Saya sengaja menahan diri untuk tidak menulis di Mojok sebelum hiruk pikuk 411 berakhir. Euforia massa terhadap Ahok beserta pro-kontranya sungguh menakutkan dan menyebalkan. Sampai-sampai saya khawatir kalaupun saya menulis tips memesan es teh nggak pake teh atau memelihara tuyul yang baperan, orang akan tetap mengaitkannya ke isu Ahok.
Bukan main memang. Fans dan haters Ahok memenuhi timeline media sosial dan menjadi topik hangat di pakter-pakter tuak hingga arisan perkumpulan marga. Mungkin fans buta Ahok ini sudah terkena pilkadazone. Jatuh hati kepada kandidat tertentu secara membabi buta hingga tidak lagi berpikir dan bertindak logis. Yang ironisnya tidak ada jaminan cinta tersebut akan berbalas setelah si kandidat terpilih. Dasar platonis dan masokis. Kurang-kuranginlah, coy.
Bagi yang membenci berlebihan, nah ini lebih seru lagi. Ibarat pepatah lama, benci adalah singkatan dari “benar-benar cinta”. Ngakunya benci, kok malah diomongin terus-terusan setiap hari.
Sebelum saya mulai sebal kepada diri saya sendiri yang juga sudah mulai ikut-ikutan ngomongin Ahok, marilah kita membahas hal yang lebih mengena pada kehidupan Anda daripada urusan politik elektoral: urusan asmara.
Kita hidup di era postmodernisme yang sangat mengagungkan hak-hak individual. “Man is nothing else but what he makes of himself is the first principle of existentialism,” ujar Kanjeng Dimas Jean-Paul Sartre. Semakin ditegaskan oleh band junjungan para penganut alayisme, Armada, dalam lirik lagunya, “Biarlah orang berkata apa, yang penting aku bahagia….”
Okay, comrades, fellows, millenials, or whatever you are. Silakan bangga dan teguh pada eksistensialisme, individualisme, atau isme-isme apa pun yang Anda anut. Sampai Anda jatuh cinta pada perempuan Batak.
Jatuh cinta pada perempuan Batak hingga siap untuk menikah dengannya berarti Anda harus siap juga untuk “menikah” dengan keluarganya. Hal ini memang masih berlaku di seluruh Indonesia, tapi ya kalok untuk orang Batak memang agak gimana gitu. Sistem kekerabatan Batak, dalihan na tolu, masih sangat kuat dan mengikat. Belum lagi sistem marga yang ampun-ampun rumitnya. Pengertian keluarga di orang Batak tidak hanya berarti bapak, mamak, dan kakak-adik calon istrimu, tetapi juga sepupu ibu dari calon istrimu hingga sepupu dari opungnya sepupu ibu dari calon istrimu. Bukan main.
Namun, sulit untuk menghindar dari pesona perempuan Batak (tsaaah!). Dari segi populasi saja, Batak merupakan salah satu suku terbesar di Indonesia dengan jumlah populasi mencapai 9 juta. Orang Batak ada di mana-mana. Di setiap sudut Indonesia, ada saja sekumpulan mamak-mamak Batak bersasak tinggi yang hendak pergi marminggu ke gereja, yang hampir pasti gereja Batak pula. Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) yang merupakan salah satu gereja Batak saja sudah berdiri tegak di New York.
Walau telah melanglang ke mana-mana, orang Batak lebih rida jika anaknya menikah dengan sesama Batak. Seorang Batak bolehlah hebat, jauh-jauh kuliah di Leiden atau bekerja di pertambangan minyak di Qatar, namun pada suatu hari yang cerah (atau suram) nanti, mereka hampir pasti akan pulang juga ke Tano Batak—biasanya di momen Lebaran dan Natal—untuk dijodohkan dengan paribannya.
Mamak-mamak Batak memainkan peran sentral dalam persoalan mencarikan boru ini. Dan militansi mamak mamak Batak untuk mencarikan rokkap ni tondi alias belahan jiwa bagi anak laki-lakinya yang mesti perempuan Batak jangan dipertanyakan lagi. Ngeri. Biro jodoh mana pun lewatlah. Sangat direkomendasikan untuk jomblo karatan.
Berdasarkan penilaian subjektif, chauvinistis, dan primordialistis saya, perempuan Batak memang pesonanya tidak bisa dinafikan. Karakternya tegas tapi sangat keibuan. Apa khususnya makna tegas ini Anda tanyakan sendiri sajalah kepada teman-teman Anda yang beribu perempuan Batak. Cerita-cerita yang akan Anda dapat saya jamin cenderung horor namun mengharukan.
Bagi perempuan Batak, keluarga adalah segalanya. Terutama anak. Tidak jarang kita mendengar cerita bagaimana orang-orang Batak sukses, baik sebagai menteri maupun raja copet terminal, selalu mengagungkan bahkan memuja ibunya. Selalu inang, inang, dan inang. Model kedisiplinan dan kegigihan yang diajarkan perempuan Batak kepada anak-anaknya sejak kecil memang luar biasa.
Bukan berarti kasih sayang kepada pasangan atau suami dinomorduakan, ya. Kalau yang ini agak unik. Kasih sayang dalam logika perempuan Batak bukanlah memanjakan apalagi bersikap lemah lembut dan romantis kepada pasangannya. Keluhan, kritikan pedas nan tajam, hingga bentakan yang “membangun” kerap dilontarkan perempuan Batak kepada pasangannya. Tak heran jika banyak pria Batak sukses. Dikritik dan dibentak terus setiap hari membuat pria Batak semakin terpacu untuk bekerja keras dan menunjukkan kepada istrinya bahwa ia mampu menjadi sesuatu yang hebat dan bisa menyekolahkan anak-anaknya hingga ke bulan.
Namun saya curiga, mungkin bentakan para istri juga yang membuat pria Batak enggan, bahkan cenderung takut, untuk berlama-lama di rumah dan memilih bekerja atau berada di luar rumah selama mungkin. Jika benar, bisa jadi itulah sebabnya mengapa lapo tuak selalu penuh di malam hari. Selalu ada pelanggan setia lapo yang terus-terusan memeriksa ponselnya (apakah sudah ditelepon oleh nama kontak “Polisi Toba” atau “Koramil XXX” alias istrinya).
Namun, jatuh cinta pada perempuan Batak bukan main tantangannya. Terutama bagi laki-laki Batak. Tarombo Si Raja Batak adalah sebuah sistem yang mengatur marga-marga apa saja yang seketurunan dengan marga Anda, sehingga otomatis tidak dapat Anda nikahi. Dan sistem ini masih dianut secara militan hingga sekarang.
Bayangkan, sebagai laki-laki Batak, Anda tidak dapat menikahi empat hingga delapan jenis marga yang berbeda dengan Anda! Di suatu hari yang indah di Berlin, misalnya, laki-laki bermarga Manalu bisa saja jatuh cinta setengah mati dengan boru Purba. Secara garis kekerabatan hari ini mereka tidak memiliki hubungan kekeluargaan. Namun, mereka kemudian mesti membuang jauh-jauh impian untuk bisa bersama ke jurang-jurang di sekitar Danau Toba. Marga Manalu dan Purba masih dari garis keturunan yang sama menurut Tarombo Si Raja Batak soalnya. Tragis.
Di Batak sebelah selatan, peraturan ini sudah agak melonggar. Sudah ditemukan banyak sekali kasus nikah semarga yang diridai orang-orang Batak sub Angkola dan Mandailing. Mantan Perdana Menteri Indonesia yang menjadi junjungan kaum Kiri Indonesia, Amir Sjarifuddin Harahap, merupakan orang Batak Angkola-Mandailing pertama yang mendobrak tradisi ini. Ia menikah dengan Djaenah yang juga bermarga Harahap, membuat Batak di seluruh dunia geger pada masa itu. Amir Sjarifuddin memang sungguh-sungguh melawan sampai pada urusan cinta. Rebel. Djoendjoengankoe.
Bagi laki-laki non-Batak yang jatuh cinta pada perempuan Batak, tantangannya juga bukan main. Anda harus siap mengenal seluruh keluarga besarnya yang bisa mencapai ratusan orang dan mesti menghafal sapaan khas Batak: tulang, namboru, lae, bere dengan fungsi sapaan yang berbeda bagi setiap orang.
Siap-siap juga niat asmara Anda tidak disetujui calon mertua karena latar belakang yang bukan berasal dari suku Batak. Namun, apalah serunya kisah asmara tanpa tantangan yang berarti, Ketua! Ada tips dan trik untuk menaklukkan calon mertua Batak, namun itu bisa kita diskusikan lain waktu. Intinya berani sajalah.
Begitulah orang Batak, sudah berjuang keras sejak lahir. Di beberapa wilayah asal orang Batak, kontur alam cukup keras sehingga memaksa pemudanya merantau di usia yang sangat muda. Kondisi yang keras seperti itu juga membentuk perempuan Batak bermental baja dan tidak punya waktu untuk terus bersolek dan bertingkah manja. Begitu pun dengan urusan cinta. tiada waktu untuk menye-menye.
Setelah membaca ini, semoga Anda tidak kapok jatuh cinta pada perempuan Batak. Bagi yang sedang jomblo, saya sarankan jangan tutup peluang untuk menemukan perempuan Batak. Bagi yang masih naksir, selamat berjuang. Bagi yang sedang menjalin hubungan, selamat berjuang lebih keras. Ibarat kata, perempuan Batak itu luarnya aja kok yang keras. Dalamnya… jugul.
Horas mejuah-juah! Selamat bercinta dan marsihaholongan!
Arti istilah-istilah yang mungkin Anda tidak kenal
pakter: kedai
marminggu: ibadah Minggu ke gereja
pariban: sepupu yang dianjurkan untuk dinikahi
boru: perempuan
inang: ibu
lapo: kedai
tulang: paman dari pihak ibu
namboru: bibi dari pihak ayah
lae: jika kamu lelaki, kamu memanggil anak laki-laki tulang atau namborumu dengan panggilan ini. Juga dipakai untuk menyapa suami dari saudara perempuanmu.
bere: anak saudara perempuan
jugul: ngotot