MOJOK.CO – Sandi dan FZ diciduk polisi karena bikin konten video yang menghina Jokowi. Apakah benar ini akibat gerakan #2019GantiPresiden?
Dua orang pelajar asal Bangka Belitung, Sandi (20) dan FZ (16), diciduk polisi gara-gara mengunggah video yang menghina Presiden Joko Widodo di sebuah akun media sosial. Keduanya ditangkap di rumah seorang pengacara di Kota Pangkalpinang, Bangka Belitung. Menurut Kabag Ops Polres Bangka, Kompol Sopian, tindakan mereka ini akibat terprovokasi gerakan #2019GantiPresiden.
“Alasan pelaku ya mereka melakukan itu karena sering menonton berita #2019GantiPresiden, yang sedang ramai, jadi muncul niat membuat video itu,” kata Sopian seperti diberitkana detik.com pada Minggu (2/9).
Kronologinya bermula saat Sandi dan FZ sedang berkumpul di rumah IK, Desa Balunijuk, Kecamatan Merawang, Kabupaten Bangka, pada Senin (27/8). Saat itu, Sandi meminjam hp milik FZ, lalu iseng membuat sebuah video berdurasi 30 detik yang berisi penghinaan terhadap Jokowi. Setelah selesai, FZ lantas mengunggah video tersebut ke status WhatsApp-nya. Dalam waktu sebentar, video yang menghina “Jokowi kafir” itu pun menjadi viral.
https://www.facebook.com/100005132162105/posts/1055224514658611/
Atas tindakannya tersebut, Sandi dan FZ dikenakan Pasal 27 ayat 3 UU RI No 11 Th 2008 yang isinya tentang muatan penghinaan atau pencemaran nama baik di alat elektronik. Mereka diancam hukuman empat tahun penajar. Namun, karena masih bestatus pelajar, Sandi dan FZ akhirnya cuma dikenai wajib lapor dua kali seminggu.
Awalnya, hanya Sandi yang ditetapkan sebagai tersangka. Namun, dalam perkembangan penyelidikan, FZ juga akhirnya jadi tersangka karena ikut menyebarkan video tersebut. Sementara IK sempat kabur menghindari kejaran polisi, walau akhirnya tertangkap juga. Saat ini, status IK masih sebagai saksi semata.
“Benar, saat ini dua orang diperiksa sebagai tersangka, sedang yang satu lagi statusnya masih sebagai saksi,” jelas Sopian.
Sandi bukan satu-satunya pemuda yang digeropyok polisi karena menghina Jokowi. Seorang pemuda berinisal RJ misalnya, kasusnya sempat ramai di penghujung Mei 2018 lalu. Dalam sebuah video berdurasi 19 detik, RJ tampak bertelanjang dada dan dengan sok menantang Jokowi. Gue tembak loe ye. Jokowi gila, gua bakar rumahnya. Presiden gua tantang cari gua 24 jam, kalau nggak loe temuin gua, gua yang menang,” katanya.
Namun, sama seperti Sandi, RJ pun tidak ditahan karena masih di bawah 17 tahun. Ditemani orangtuanya, RJ lalu meminta maaf pada Jokowi melalui sebuah video berdurasi 55 detik. Belakangan diketahui pula jika tujuan RJ mengunggah video itu karena terprovokasi oleh tantangan temannya.
Kasus Sandi dan RJ menunjukkan bahwa remaja mudah terprovokasi untuk membuat konten-konten bernada kebencian tanpa memikirkan dampaknya ke depan, terutama pada diri mereka sendiri. Kalau tidak karena ingin terlihat keren di depan teman ya ikut-ikutan tren yang sedang berkembang.
Masalahnya, sekarang gerakan-gerakan yang kontra dengan Jokowi sedang menguat. Kampanye #2019GantiPresdien misalnya. Tanpa pemahaman etika-etiket di medsos yang baik, remaja-remaja yang mudah panas rawan terprovokasi. Soalnya, bakal gawat kalau nantinya “menghina presiden” jadi semacam ajang challengs di medsos macam Gangnam Style dan Harleem Shake.