Saya pernah bergabung dalam Lembaga Pers Mahasiswa (persma) di sebuah kampus perguruan tinggi negeri di Yogyakarta. Meskipun hanya persma level fakultas yang barangkali tak sekondang persma Kuil B-21, macam Balairung dan Bulaksumur Pos. Mayoritas awak persma saya adalah para jomblo yang sering meratapi nasib. Dari yang resah karena tak juga laku sampai yang sering curhat mengenai gebetan yang hobi tarik-ulur, tak kunjung memberikan kepastian.
Menurut pengamatan saya, anak persma sering kalah pamor dengan, misalnya, anak-anak pencinta alam (Mapala)—yang terlihat sangar, macho, gemar berpetualang—anak BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa)—yang tampak elit dan bermasa depan cerah—atau anak Rohis Kampus yang di dalamnya didominasi para pemuda-pemudi soleh dan solehah calon menantu idaman mertua seperti Kak Rumanah dan Bang Robi.
Mungkin karena kami terlalu akrab dengan tenggat waktu tulisan, jadi kami lebih sibuk menulis berita, mengedit tulisan, atau melayout (jangan lupakan layouter persma, jasa mereka begitu besar). Kami sampai lupa mengakrabi hal lain: urusan pacaran. Bagaimana tidak, kami lebih takut disemprot senior karena tulisan daripada disemprot pacar karena lupa janjian.
Anak persma memang selalu identik dengan menulis. Bukankah yang suka menulis itu selalu menarik? Lihat saja Cinta dalam Ada Apa Dengan Cinta yang tengah booming kembali itu. Ia pernah dibuat galau, tergila-gila, bahkan rela di-PHP 12 tahun oleh Rangga, si misterius yang gemar menulis puisi.
Kami mungkin tak semisterius dan sememesona Rangga yang diperankan dengan gantengnya oleh Nicholas Saputra. Namun, ada banyak hal yang menjadi kelebihan anak-anak persma yang barangkali dapat membuat pembaca artikel ini berpikir untuk mencari pacar anak persma. Hal-hal tersebut antara lain:
Referensi bribikan yang membuat kami handal dalam membribik.
Di persma manapun, para senior pasti selalu bersabda “banyak-banyaklah membaca!”. Maka, bacaan kami begitu luas. Termasuk sastra. Hal ini mempengaruhi materi bribikan kami. Walau tak segombal Sitok Srengenge, bribikan kami dijamin mampu membuat siapapun incaran kami terbang ke awing-awang
“mz, aku mau ganti nama jadi Alina”
“kenapa, dik?”
“supaya bisa kamu kirimi senja”
Kami terlatih ditolak
Seperti judul lagu milik The Rain, ‘Terlatih Patah Hati’. Kami terlatih ditolak. Terlatih ditolak sama dengan pantang menyerah. Coba saja, sudah membuat tulisan yang kami pikir bagus sekali namun kemudian oleh redaktur ditolak, dikembalikan untuk diperbaiki. Apa kami akan menyerah? Tidak, kami akan memperbaiki tulisan tersebut dengan tabah…. ditolak redaktur saja sudah biasa, apalagi ditolak kamu.
Tahan banting dalam keadaan apapun.
Mengejar deadline saat tugas dari dosen menumpuk? Sudah Biasa. Tulisan dikembalikan redaktur? Sudah Biasa. Di-PHP narasumber? Sudah biasa. Susahnya menemukan percetakan bagus yang sesuai dengan dana? Sudah biasa. Atau mungkin terancam dimusuhi dosen dan pejabat kampus karena terlalu keras mengkritik? Apalagi itu! Karena terbiasa dengan semua itu, sudah pasti anak persma akan menjadi pacar yang baik dan setia menemani dalam keadaan sesulit apapun.
Pacaran dengan anak persma dapat membuatmu bertambah pintar.
Seperti yang saya tulis pada alasan pertama. Anak persma wajib hukumnya banyak membaca. Karena banyak membaca, wawasan kami luas dan bisa diajak bicara apa saja. Mulai dari isu terkini, sastra, filsafat, politik. Seru kan berpacaran dengan orang yang banyak tahu? Selain itu kamu juga bisa bertambah pintar, karena ketularan virus membaca dari anak persma.
Terakhir : Kami akan selalu jujur.
Sederhana saja: Nulis berita aja harus jujur, gimana sama kamu?
Baiklah, itu tadi alasan–alasan mengapa anak persma dapat menjadi pacar yang baik. Semoga artikel ini dapat mencerahkan kamu-kamu yang masih jomblo untuk mempertimbangkan mencari pacar atau minimal sekadar mbribik anak persma.
Salam Persma!
Tabique.