MOJOK.CO – Rasa kangen fans Arsenal akan cara bermain yang cantik membuat penolakan kepada Jose Mourinho makin kuat. Mikel Arteta kandidat paling ideal?
Rasanya memang sungguh menyenangkan ketika menjadi saksi mantan pemain mentas menjadi pelatih. Apalagi ketika si pemain legenda itu menjadi pelatih klub yang kamu dukung. Romantisme seperti itu berkembang menjadi tren setelah Pep Guardiola sukses besar bersama Barcelona.
Salah satu keberhasilan Guardiola, konon katanya, karena antara pelatih dan klub sama-sama menghidupi identitas. Sebuah hubungan yang membuat manajemen Barcelona berpaling hati, dari Jose Mourinho kepada Guardiola. Mourinho dianggap terlalu “ke-aku-an”, sementara Guardiola menggunakan narasi “kami”.
Memenangi enam piala dalam satu tahun kalender menjadi rekor tersendiri yang dicatat Guardiola bersama Barcelona. Kesuksesan yang membuat banyak klub ingin menempuh jalan yang sama. Dan pada akhirnya gagal. Manchester United menjadi contoh. Ryan Giggs dan Ole Gunnar Solskjaer belum bisa memberikan sensasi yang sama.
Perasaan nostalgia dan sensasi sukses bersama mantan pemain sedang dirasakan Arsenal. Nama Mikel Arteta, Patrick Vieira, dan Thierry Henry sempat masuk daftar pelatih baru ketika Arsene Wenger memutuskan untuk mundur. Mereka “bertarung” dengan pelatih-pelatih senior seperti Unai Emery, Max Allegri, dan Leonardo Jardim.
Akhirnya, manajemen Arsenal sepakat memberikan salah satu pekerjaan paling berat di dunia ini kepada Unai Emery. Presentasi yang bagus, PowerPoint yang sedap dipandang mata, dan prestasi menjadi juara Liga Europa tiga kali berturut-turut membuat barisan mantan pemain harus mundur teratur.
Presentasi Emery di atas kertas memang bagus. Namun, di atas lapangan, presentasi itu seperti bunga bibir semata. Sebuah kondisi yang membuat manajemen Arsenal “dipaksa” mempertimbangkan untuk mengganti pelatih dalam waktu dekat. Sekali lagi, romantisme mantan pemain muncul. Nama Mikel Arteta menjadi yang terdepan.
Sebelumnya, nama yang santer disebut cocok menggantikan Emery adalah Jose Mourinho. Mantan pelatih Real Madrid itu dirasa paling pas untuk mengubah wajah sebuah klub yang kehilangan ide bermain dalam waktu singkat. Sisi pragmatis dalam diri Jose Mourinho dibutuhkan Arsenal demi masuk empat besar di akhir musim.
Saya pernah bilang kalau perjudian Arsenal sangat besar. Terlambat mengganti pelatih berpotensi mencegah Arsenal untuk kembali bermain di Liga Champions. Jika gagal lagi, tidak ada jaminan para pemain penting seperti Aubameyang dan Lacazette mau bertahan. Kehilangan dua pemain itu lebih bikin susah ketimbang gagal lolos ke Liga Champions itu sendiri.
Seiring menguatnya nama Jose Mourinho sebagai kandidat, menguat juga penolakan dari fans Arsenal. Mourinho dianggap sebagai perusak identitas. Citra diri yang membuatnya gagal mendapatkan pekerjaan pelatih Barcelona beberapa tahun silam. Jose Mourinho juga tidak punya rekam jejak yang mengesankan dengan pemain muda. Padahal, salah satu visi Arsenal adalah akademi sebagai sumber kekuatan.
Seiring menguatnya penolakan kepada Mourinho, menguat juga nama Mikel Arteta. Asisten pelatih Pep Guardiola ini dianggap paling cocok dengan identitas The Gunners. Keduanya seperti engsel yang bakal saling mengunci. Pas. Apalagi Mikel Arteta mendapat endorse secara terbuka dari Arsene Wenger.
“Dia punya kualitas untuk melatih Arsenal. Dia seorang pemimpin, punya gairah sepak bola yang tinggi, dan sangat mengenal klub ini dengan baik. Dia tahu yang dibutuhkan klub ini. Jadi, kenapa tidak?” Kata Wenger tahun lalu.
Guardiola sendiri mengakui kalau dirinya justru banyak belajar dari Mikel Arteta. Ketika Benjamin Mendy cedera panjang, Mikel Arteta mengusahakan penggantinya. Arteta melarang klub menjual Fabian Delph ketika tawaran dari Stoke City masuk pada 2017. Bersama Oleksandr Zinchenko, Delph mendapatkan sesi tambahan, sesi privat bersama Mikel Arteta untuk belajar posisi dan tugas yang baru.
Delph berubah dari gelandang bertahan yang sangat jarang dipercaya, menjadi bek kiri yang konsisten. Zinchenko, seorang winger, menjadi bek kiri potensial. Mikel Arteta juga punya kemampuan manajemen pemain yang sangat baik. Misalnya yang dia lakukan kepada Rodri ketika resmi berseragam Manchester City.
Rodri mendapatkan sesi khusus dengan Mikel Arteta supaya si pemain bisa langsung beradaptasi dengan ide dasar Guardiola. Rodri belajar body positioning, kapan harus melalukan press kapan harus menahan diri.
Mikel Arteta juga jeli membaca pertandingan. Ketika melawan Arsenal, secara spesifik dia meminta Mendy untuk tidak melepaskan umpan silang melambung. Ketika sampai di tepi kotak penalti Arsenal, Arteta menyuruh Mendy mengirim umpan silang datar, cut back, yang saat itu disambut Bernardo Silva menjadi sebuah gol.
Ada rasa kangen yang sangat terasa di tengah-tengah fans Arsenal ketika Unai Emery kembali membuat kesalahan. Rasa kangen kepada cara bermain yang atraktif, menyerang, mendikte lawan, bukannya merasa inferior seperti yang disampaikan Emery dan Xhaka ketika melepas keunggulan dua gol atas Watford.
Rasa kangen akan sepak bola cantik yang menjadi ciri khas Arsenal selama dua dekade terakhir. Rasa kangen yang membuat penolakan kepada Jose Mourinho semakin menguat. Saya tidak sedang mendukung Mikel Arteta atau Jose Mourinho. Saya berdiri bersama narasi perubahan demi perjudian yang lebih terukur.
Perlu menjadi catatan kalau mantan pemain bukan garansi kesuksesan. Kelak, ketika Mikel Arteta menjadi pelatih Arsenal dan gagal, kamu jangan langsung menjatuhkan hukuman. Terkadang kita terluka oleh harapan sendiri, bukan karena kegagalan orang lain. Letakkan ekspektasi pada batasan yang manusiawi.
BACA JUGA Apa yang Terjadi Jika Jose Mourinho Menggantikan Unai Emery Sebagai Pelatih Arsenal? atau tulisan YAMADIPATI SENO lainnya.