MOJOK.CO – Akun resmi Netflix US menulis cuitan peringatan tak biasa. Pasalnya, sebuah film baru saja menimbulkan aksi yang lebih tak biasa: Bird Box Challenge.
Desember lalu, Netflix merilis film baru berjudul Bird Box. Dibintangi oleh Sandra Bullock, film ini mengisahkan drama thriller mengenai monster berbahaya. Konon, siapa saja yang melihat monster ini akan langsung terdorong untuk membunuh dirinya sendiri, misalnya dengan menabrakkan diri ke truk yang melaju cepat atau mengurung diri dalam mobil yang sedang terbakar.
Cara-cara untuk menghindari monster tadi pun dilakukan. Sandra Bullock dan kedua anaknya memilih langkah yang ekstrem, yaitu menutup mata dengan kain dan menyelamatkan diri melewati hutan dan sungai.
Ya, sekali lagi: karakter yang dimainkan Sandra Bullock ini melakukan penyelamatan diri dengan mata tertutup agar terhindar dari kemungkinan menatap monster dengan mata telanjang.
Agaknya, film Bird Box meninggalkan kesan bagi para penontonnya dengan sedikit berlebihan. Buktinya, Kamis lalu, akun resmi Netflix US tiba-tiba menulis cuitan peringatan tak biasa. Pasalnya, selama beberapa minggu belakangan, ada aksi yang lebih tak biasa muncul di banyak tempat di dunia: Bird Box Challenge.
[!!!!!!!11!!!1!!!!!]
Can’t believe I have to say this, but: PLEASE DO NOT HURT YOURSELVES WITH THIS BIRD BOX CHALLENGE. We don’t know how this started, and we appreciate the love, but Boy and Girl have just one wish for 2019 and it is that you not end up in the hospital due to memes.
— Netflix (@netflix) January 2, 2019
Yaaa, Saudara-saudara, setelah Kiki Challenge dan Momo Challenge, kini ada satu jenis challenge lagi yang mendadak populer di media sosial. Bird Box Challenge konon lahir sebagai bentuk imitasi akibat dukungan pada film terbaru Netflix.
Pada challenge yang satu ini, orang-orang menutup matanya dan beraktivitas seharian. Banyak dari mereka merekam pengalaman tutup-mata mereka untuk diunggah dan dibagikan pada orang-orang lain yang kemudian ikut terdorong melakukan hal yang sama. Bahkan, sebuah akun bernama @BirdBoxMemes muncul di Twitter, menampilkan video-video challenge yang telah dilakukan banyak orang.
https://twitter.com/birdboxmemes/status/1078251314331639808
Gimana, ngilu nggak, gaesss???
Sungguh, aneh betul orang-orang zaman sekarang. Tambahkan saja kata ‘challenge’ pada suatu topik, maka berubah virallah isu tersebut sampai semua orang mati-matian berusaha mengikutinya. Mereka-mereka yang mengikuti Bird Box Challenge pun bukan hanya satu-dua orang, melainkan dalam jumlah tak terhitung. Pertanyaannya, kenapa, sih??? Kenapa harus bersikap bodoh hanya demi konten Instagram, YouTube, atau Twitter, mylov???
Kalau ada yang perlu disalahkan dalam hal ini, saya rasa kita bisa mengambinghitamkan media sosial. Pasalnya, ada penelitian yang menyebutkan bahwa para pengguna medsos (kebanyakan remaja) cenderung bersifat egosentris dan punya kebiasaan untuk membayangkan dirinya sebagai pusat perhatian melalui media sosial. Karena itulah, kalau ada sesuatu yang viral, mereka merasa yakin bahwa hal itu juga perlu mereka lakukan untuk menunjukkan eksistensinya.
Hal di atas didorong pula dengan munculnya hormon dopamin yang mendorong seseorang untuk melakukan apa pun yang ia rasa menyenangkan. Hormon ini menghasilkan keinginan bagi pemiliknya untuk mencari rangsangan dan penghargaan, termasuk melalui hal-hal umum yang sebenarnya biasa saja, tapi terasa luar biasa bagi mereka. Kayaknya, kalau mereka patah hati, mereka pun nggak keberatan untuk menangis di depan kamera dan mengunggahnya ke Instagram Story pakai efek Boomerang, deh.
Kegilaan Bird Box Challenge mengingatkan saya pada jenis challenge lain yang sama anehnya. Suatu malam, saya mengunjungi Titik Nol Malioboro bersama seorang kawan. Kala itu, seorang laki-laki berdiri mendekati kami, lalu berujar cukup keras, “Hey, hey!”
Saya, yang sedang memegang kamera dan siap mengambil gambar teman saya, secara refleks menoleh. Bukannya melanjutkan kalimatnya, mas-mas aneh ini langsung nyanyi sambil menari-nari, “Hey Tayo, hey Tayo!”
Apakah saya tertawa? Nggak, tuh. Saya amati orang-orang di sekitar saya: semua pasang muka datar dan tak ada yang tertawa ngakak sama sekali, tidak seperti emoji yang kemudian mas-mas ini tambahkan di caption videonya beberapa hari kemudian (saya tak sengaja menemukannya di Instagram). Saat itu, mata saya langsung mencari—dan akhirnya ketemu: seorang laki-laki lain, yang saya yakin merupakan komplotan mas-mas aneh ini, sedang berdiri di sudut sambil mengangkat kamera. Merekam.
Iya, si mas-mas ini sedang melakukan Hey Tayo Challenge. Tapi, maksud saya…
…duh, di mana, sih, lucunya????!!!! Di mana, sih, seninya??? Gimana kalau orang yang dia prank dengan “Hey, hey!”-nya itu benar-benar sedang menunggu sapaan seseorang dan terpaksa harus menelan pil pahit setelah tahu dia cuma dikerjain??? Gimana kalau saat itu saya lagi PMS dan jadi emosi, lalu langsung ngegeplak kepala masnya pakai kamera??? Apa saya malah nggak bakal ditahan dengan tuduhan melakukan kekerasan berencana???
Bird Box Challenge adalah bukti kebodohan tingkat selanjutnya. Pada keadaan apa, sih, seseorang memiliki urgensi untuk menutup mata dan jalan-jalan seperti biasa, bahkan sampai berlari dan berharap dia nggak akan kejedot atau jatuh dari trotoar dan kesamber bus yang kecepatannya naudzubillahimindzalik itu??? Pada kondisi apa seseorang merasa perlu menutup mata dan menarik-narik anaknya yang juga ditutup matanya, hanya untuk mencelakakan anaknya sendiri???
Hadeeeeh, kalau mau bodoh ya nggak perlu ngajak-ngajak, to, Pak!
Kegilaan Bird Box Challenge ini, bagi saya, cuma pengulangan dari keanehan Hey Tayo Challenge atau Kiki Challenge yang juga membahayakan pelakunya karena harus berjoget sejajar dengan mobil yang masih berjalan. Kalau memang orang-orang ini sudah segitu bosannya untuk hidup dengan aman, sehat, nyaman, dan normal, bisa nggak sih mereka nggak memancing remaja-remaja lain di dunia untuk melakukan hal yang sama?
Atau, kenapa mereka nggak melakukan challenge lain yang lebih baik, seperti Challenge Buang Sampah pada Tempatnya atau Challenge Melamar Kekasih Nggak Pakai Lama?