MOJOK.CO – Pak Amien Rais itu cuma menjalankan tugasnya sebagai sesepuh, yaitu mengingatkan kita yang masih muda. Jin dan genderuwo itu cuma “petunjuk”.
Karena sesungguhnya, hati dan pikiran kita itu keruh dan tidak bersih. Sebuah keadaan yang bikin kita nggak bisa mencerna analogi-analogi cerdas dari Pak Amien Rais. Otak kita semua sudah kena racun survei bayaran dan media yang kotor, yang hasil pekerjaannya hanya untuk kepentingan kelompok tertentu.
Saya sangat sedih dibuatnya. Apalagi ketika mengetahui kalau Pak Amien Rais selalu dihujat oleh banyak orang setelah menyusun sebuah analogi atau istilah yang tidak lazim. Ya memang perlu diakui, analogi dan istilah bikinan Pak Amien memang tidak lazim.
Begitulah gambaran orang cerdas, cara berpikirnya tidak linear, tapi spiral, berpusing-pusing menyerempet bidang ilmu lain untuk menjelaskan sesuatu sekecil atom, tapi punya dampak yang masif dan terstruktur seperti ledakan proton di lapis stratosfer nomer 17.
Kamu paham dengan paragraf di atas? Kalau begitu saja nggak bisa memahami, kalian itu memang tidak layak mencium cincin akik di jari-jari Pak Amien. Kalian nggak layak mendapatkan blessing dari politikus senior Partai Amanat Nasional (PAN) itu. Bahkan, kalian menyebut namanya saja nggak pantas.
Hanya mereka yang sudah terbuka mata batin, terbuka sumbu-sumbu linaer kehidupan yang bisa mengecup luasnya perbendaharaan kata Pak Amien.
Misalnya ketika beliau menyebut bisa tahu doa dan laporan malaikat kepada Allah SWT. Banyak yang menyebut Pak Amien keblinger, karena merasa satu tingkatan dengan malaikat. Kita semua kan tahu, untuk bisa berkomunikasi dengan malaikat, seorang manusia harus menjadi “the one”, “yang terpilih”, “ratu adil”, dan lain sebagainya.
Bahkan, Pak Amien Rais disebut sudah menista agama ketika menyebut dirinya mendengar doa malaikat. Padahal, kita saja yang kurang bijaksana, kesulitan mengikuti kecepatan berpikir Pak Amien yang mendekati kecepatan cahaya senthir itu.
Kita itu nggak mau berpikir positif dengan percaya bahwa Pak Amien Rais situ seorang polyglot. Ia menguasai banyak bahasa; Bahasa Jawa, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Bahasa Jerman (kayaknya), dan Bahasa Malaikat. Pelajaran lunguistik Bahasa Malaikat sudah beliau kuasai secara tuntas.
“Ya Allah, Indonesia itu punya potensi bagus, tapi pimpinannya ugal-ugalan. Tolong ya Allah, kalahkan, tentukan kalah.”
Kalimat di atas adalah usaha Pak Amien meniru doa malaikat kepada Allah SWT. Mungkin beliau sedang trans sehingga bisa melihat kejadian di surga, ketika para malaikat mengumpulkan laporan harian yang selesai tidak selesai harus dikumpulkan.
“Insyaallah yang menang ditentukan Allah. Jadi malaikat-malaikat sudah lapor tiap hari, Allah sudah tahu, tanpa mereka lapor sudah tahu itu. Tiap malam (malaikat) lapor kepada Allah,” tegas Pak Amien.
Meskipun isi doa malaikat itu konon nggak bagus buat Jokowi, niat Pak Amien Rais nggak pernah menyerang Jokowi. Pak Amien itu sayang Jokowi. Coba perhatikan, orang sepandai Pak Amien, ngapain menyerang Jokowi secara membabi-buta? Bahkan, kamu sendiri paham kalau serangan-serangan Pak Amien itu mendegradasikan dirinya.
Namun, demi nama baik Jokowi, Pak Amien Rais rela nama baiknya rusak. Oleh siapa? Ya oleh dirinya sendiri. Itu sifat seorang martir, dengan kesabaran seperti pertapa. Ia rela dihujat, ia rela meninggikan orang lain, memuliakan orang lain, dengan merusak dirinya sendiri. Bukankah ini sifat welas asih paling paripurna?
Nah, ketika Pak Amien merilis analoginya yang baru bertajuk “jin” dan “genderuwo”, orang menyebutnya delusi, penyembah mistis, uzur, dan lain sebagainya. Analogi ini konon digunakan Pak Amien untuk menyerang penyelenggara pemilu, dan di ujungnya, tentu saja menyerang pemerintah (Jokowi) yang diibaratkan punya cara-cara curang untuk mengalahkan Prabowo.
Jadi, Pak Amien meminta supaya perhitungan rekapitulasi hasil Pilpres 2019 jangan diadakan di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat.
Amien menolak penghitungan suara di hotel tersebut karena curiga terjadi kecurangan. Beliau menyebut kecurangan itu diperbuat oleh pihak yang dianalogikan sebagai “jin” dan “genderuwo”. “Selain DPT harus segera dibenahi, besok penghitungan hasil pemilu jangan pernah di Hotel Borobudur. Mereka banyak jin banyak genderuwo di sana,” ujar Amien seperti dikutip oleh CNN.
Apa yang dimaksud dengan “jin” dan “genderuwo”?
Pak Amien Rais menyampaikan KPU terlalu sering menjadikan Hotel Borobudur sebagai lokasi penghitungan suara tingkat nasional, dan selalu gagal menjaga keamanan penghitungan suara. “Saya tahu di sana banyak sekali hacker dan lain-lain. Jadi kita yang sadar, jangan pernah di Borobudur. Apa Borobudur itu? Lebih baik di KPU atau DPR,” ujarnya.
Banyak yang memandang Pak Amien sedang menyerang Hotel Borobudur dan KPU. Tahukah kamu, sebetulnya Pak Amien ini sedang menyentil mantan Presiden Indonesia, tak lain tak bukan: Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY. Kenapa bisa begitu?
Begini, terakhir kali perhitungan suara pemilu dilakukan di Hotel Borobudur adalah Pilpres 2009. Saat itu, SBY yang berpasangan dengan Boediono berhasil keluar sebagai pemenang. Sementara itu, pada Pilpres 2014, perhitungan suara dilakukan di kantor KPU. Pemenangnya adalah pasangan Jokowi dan Jusuf Kalla.
Pilpres 2009 diwarnai isu yang tidak sedap, salah satunya isu kecurangan IT KPU, di mana suara SBY dan Boediono mencapai 60 persen. Hotel Borobudur menjadi saksi kemenangan SBY dan Boedono. Lalu ada kasus Century juga yang masih nyerempet-nyerempet pemilu.
Bukankah dengan menyebut bahwa di Hotel Borobudur banyak “jin” dan “genderuwo” dalam bentuk hacker, Pak Amien Rais sedang berusaha menjadi detektif? Membongkar kejahatan pemilu yang sudah lalu. Ya kalaupun nggak bisa membongkar, paling tidak Pak Amien berusaha mengingatkan kita sekali lagi. Bukankah melawan lupa itu penting?
Nah, sementara itu, rekapitulasi suara Pilpres 2014 yang dilakukan di KPU sendiri tidak menemui masalah. Oleh sebab itu, Pak Amien Rais, meski dengan cara memutar, berusaha mengingatkan kita untuk pakai kantor KPU saja.
Ini sifat yang welas asih dan bijaksana. Sebagai sesepuh, memang tugas Pak Amien Rais untuk selalu mengingatkan kita-kita milenial yang tau apa sih. Jangan di-bully lagi, ya.