MOJOK.CO – Kalau motor sobat miskin identik dengan Honda Beat, maka motor mesum adalah Shogun 125. Bagi saya motor ini seperti halnya cinta pertama.
Frasa motor jambret, motor miskin, dan motor banci, mungkin sudah akrab di telinga karena konsep ini cukup universal. Motor jambret identik dengan RX King, motor miskin identik dengan Honda Beat, sedangkan motor banci identik dengan CS One. Tapi kalau motor mesum, ya Shogun 125.
Hmmm…. mungkin rada arbitrer atau mungkin frasa ini hanya muncul di pergaulan saya. Sebutan ini pernah sangat terkenal dalam suatu komunitas pada masanya sehingga ia layak menjadi cerita yang diwariskan dari mulut ke mulut, atau dalam dunia kontemporer, media ke media, agar terus hidup sebagai legenda.
Shogun 125 (tanpa embel-embel SP) pernah menyandang predikat motor mesum, setidaknya untuk AGAM – suatu komunitas bertajuk Anak Gaul Mataram – spesies yang hampir atau bahkan sudah punah, karena tidak berhasil meneruskan eksistensinya. Saya menjadi akrab dengan si mesum satu ini karena ia adalah motor pertama saya. Seperti halnya cinta pertama yang selalu menjadi cerita meski tak lagi bersama, ia adalah pahit dan manis dari sebuah rasa yang pantas dikenang dan diceritakan dalam rupa nostalgia. Uhuk….
Saya memilikinya ketika kelas 3 SMP, saat tubuh saya terlalu ceking dan pendek untuk mampu mengangkatnya sekedar untuk distandar dua. Shogun 125 saya berwarna biru, sebiru kelakuannya. Ia memiliki bodi yang rada gemuk – meski tidak segemuk, yang memang tidak ada dan tidak akan pernah ada motor bebek segemuk Karisma – namun ia cukup layak untuk masuk kategori gemuk.
Karena body-nya yang rada bohay dan berat yang cukup untuk membuat ingus saya keluar saat memaksakan diri untuk standar dua. Saya terkadang harus menebalkan muka meminta bantuan jika terpaksa, dan hanya saat dipaksa tanpa ada pilihan untuk menstandarduakannya. Tapi bukan itu yang membuatnya mendapat julukan motor mesum, melainkan jok motornya yang tidak ramah penumpang. Jok yang licin membuat si penumpang sering terpleset, sengaja atau tidak disengaja, mendekat ke arah pengendara.
Setiap ada penumpang, apalagi jika penumpang perempuan, entah mengapa ia begitu pandai membaca otak pengendaranya, memuluskan keinginan si empunya, membuat perempuan itu dekat, lebih dekat, semakin dekat hingga selembar kertas pun tidak boleh memisahkan kedekatan keduanya.
Akal-akalan untuk melakukan rem mendadak tidak dirasa perlu bagi pengendara Shogun 125 jika hanya untuk membuat penumpangnya menempel lekat kayak prangko. Desainnya seolah-olah memang diperuntukkan remaja labil haus pelukan. Dengan sedikit papasan pada jok motornya untuk membentuk depan yang memang sudah lebih rendah dari belakang, sedikit lebih rendah lagi, hanya sedikit lebih rendah lagi, dan dengan bantuan hukum alam semesta serta tidak lupa sedikit bantuan pledge (semprotan yang digunakan untuk membuat motor mengilap), maka kamu dan dia akan berada pada titik tak terpisahkan.
Sebagai pengendara ahli Shogun 125 saya menyarankan kamu tidak perlu menggunakan cara radikal, seradikal ngerem mendadak hanya untuk sedikit pelukan. Kamu cukup menaikkan kecepatan, tidak perlu tinggi-tinggi, cukup 60km/jam lalu memelan secara perlahan, maka dengan efek slow motion layaknya pada film-film romantis Hollywood, ia akan bergerak tanpa terhindarkan menuju kamu.
Saya saksi hidup yang punya banyak cerita dengan kemesuman Shogun 125. Pernah suatu ketika teman perempuan minta ikut pulang sekolah karena kebetulan tidak ada yang menjemput. Dengan senyum yang saya sembunyikan dalam hati, saya menerima permintaannya. Belum lama jalan teman saya di belakang sudah merosot turun, turun, semakin turun hingga tak ada ruang untuk turun lagi. Kemudian dengan rada kesal ia bertanya.
“Motormu ini kenapa sih? Saya diseret jatuh ke depan terus menerus. Dasar motor mesum.”
Saya tidak menjawab. Tidak merasa perlu menjawab. Cukup tersenyum. Rasanya sudah seperti mendengar kutipan Paulo Coelho yang pernah dipopulerkan ulang oleh Fiersa Bersari itu “Ketika kamu menginginkan sesuatu dengan sangat, seluruh alam semesta akan berkonspirasi membantumu mencapainya.”
Penumpang berganti penumpang, perempuan berganti perempuan, menunggangi punggung si mesum. Kabar tentangnya pun tersebar. Sejak diketahui memiliki kelebihan yang unik, motor saya sering sekali dipinjam oleh teman-teman. Mereka yang meminjam motor saya untuk mengantar pacar, teman perempuan, PDKTan, atau sekedar TTMan. Semua itu demi memberikan sensasi kehangatan tanpa jarak dan sedikit tempel-tempelan.
Banyak cerita dengan Shogun 125 di komunitas kecil kami. Sempat juga muncul sebuah ungkapan di kalangan kami, “Jika kamu ingin mengetahui apakah gebetanmu mau denganmu, ajak dia naik Shogun 125. Jika dia masih mau diajak lagi, berarti perasaanmu terbalaskan. Jika tidak cari gebetan baru.” Hanya orang yang memang punya rasa dengan kamu yang mau himpit-himpitan, rada tersiksa di atas jok motor yang licin, lebih licin dari ice skating.
Saya dulu berpikir kisah kemesuman yang lekat dengan Shogun 125 itu arbitrer. Hanya sendiri saya alami. Tiada yang lain mengalami hal yang serupa, apalagi sama. Ternyata tidak. Semua pengguna Shogun 125 yang saya kenal punya cerita yang kurang lebih sama. Saya tidak tahu dari mana atau karena apa, apakah motor Shogun 125 yang membuat kami pengendaranya menjadi mesum? Ataukah memang karena kami mesum dan alam semesta menyediakan perangkatnya?
BACA JUGA Tesla Model X, Mobil yang Fitur Canggihnya bikin Ngiler atau artikel lainnya di OTOMOJOK.