MOJOK.CO – Liverpool vs Arsenal. Sajian nyali besar Gabriel Martinelli dan unjuk identitas dari anak-anak muda The Kop. Sebuah pemicu hormon endorfin terbaik di dunia.
Fans Arsenal tahu diri sejak jauh-jauh hari. Melawan Liverpool di Anfield bukan sebuah pertandingan untuk diharapkan berakhir menjadi sebuah pesta kemenangan. Meskipun The Reds bermain dengan deretan pemain akademi, terbukti, The Gunners tidak punya nyali untuk bersaing toe-to-toe.
Skor sama kuat 4-4 saat itu menit ke-65 ketika Unai Emery menarik keluar Mesut Ozil. Emery berkilah kalau pergantian itu sudah disepakati sejak sebelum laga. Namun, apa pun alasan pelatih asal Spanyol itu, meniadakan keberadaan Ozil sama saja dengan menghilangkan “titik awal proses kreatif sebuah tim”.
Selama 30 menit sisa pertandingan di mana Ozil sudah tidak bermain, hanya satu kali Arsenal melepaskan tembakan ke arah gawang. Ozil sendiri membuat dua umpan kunci dan satu asis. Pergerakan, penempatan posisi, dan sirkulasi umpan yang ia sajikan terbukti menjadi kepingan kreatif yang hilang dari skuat Arsenal.
Meski akhirnya kalah lewat tos-tosan penalti, Arsenal sendiri tidak seharusnya berkecil hati. Untuk kesekian kali, seorang pemain muda memberikan segalanya. Dia, Gabriel Martinelli, yang datang dari Divisi 4 Liga Brasil, menjadi penampil terbaik bersama Mesut Ozil.
Di tengah ketakutan yang ditularkan oleh Emery, Martinelli menunjukkan cara bermain dengan nyali penuh. Pemain berusia 18 tahun itu membuat dua gol ke gawang Liverpool. Dua gol yang membuat namanya menjadi remaja paling subur di lima liga besar Eropa dengan catatan tujuh gol dari tujuh penampilan saja.
Sebuah capaian yang perlu mendapat perhatian khusus. Tidak banyak pemain berusia 18 tahun punya potensi bisa mencapai dua digit gol dengan menit bermain yang terbatas. Kylian Mbappe pernah mencatatkan prestasi yang sama. Namun, Mbappe bermain rutin bersama AS Monaco lalu Paris Saint-Germain. Martinelli lebih banyak bermain di Europa League dan Carabao Cup.
Prestasi Martinelli ini juga yang membuat laga Liverpool vs Arsenal menjadi sangat berkesan. Nyali Martinelli disambut dengan “tangan terbuka” oleh anak-anak muda Liverpool. Untuk soal ini, saya kagum betul. Mereka bermain dengan level kepercayaan diri seperti pemain muda yang sudah punya pengalaman mentas di level tertinggi.
Saya dibuat kagum oleh tiga pemain muda Liverpool. Mereka adalah Neco Williams, Curtis Jones, dan Divoc Origi. Nama terakhir tentu sudah kamu kenal betul.
Neco Williams debut malam itu. Melawan Arsenal, meladeni Bukayo Saka, sebagai bek kananm kerja Neco sangat bersih. Neco menjadi pemain yang paling banyak melakukan tekel sukses (4 kali) dan berhasil melakukan usaha melewati lawan menggunakan giringan (3 kali). Kedewasaan yang Neco tunjukkan terjadi di menit akhir babak kedua.
Ketika skor 5-4 untuk keunggulan Arsenal, Neco berani memosisikan diri cukup tinggi di sisi kanan. Ketika mendapatkan kesempatan melakukan umpan silang dengan cepat, Neco mengukur situasi. Jika dia melepas umpan silang dengan cepat, Saka akan bisa melakukan intersep. Yang dilakukan Neco adalah melakukan feint, melewati Saka, baru melepas umpan silang.
Satu hal menarik dari umpan silang Neco adalah arahnya yang menjauhi deretan bek tengah Arsenal. Saya tidak tahu apakah ini disengaja atau tidak, tetapi umpan silang parabolic yang mengarah keluar itu sukses mematikan langkah bek Arsenal. Origi, yang tadinya terkepung, jadi bisa membebaskan diri dan menyambut umpan silang itu dengan tendangan voli.
Liverpool masih punya Trent Alexander-Arnold sebagai bek kanan terbaik. Kini, mereka sudah punya penerusnya dalam diri Neco William. Nah, nama kedua yang membuat saya senang adalah Curtis Jones.
Curtis Jones masuk di babak kedua menggantikan Naby Keita yang cedera. Usia Curtis Jones sama seperti Neco dan Martinelli, 18 tahun. Selain usia, nyali ketiganya juga sama, sama-sama besar. Saya tidak mengira Curtis Jones bisa menggantikan Keita dengan sangat apik.
Dari menit bermain yang tidak banyak itu, Curtis Jones menunjukkan ketenangan berpikir dan mental matang. Pepijn Lijnders, salah satu asisten Jurgen Klopp berkata bahwa identitas klub ini adalah intensitas. “Seberapa bagus kamu ketika bertahan dengan tiga orang melawan enam pemain lawan? Attitude seperti itulah yang menjadi identitas Liverpool, yaitu intensitas.”
Curtis Jones menjaga lapangan tengah tidak kehilangan “pijakan”. Dia sangat tenang di tengah tekanan, di tengah kerumunan pemain Arsenal. Salah satu ketenangan itu membukakan jalan bagi sebuah asis untuk Origi.
Curtis juga menjadi penendang penalti terakhir, yang menentukan kemenangan. Dengan tenang ia menjauhkan bola dari gapaian Emi Martinez, kiper Arsenal. Membuat gol kemenangan di depan The Kop, di usia 18 tahun, adalah pengalaman yang akan kamu kenang dengan senyum merekah selamanya.
Nama terakhir, Divock Origi. Dia seperti sebuah kartu As. Membuat trio Sadio Mane, Bobby Firmino, dan Mo Salah bisa bersantai sejenak. Untuk menggambarkan betapa klinisnya Origi, simak kalimat berikut:
Origi mencetak gol kemenangan ketika melawan Everton dan Newcastle United. Dia membuat dua gol ke gawang Barcelona sekaligus menggenapi remontada gemilang musim lalu. Origi memastikan The Reds juara Liga Champions ketika membuat gol kedua ke gawang Spurs. Terakhir, dua gol penjaga asa ketika melawan Arsenal.
Origi tidak banyak bermain. Namun, ketika dipercaya untuk melahap beberapa menit pertandingan, dia mengunyahnya secara tuntas. Origi, Neco Williams, dan Curtis Jones, anak-anak muda yang sudah meresapi betul identitas Liverpool: intensitas.
Laga Liverpool vs Arsenal adalah sebuah berkah tersendiri bagi penonton. Menyaksikan 10 gol cantik terjadi. Menjadi saksi nyali besar Martinelli di tengah skuat bermental lembek. Menikmati suguhan identitas Liverpool lewat kaki Neco, Curtis, dan Origi. Sepak bola, pada titik tertentu, adalah pemicu endorfin terbaik di dunia.
BACA JUGA Emery Melirik Ozil Hanya Ketika Butuh: Gambaran Laki-Laki Lemah Hati, Jelang Liverpool vs Arsenal atau tulisan Yamadipati Seno lainnya.