MOJOK.CO – Gelar pemain terbaik FIFA 2018 cukup menegaskan bahwa Luka Modric adalah pemain terbaik Real Madrid untuk tiga tahun terakhir. Bukan Ronaldo, bukan Bale.
Tahun 2010 yang lalu, publik sepak bola dunia dibuat mengernyit ketika Wesley Sneijder tidak masuk ke dalam nominasi pemenang Ballon d’Or. Padahal, gelandang serang asal Belanda tersebut menjadi unsur kunci treble winner Inter Milan dan dongeng Belanda di Piala Dunia 2010 di mana mereka mencapai babak final sebelum ditundukkan Spanyol.
FIFA lebih suka menjual trio Barcelona di atas podium penghargaan: Andres Iniesta, Lionel Messi, dan Xavi Hernandez. Lewat tabungan 34 gol dalam satu musim dan berbekal penghargaan sepatu emas Eropa, Messi menjadi penerima Ballon d’Or. Seperti sebuah opera yang terskenario, euforia hanya milik Messi dan lingkaran Barcelona-nya.
Untung saja, “kejutan” yang sama tidak terjadi di penghargaan pemain terbaik Eropa 2018. Masuk kategori bersama Mohamed Salah dan Cristiano Ronaldo, Luka Modric terpilih sebagai pemenang. Atas performa brilian Modric bersama Real Madrid di Liga Champions dan bersama Kroasia di Piala Dunia, pemain berusia 33 tahun tersebut memang layak menerima penghargaan yang terbaik di dunia.
Luka Modric memang sangat layak menjadi yang terbaik. Bahkan, bagi penikmat sepak bola yang bisa memandang secara objektif, Modric adalah pemain terbaik Real Madrid. Bukan hanya tahun ini saja, melainkan tiga tahun ke belakang. Ketika Los Blancos memenangi tiga piala Liga Champions secara berturut-turut.
Sepak bola menadi kontestasi yang terlalu sempit ketika kamu memandang yang terbaik dari jumlah gol saja. Atau bahkan ketika hanya menggunakan nama besar sebagai patokan utama.
Sepak bola adalah kontes yang kompleks. Ada defender, creator, ada controller, dan ada finisher. Pun finisher sebetulnya tidak terbatas kepada menyelesaikan peluang, tetapi menyelesaikan sebuah proses kreatif sebuah serangan menjadi situasi matang untuk menjadi peluang gol. Ia memastikan proses kreatif itu selesai. Dan terkadang, pemain inilah yang tidak boleh tidak ada. Ia adalah semesta di mana para pemain lain tumbuh dan berkembang. Ia seperti seorang ibu yang menyuapi anak-anaknya dengan air susu terbaik.
Modric adalah sosok pemain ini. Ia seperti ibu yang memastikan anak-anaknya tumbuh dan berkembang. Ia mengawasi semua. Mulai dari proses membangun serangan dari bawah, terlibat aktif di dalam proses itu, dan menyelesaikan semuanya menjadi peluang. Tapi ia bekerja dalam tempo dan dunianya sendiri. Terkadang tidak terekam, tertutup oleh ingar bingar perayaan gol Cristiano Ronaldo atau Gareth Bale.
Ryan Tank, analis sepak bola dan penulis buku The Inside Wing merangkum nama Modric ke dalam tiga kata, yaitu taktis, kreatif, dan visioner. Untuk seorang gelandang secara khusus, dan pesepak bola secara umum, ini rangkuman yang komplet. Sudah menjelaskan semuanya.
Taktis, kreatif, dan visioner didukung oleh etos kerja yang luar biasa dan teknik dasar sepak bola yang begitu matang. Perhatikan video di bawah ini:
Ketika Luka Modric meminta bola, ia sudah sadar bahwa pemain lawan akan langsung memberikan tekanan dari belakang. Jika visi pemain terbatas, ia cenderung mencari jalan aman dengan mengumpan bola ke bawah (bisa gelandang bertahan atau bek tengah). Modric, sebelum menerima bola, sudah memindai situasi. Jadi, ia bisa beraksi dengan cepat dengan akurasi yang tepat.
Satu sentuhan kecil, ia membebaskan bola dari terjangan lawan, sekaligus memastikan proses menyerang Madrid tetap berjalan. Perhatikan pula gerakan lanjutan mantan pemain Tottenham Hotspur itu. Ia segera berlari ke depan, menyediakan diri sebagai opsi umpan demi menjaga progresi positif Los Merengues.
Proses-proses sederhana ini berlangsung dalam sekejap. Tetapi, yang sekejap itu punya andil yang sangat besar terhadap serangan Madrid. Kecepatan berpikir Luka Modric memastikan lini depan Madrid tidak kekurangan asupan bola. Karena hanya situasi bola sampai di sepertiga akhir, sebuah peluang bisa tercipta. Peluang, sama dengan gol. Sangat sederhana.
Kesederhanaan ini pula yang menjadi corak Real Madrid selama tiga tahun terakhir, selama masih dilatih Zinedine Zidane. Semakin sederhana cara menyerang sebuah klub, semakin mudah ia masuk ke kotak penalti lawan.
Bersama Toni Kroos dan Casemiro, menciptakan trio gelandang terbaik di dunia, Luka Modric menjahit, menyatukan keduanya. Casemiro dan Kroos menyeimbangkan, Modric menyempurnakan. Kesadaran akan ruang pemain Kroasia ini memastikan Real Madrid tidak kehilangan bola di lapangan tengah.
Perhatikan dua ilustrasi dari Ryan Tank di bawah ini:
Sebetulnya, dua ilustrasi di atas merupakan aksi yang kompleks. Mulai dari membaca arah bola dari kawan, pergerakan tanpa bola, hingga menciptakan ruang bagi kawan supaya progresi berjalan bersih dan aman. Aksi yang kompleks ini seperti berjalan dalam satu tarikan napas saja. Inilah aksi yang bobotnya sangat besar dalam sebuah proses serangan. Sama pentingnya dengan gol itu sendiri.
Pemain yang bisa menyederhanakan aksi kompleks (pass, move, and create) menjadi terlihat sederhana adalah gambaran pemain cerdas.
Selain punya peran maha penting di proses serangan, Luka Modric juga berevolusi menjadi gelandang box-to-box cemerlang. Sangar ketika menyerang, ia juga tangguh ketika menjalankan tugas bertahan. Lewat pembacaan ruang dan etos kerja tinggi, Modric seperti mampu meredam proses serangan lawan yang sebetulnya potensial. Ia nyaris bisa berdiri di ruang dan waktu yang tepat.
Komplet sebagai pemain, sekali lagi, keberadaannya tidak boleh tidak ada bagi Madrid. Sebuah atribut yang cukup membuat Modric layak disebut sebagai pemain terbaik Madrid, bahkan untuk tiga tahun terakhir. Ketika Ronaldo sudah hengkang ke Juventus, Real Madrid tidak kehilangan stabilitas. Setidaknya hingga saat ini.
Untuk semakin menegaskan status yang terbaik milik Modric, silakan nikmati video di bawah ini: