MOJOK.CO – Kalau generasi muda mendapatkan pelajaran Pendidikan Moral Pancasila lagi (PMP), bapak ibu yang mana daripada politikus terhormat perlu belajar juga.
Jangan disalahartiken. Ini bukan berarti saya tidak mendukung penerapan kembali pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) untuk generasi muda. Justru ini kabar baik. Kemarin (26/11), Agus Mulyadi, Pemred Mojok, menjelaskan beberapa alasan PMP sangat layak dihidupkan kembali.
Ada tiga alasan yang dipaparkan oleh Agus Mulyadi. Pertama, menghidupkan kembali romantisme Orde Baru atau Orba. Pas banget dengan seseorang, keturunan langsung dari perancang Orde Baru yang lagi kangen dengan masa-masa “penak” di zaman bapaknya. Paling tidak, kehadiran pelajaran PMP bikin blio tenang untuk sementara waktu dan gak manggil-manggil arwah Orba yang sudah tenang di alamnya.
Alasan kedua, mendukung proyek bela negara. Pelajaran PMP adalah solusi daripada yang mana adalah bela negara berwujud baris-berbaris. Agus bilang:
“Kita sudah bosan dengan baris berbaris. Nasionalisme kurang? Baris berbaris solusinya. Kurang pemahaman kebangsaan? Baris berbaris solusinya. Korupsi merajalela? Nah, kalau itu, Khilafah solusinya. Hassssh, Taeeeeeek!”
Alasan ketiga, siswa dan siswi kembali mendapatkan gacoan mata pelajaran. “Apa alasannya? Sebab soal-soal PMP memanglah soal yang normatif yang bahkan tak perlu belajar pun, segoblok apa pun, siswa akan bisa mendapatkan nilai minimal 8,” kata Agus.
Sungguh mulia betul yang mana daripada dampak pelajaran PMP ini. Terutama bagi generasi muda, generasi penerus bangsa. Generasi yang terus dicurigai besok tidak akan jadi orang baik kalau tidak belajar soal moral, apalagi Pancasila.
Nah, sampai sini, kamu semua sudah merasakan ada yang salah? Bukan, bukan soal moral dan Pancasila yang ingin diterapkan kepada yang mana daripada generasi muda. Yang salah adalah Kemendikbud seharusnya juga menerapkan pelajaran PMP kepada semua golongan usia, bukan generasi muda saja. Terlebih kepada bapak ibu yang mana daripada politikus terhormat.
Zulkifli Hasan, Ketua MPR, sangat mendukung penerapan kembali pelajaran PMP asal metode pembelajarannya disesuaikan dengan zaman sekarang. Beliau menambahkan:
“Sekarang ini kan kita hilang pelajaran Pancasila, hilang semua pelajaran PMP, hilang penataran P4. AKHINYA KITA SEPERTI INI. Karena ideologi harus diajarkan. Itu boleh radikalisasi ideologi. Pancasila harus diajarkan dari secara radikal, kuat, harus menancap di dada ANAK-ANAK MUDA. SEKARANG INI HILANG. Kalau tidak ada tentu mereka akan mencari YANG LAIN,” ungkap Zul.
Perhatikan kalimat yang saya tulis kapital. Mari kita bedah satu per satu.
AKHIRNYA KITA SEPERTI INI. Kalimat Zulkifli ini tentu merujuk kepada situasi Indonesia paling up to date. Meski ini ambigu, setidaknya kita bisa berasumsi kondisi anak muda yang seperti lupa dengan Pancasila. Tatanan menjadi rusak, apalagi moral. Namun, apakah Zul lupa bahwa “akhirnya seperti ini” juga bisa merujuk kepada situasi politik Indonesia, terutama kontestasi Pilpres 2019?
Siapa produsen hoaks paling besar? Anak muda? Bukan, tapi politikus! Salah satu penggalan Pancasila berbunyi “persatuan Indonesia”. Apakah hoaks itu menyatukan Indonesia. Tolong, Pak. Kayaknya Anda-Anda semua yang mana daripada politikus yang lebih butuh pelajaran PMP dan penataran P4. Ketimbang rapat ditinggal tidur, mending belajar Pancasila lewat gawai masing-masing. Bukan hanya “ANAK-ANAK MUDA” saja.
Bagaimana dengan “SEKARANG INI HILANG”? Coba tengok laporan investigasi dari Tirto.id tentang sindikat jual beli ijazah di Kemristekdikti. Ketika mengabarkan praktik suap secara gamblang, reporter Tirto justru dilaporkan ke kepolisian. Bapak Ibu yang mana daripada adalah politikus tentu tahu media sekaliber Tirto tidak akan merilis tulisan tanpa landasan dan bukti yang jelas.
Kalau sudah begini, tidak hanya melanggar sila kelima yang berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, aksi jual beli ijazah abal-abal dan suap menabrak semua sila Pancasila, beserta butir-butirnya yang banyak banget itu. Siapa yang melanggar? Anak muda? Bukan, politikus! Tidak percaya? Baca saja laporan komprehensif dari Tirto.
Terakhir: “YANG LAIN”. Ketika anak muda tidak mendapatkan pelajaran PMP, jangan khawatir, selalu ada solusi. Apa itu? Jawabannya: akal sehat! Ketika tidak berbuat jahat, memproduksi hoaks, menghina kepercayaan orang lain, bukankah generasi muda justru sudah Pancasilais? Ini sudah langsung praktik, bukan pelajaran lagi.
Pada akhirnya pertanyaan timbul: “Bukankah para koruptor, yang mana daripada adalah bapak-bapak dan ibu-ibu politikus, sudah mendapatkan pelajaran PMP sampai ke akar-akarnya sejak zaman Orba? Kenapa saat ini jadi koruptor, produsen hoaks, dan sumber kegaduhan nasional?
Jangan-jangan, malah bapak ibu politikus yang belum Pancasilais. Kalau generasi muda mendapatkan pelajaran PMP lagi, bapak ibu yang mana daripada terhormat juga perlu belajar juga. Bukankah belajar itu tidak mengenal usia dan jabatan?
Berani?