MOJOKCO – Jangan sering-sering meledek Manchester United (MU), supaya manajemen tetap mempertahankan Ole Gunnar Solskjaer. Kita masih butuh badut, bukan?
Saya masih ingat betul narasi-narasi yang disusun oleh media ketika manajemen Manchester United (MU) resmi mengikat Ole Gunnar Solskjaer sebagai pelatih. Salah satunya, dan pasti kamu juga tahu, Ole Gunnar Solskjaer dianggap mampu meneruskan rekam jejak mantan pelatih sekaligus mentornya, Sir Alex Ferguson.
Bagaimana tidak, setelah resmi menjadi pelatih MU, perubahan yang coba dilakukan Ole Gunnar Solskjaer langsung terasa. Salah satunya ketika secara luar biasa, mampu mengalahkan Paris Saint-Germain di Liga Champions dengan skor 3-1. Saat itu, MU banyak menggunakan pemain muda karena badai cedera yang melanda.
Suatu kali, Sir Alex Ferguson pernah diledek media-media Inggris ketika banyak menurunkan pemain muda. Anggota Class of 92 seperti David Beckham, Ryan Giggs, Neville bersaudara, dan Nicky Butt. “Mau ngapain Alex Ferguson dengan pemain muda?” Tulis media-media Inggris yang memang terkenal nyinyir itu.
Ferguson tak ambil pusing dengan nyinyiran media. Pelatih asal Skotlandia itu memilih menjawab dengan prestasi ketimbang perang narasi dengan media yang seperti sekumpulan hiu ketika mencium bau darah. Class of 92 terbukti menjadi tulang punggung masa-masa keemasan MU semasa rezim Sir Alex Ferguson.
Selain hebat dalam soal nyinyir, media Inggris juga terkenal suka hiperbola. Ketika Ole Gunnar Solskjaer menang dramatis menggunakan pemain muda, dirinya langsung diramal dengan “potensi menjadi” Sir Alex kedua. Rekam jejak itulah yang coba dibandingkan. Hanya karena Ole Gunnar Solskjaer memainkan Tahit Chong, Mason Greenwood, Diogo Dalot, dan Scott McTominay di kandang Paris Saint-Germain.
Media-media Inggris juga punya satu kelebihan lain. Mirip kayak politikus Indonesia: mudah lupa. Mudah lupa dengan apa yang mereka tulis ketika dulu menyanjung Ole Gunnar Solskjaer setinggi langit. Kini, ketika MU terpuruk, sangat buruk, media-media Inggris seperti sekumpulan hyena menggerogoti bangkai. Dan saya setuju sepenuhnya.
Saya juga setuju sepenuhnya kalau manajemen MU terus percaya kepada Ole Gunnar Solskjaer. Kalau bisa pertahankan saja pelatih asal Norwegia itu selama mungkin. Kasih kontrak jangka panjang dan masukan klausul tidak bisa dipecat. Karena bagi para rival, MU yang sekarang adalah MU yang baik. Bukan lagi setan menyebalkan yang ingin dihindari.
Bagaimana tidak baik, dalam 22 pertandingan terakhir, MU hanya memetik 4 kemenangan. Sisanya, mereka mendapatkan 7 hasil imbang dan 10 kekalahan. Selama 22 laga itu, MU hanya mencetak 19 gol dan kebobolan 30 kali. Sebuah catatan manis dari Ole Gunnar Solskjaer. Catatan manis buat para rival mereka.
Old Trafford, kandang MU bukan lagi sebuah arena yang mengintimidasi. Bukan lagi sebuah stadion yang sampai bikin para wasit merasa tidak enak hati jika tidak membantu Manchester United. Jangan salah, jargon “Wasite MU” lahir di Old Trafford, ketika dengan gemilang mereka dibantu wasit untuk memutus rentetan catatan tidak kalah Arsenal.
Old Trafford tetap jadi stadion yang menakutkan hanya bagi Arsenal, wabil khusus Unai Emery. Ketika MU sedang sangat jelek, pelatih asal Spanyol sempat-sempatnya takut meladeni skuat compang-camping itu. Ketika berhasil menyamakan kedudukan, Arsenal malah bermain lebih bertahan.
Berbeda dengan Crystal Palace misalnya, yang berhasil menang dengan skor 1-2 di Old Trafford. Memang, pada titik tertentu, Palace satu level di atas MU dan Arsenal. Dua klub yang sangat sengit berlomba. Berlomba jadi pecundang paling brilian sepanjang sejarah sepak bola Inggris.
Salah satu buktinya adalah catatan brilian Ole Gunnar Solskjaer sebelum melawan AZ Alkmaar di Europa League. AZ Alkmaar, tim asal Belanda itu, menduduki peringkat 15 dari 132 tim di 7 liga besar Eropa yang paling sedikit menderita gol dari peluang biasa. Sementara itu, MU berada di posisi 44 dalam tabel klub yang rajin bikin peluang berbahaya.
From 132 teams in Europe’s top seven leagues, AZ Alkmaar rank joint-15th in conceding low quality chances. On the other hand, Manchester United rank joint-44th in creating high quality chances.
There is a high probability of a 0-0 or 1-1 scoreline today.
— UtdArena. (@utdarena) October 2, 2019
Sebelum laga, berbekal statistik di atas, akun @utdarena di Twitter membuat prediksi laga antara AZ Alkmaar vs MU akan berakhir imbang dengan skor 0-0 atau 1-1. Dan prediksinya tepat sasaran. Laga itu berakhir sama kuat 0-0. Luar biasa Ole Gunnar Solskjaer, bikin gampang para penjudi bola. Mudah ketebak. Ketebak suramnya.
Satu lagi trivia yang bisa bikin manajemen MU semakin yakin untuk mempertahankan Ole Gunnar Solskjaer. Dari 22 laga dengan catatan 4 kemenangan itu, jika dibandingkan dengan perolehan poin selama 24 musim ke belakang, MU akan degradasi dalam 4 musim, sementara di 9 musimnya, mereka akan mengakhir musim di peringkat 17.
Jadi, buat para fans rival, mulai sekarang, jangan sering-sering meledek MU. Berikan puja-puji, sanjung mereka setinggi mungkin. Siapa tahu, manajemen MU memang sangat sabar, seperti manajemen di era Sir Alex Ferguson dulu. Tentunya kita masih membutuhkan hiburan dari badut bernama Setan Merah di sisa musim 2019/2020, kan?
BACA JUGA Sosok Ole Gunnar Solskjaer Dengan Siluet Sir Alex Ferguson di Belakangnya atau tulisan Yamadipati Seno lainnya.