MOJOK.CO – Stop body shaming dengan bilang orang gendut itu penyakitan. Bisa, kok, kita sama-sama ubah pola pikir dengan bilang: “Yuk, olahraga biar sehat.”
Seberapa sering kamu sebenarnya pengin berbuat baik tapi ternyata caranya salah? Yang kayak gini sering banget terjadi ke orang gendut. Niatnya pengin mengingatkan untuk hidup sehat. Ternyata, yang kamu lakukan itu termasuk aksi ngeselin yang namanya body shaming.
“Kamu tahu nggak, sih, orang gendut itu bahaya. Penyakitan. Makanya, kamu, tuh, harus diet.”
Iya, yang kayak gitu juga termasuk body shaming. Stop body shaming!
Saya sering ngalamin yang kayak gini. Sekarang ini, berat badan saya ada di 115 kilogram. Tapi, entah kenapa, bentuk badan saya malah “lebih kecilan” jika disandingkan sama orang gendut lain yang berat badannya sekitar 90an sampai 100 kilogram. Dan ya, saat ini saya sedang diet dan sadar betul perlunya aksi stop body shaming.
Beberapa tahun yang lalu, saya pernah mencoba diet OCD atau diet dengan sistem jeda makan. Diet yang dipopulerkan sama Deddy Corbuzier itu. Selama lebih dari tiga bulan, berat badan saya bisa turun sampai 22 kilogram. Dietnya kelihatan gampang banget.
Saya sadar udah jadi korban body shaming, tapi saya nggak suka ribet. Jendela makan yang saya anut adalah nggak sarapan dan olahraga rutin tiap hari. Jam makan berat saya adalah pukul 12.00 dan 17.30. Di antara jam makan berat itu, kamu masih boleh ngemil. Untuk olahraga, saya memilih jalan kaki setiap pagi, setiap hari dan futsal setiap Jumat malam.
Dari penjelasan yang terlalu singkat itu, menurutmu, diet OCD gampang atau susah? Yah, kalau cuma sebatas teori atau informasi, sih, gampang. Namun, menjalaninya itu nggak mudah. Kamu harus beradaptasi dengan perut kosong dari pagi sampai siang, lalu tertib berolahraga.
Ada berapa banyak dari kalian yang bisa disiplin berolahraga tiap pagi? Jangan pikir mudah, ya, terutama untuk pemula kayak saya. Oleh sebab itu, bagi saya dan kamu yang merasa butuh diet alias sudah sukses menyandang status orang gendut, diet itu nggak mudah. Ngerti nggak, sih.
Makanya, sebetulnya, kami ini nggak butuh nasihat “Jangan gendut, kamu butuh diet, biar nggak penyakitan.” Kami lebih membutuhkan kesadaran untuk stop body shaming.
Percayalah, kami juga sadar, bahkan mungkin beberapa dari kami sudah melakukan riset bahwa usaha mengurangi berat badan perlu dilakukan. Kami nggak membutuhkan penghakiman bahwa kami ini penyakitan. Yang kayak gitu itu masuk ke dalam body shaming dan kami lelah mendengarnya.
Makin sedih ketika usaha kami untuk diet dan olahraga tidak pernah “dianggap”. Ketika cheat day datang dan saya pengin makan tongseng kambing, penghakiman itu langsung datang. Ke mana apresiasi kalian ketika kami susah payah patuh dengan menu diet dan berolahraga secara disiplin?
Lizzo, penyanyi Amerika Serikat sering jadi korban body shaming dan ketidakadilan. Ketika dia mengunggah foto atau video sedang makan, banyak orang auto nyinyir. Ngata-ngatain Lizzo sebagai orang yang nggak tahu diri karena udah gendut itu harusnya mengurangi makan.
Beda perkara ketika Saweetie, penyanyi juga, posting lagi makan apa saja yang dia suka. Banyak orang memuji dengan bilang, “Nah gitu dong jadi cewek tuh jangan takut makan apa aja.”
Lizzo, dianggap nggak pantas makan apa aja yang dia suka karena gendut, sementara Saweetie boleh karena kurus. Kita tidak pernah tahu perjuangan Lizzo untuk bisa makan enak. Kita juga nggak pernah tahu kalau orang kurus itu nggak berarti nggak penyakitan. So, stop body shaming.
Diet ketat dan olahraga berat sudah Lizzo lakukan hanya demi bisa makan enak. Banyak dari kita dengan mudah melakukan body shaming karena nggak paham kalau yang keluar dari mulut kalian itu jahat.
Aksi kriminal yang menimpa Lizzo itu sering saya rasakan juga. Tahu nggak, sih, kadang, yang paling bisa menyakiti hati kita itu malah keluarga sendiri? Kamu pernah mengalami yang kayak gitu? Hanya karena pertalian darah dan kedekatan lalu anggota keluarga boleh ngomong aja tanpa memikirkan perasaan kita.
Body shaming yang saya alami sering terjadi di tengah acara arisan, misalnya. Ketika kami kumpul untuk makan bersama. Baru juga ngambil satu centong nasi, ada saudara yang nyeletuk. “Jangan banyak-banyak. Badan udah kayak sapi gelonggongan. Diet, nanti penyakitan, lho.”
Ketika saya ngambil nasi dan lauk cuma dikit, eh masih juga dikatain. “Kok cuma dikit ngambilnya? Diet, ya? Nanti kurus, lho, kayak orang penyakitan!”
Bacot. Maunya apa, sih. Ngambil porsi sedeng salah, ngambil dikit juga salah. Baku hantam aja kita! Please, stop body shaming.
Banyak orang nggak tahu usaha keras untuk nggak jadi orang gendut dan hidup dalam bayang-bayang body shaming. Kami harus mengganti nasi putih jadi nasi merah. Iya, nasi yang nggak ada rasanya itu. Malah ada yang bilang kalau nasi merah itu rasanya kayak bekatul.
Beberapa orang gendut, kayak saya misalnya, nggak masalah harus menahan lapar atau berpuasa. Namun, ada juga yang susah setengah mati karena punya penyakit lambung, misalnya. Mereka harus menyesuaikan diet biar nggak jadi penyakit. Harus selektif soal makanan. Kamu pikir kayak gitu gampang?
Jadi, stop body shaming dengan bilang orang gendut itu penyakitan. Bisa, kok, kita sama-sama ubah pola pikir dengan bilang: “Yuk, olahraga biar sehat.” Nggak perlu bawa embel-embel gendut atau bergelambir atau apa aja yang ternyata masuk dalam body shaming.
Stop body shaming!
BACA JUGA Testimoni Diet OCD, Pengalaman Saya Turun 22 Kilogram dalam 3 Bulan dan tulisan lainnya dari Yamadipati Seno.