan tentu saja nggak akan lagi secara teratur mendapatkan gaji bulanan.

Pensiunnya bapak sebenarnya hal yang melegakan bagi saya karena saya pikir bapak memang perlu istirahat, mengingat belakangan ini beliau cukup sering jatuh sakit karena kelelahan.

Tapi masalahnya, Mbak, bapak saya berubah jadi orang yang—duh, maaf, Pak—menyebalkan.

Sedikit-sedikit, bapak bakal ngambek kalau saya dianggap tidak mendengar omongannya, padahal saya cuma bilang, “Iya sebentar,” waktu saya disuruh makan. Ibu saya yang usianya lebih muda dari bapak dan masih bekerja juga terkena semprotan. Menurut bapak, ibu saya kayaknya nanti bakal nggak mau lagi mendengar omongan bapak karena masih bisa cari uang sendiri, sedangkan bapak sudah nggak punya gaji (tentu saja ini ditanggapi ibu dengan rasa kecewa—saya juga—karena ibu nggak mungkin cuma melihat bapak dari gaji, kan, Mbak?!).

Berkali-kali, bapak mengeluh bahwa dirinya bakal jadi orang yang nggak berguna dan nggak dianggap oleh kami. Berkali-kali juga, bapak marah-marah sendiri, bahkan pada hal kecil sekalipun.

Dimintai izin untuk pergi saja nggak langsung menjawab, tapi kalau kita langsung pergi, beliau langsung ngamuk setengah mati. Kalau dimintai tolong sesuatu, ya ampun Mbak, bapak bakal melakukannya dengan sangat lambaaaaat sekali, padahal bapak juga bakal marah luar biasa kalau kita klendat-klendet alias nggak cekat-ceket—duh apa sih bahasa Indonesianya? Ya itu lah pokoknya.

Jadi begitu, Mbak Au. Saya nggak tahu bapak saya sebenernya kenapa, tapi rasanya sungguh emosi sekali menghadapi beliau yang suka marah-marah sendiri dan merasa nggak berharga mendadak. Apa ini ada hubungannya dengan pensiun? Tapi, gimana bisa???

Terima kasih banyak sudah berkenan dibaca, Mbak Au. Semoga orang tua kita sehat selalu.

JAWAB

Hai Mbak Siti yang meski sedang merasa bingung, semoga juga dalam keadaan sehat di sana. Mbak, mungkin yang dialami oleh bapak sampeyan ini adalah perasaan tidak lagi berharga karena menghadapi masa pensiun. Bisa dikatakan, ini adalah salah satu siklus manusia yang wajar terjadi dan sangat manusiawi. Ya, bagaimana, tidak? Bayangkan saja, ketika hampir sepanjang hidup beliau berkutat dengan kesibukan pekerjaan. Eh, ujug-ujug akan kehilangan rutinitas tersebut. Tidak aneh jika kemudian muncul perasaan-perasaan tidak lagi menjadi manusia yang berharga. Seolah, pensiun adalah tanda bagi dirinya, telah dianggap sebagai manusia yang memasuki usia tidak produktif. Lantas, beliau merasa masuk dalam “golongan yang terbuang”.

Padahal, tentu saja tidak seperti itu, bukan? Namun, meyakinkan bapak kalau beliau tetap seberharga dulu—baik ada ataupun tidak ada pekerjaan, tentu tidak mudah. Pasti ada kesedihan dan pergolakan dalam diri beliau ketika menghadapi perbedaan rutinitas yang telah dijalani selama puluhan tahun. Yang mana, untuk mengembalikan kepercayaan diri beliau, tidak cukup dengan meyakinkannya sekali atau dua kali.

Iklan

Oleh karenanya, perasaan sedih beliau ini tidak dapat diabaikan begitu saja. Saat ini, sepertinya beliau butuh aktivitas baru. Supaya perhatiannnya pada perasaan tidak berharga tersebut, dapat teralihkan. Supaya energinya yang saat ini digunakan untuk uring-uringan, juga dapat digunakan pada hal lainnya.

Terkadang, rutinitas juga membuat ilusi, yang bikin kita tidak merasa sendirian. Seolah, ada suatu hal yang bersedia menemani kita. Nah, saat si rutinitas puluhan tahun ini tiba-tiba pergi dari kehidupan keseharian, ada perasaan kehilangan. Semakin merasa ada yang hilang, saat beliau melihat orang-orang di sekitarnya tetap berkutat dengan aktivitasnya masing-masing. Beliau merasa ditinggalkan.

Mbak Siti, beliau hanya tidak ingin ditinggalkan. Oleh siapapun. Meski sebetulnya “soal ditinggalkan” itu hanyalah kekhawatiran dalam pikirannya yang terlalu kuat. Sekali lagi, bantulah beliau menemukan aktivitas barunya. Apa pun itu. Seperti aktivitas yang ringan dan santai namun tetap beliau sukai. Pasalnya, kalau tidak ada aktivitas pengalih, perasaan sensitif akan semakin kuat. Lantas, semua orang menjadi salah di matanya. Beliau marah pada “keadaan” yang telah menempatkannya tidak lagi masuk dalam usia kerja yang produktif.

Semangat Mbak Siti, semoga sampeyan dan keluarga juga cukup kuat dan sabar dalam menghadapi bapak yang saat ini sedang dalam masa-masa ingin mendapatkan perhatian penuh. Mungkin, ini juga kesempatan bagi sampeyan untuk memberikan lebih banyak waktu daripada biasanya buat beliau. Meski sekadar bercengkrama atau saling berbagi cerita.

Terakhir diperbarui pada 4 Mei 2019 oleh

Tags: Bekerjamarahmerasa sendiripensiunsensitif
Audian Laili

Audian Laili

Redaktur Terminal Mojok.

Artikel Terkait

Kenangan mahasiswa di Jogja dengan pensiun dokter. MOJOK.CO
Sosok

Kebaikan Seorang Pensiunan Dokter yang Dikenang Mahasiswa Jogja, Berikan Tempat Inap Gratis hingga Dianggap Seperti Keluarga

25 Oktober 2025
Mengelola Rasa Marah untuk Hidup yang Lebih Bahagia | Semenjana Eps. 11
Video

Mengelola Rasa Marah untuk Hidup yang Lebih Bahagia | Semenjana Eps. 11

14 April 2025
Milenial Jogja Beri Alasan untuk Pensiun dan Tidak Pensiun di Jogja MOJOK.CO
Ragam

Milenial Jogja Beri Alasan untuk Pensiun dan Tidak Pensiun di Jogja

12 Januari 2024
Tetap Bertahan Kerja Walau Sudah Tidak Kerasan. MOJOK.CO
Kilas

Tetap Bertahan Kerja Walau Sudah Tidak Kerasan

21 Mei 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

banjir sumatera. MOJOK.CO

Bencana di Sumatra: Pengakuan Ayah yang Menjarah Mie Instan di Alfamart untuk Tiga Orang Anaknya

1 Desember 2025
Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

2 Desember 2025
Lulus S2 dari UI, resign jadi dosen di Jakarta. MOJOK.CO

Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar

5 Desember 2025
Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
Dari Jogja ke Solo naik KRL pakai layanan Gotransit dari Gojek yang terintegrasi dengan GoCar. MOJOK.CO

Sulitnya Tugas Seorang Influencer di Jogja Jika Harus “Ngonten” ke Solo, Terselamatkan karena Layanan Ojol

1 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.