MOJOK.CO – Ketika Cristiano Ronaldo tengah berbahagia, Lionel Messi sibuk membuka front perlawanan pada manajemen Barcelona. Rivalitas dalam media yang berbeda.
Saya tahu judul di atas terbaca sangat tendensius. Namun, saya selalu percaya, di sepak bola, tidak ada yang namanya kebetulan. Entah karena sudah diatur oleh otoritas untuk kasus tertentu, atau karena memang yang namanya takdir. Bicara soal takdir, nama Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo akan selamanya bersinggungan.
Di hari ulang tahun Cristiano Ronaldo, bendungan kekesalan Lionel Messi akhirnya jebol juga. Untuk kali pertama, pemain asal Argentina itu menggunakan media sebagai alat untuk membukan front perlawanan kepada manajemen Barcelona. Sebuah aksi yang pasti tidak diantisipasi oleh manajemen.
Bukan cuma manajemen Barcelona, mungkin kita juga tidak menyangka sosok family man itu akan sangat frontal menabrak manajemen. Kita tentu memaklumi ketika pemain yang berstatus sebagai kapten mengajukan kritik di ruang tertutup. Bahkan memang sudah sewajarnya kalau kapten harus kritis kepada manajemen.
Namun, kita berbicara Lionel Messi. Sosok yang lebih banyak “diam” di atas lapangan meski mengenakan ban kapten. Bahkan di timnas Argentina, di Piala Dunia 2014 yang lalu, Javier Mascherano yang banyak berbicara untuk menjaga konsentrasi dan level determinasi kawan-kawannya. Lionel Messi justru sibuk dengan dirinya sendiri.
Meskipun hanya diam, kita tahu betapa berat gravitasi yang memancar dari sosok Lionel Messi. Dia akan menarik semua aspek untuk “mengelilingi” dirinya. Dia sangat dicintai fans. Bahkan disembah. Bahkan di mata fans tertentu, nama Lionel Messi akan lebih besar ketimbang Barcelona itu sendiri.
Oleh sebab itu, kita tahu betapa besar kerusakan yang akan terjadi ketika bendungan kekesalan Lionel Messi sampai bobol. Cristiano Ronaldo memang berada di level yang sama seperti La Pulga. Namun, pengaruh Ronaldo tidak akan sedahsyat keberadaan dan suara Messi di dalam manajemen klub yang mereka bela.
Ketika Ronaldo tengah berbahagia, merayakan ulang tahunnya untuk ke-35 kali, Lionel Messi sedang membuka front perlawanan dengan manajemen Barcelona. Bukan pemandangan yang mengenakkan bagi manajemen salah satu klub terbesar di dunia itu.
Banyak media yang menulis kalau Lionel Messi akhirnya buka suara karena pernyataan Eric Abidal. Dulu, Abidal adalah rekan Messi di atas lapangan. Sekarang, Abidal menjabat sebagai Direktur Sepak Bola Barcelona.
Abidal, kepada Sport, menjelaskan situasi di balik pemecatan Ernesto Valverde. Dia bilang begini:
“Kami mengamati jalannya pertandingan, bukan hasil akhir. Kami mengamati cara kami bermain, bagaimana taktiknya, mengamati beberapa pemain yang sebelumnya tidak banyak bermain. Saya fokus ke hal-hal itu. Banyak pemain yang merasa tidak puas, tidak bekerja keras, dan ada masalah komunikasi di internal. Hubungan antara pelatih dan ruang ganti memang bagus, tetapi ada hal-hal yang bisa saya, sebagai mantan pemain, bisa cium. Saya beritahu manajemen dan kami mencapai sebuah kesepakatan,” kata Abidal.
Pertandingan yang dimaksud adalah el Clasico di mana pertandingan itu berakhir dengan skor 0-0. Setelah pertandingan itu, suara manajemen Barcelona sudah bulat untuk memecat Valverde.
Saya membayangkan ekspresi Lionel Messi ketika membaca pernyataan Abidal. Ekspresi kekesalan, kekecewaan. Kamu tahu, manajemen Barcelona memang menjadi salah satu biang menurunnya performa tim. Mulai dari pembelian pemain yang tidak tepat hingga pemilihan pelatih yang dikritik oleh banyak analis sebagai langkah yang gegabah.
Ketika “kegagalan” itu dibebankan kepada pemain, Lionel Messi angkat bicara. Lewat akun Instagram pribadinya, Messi menulis: “Jujur, saya tidak suka terlibat dalam hal-hal seperti ini, tetapi saya percaya semuanya punya tanggung jawab kepada pekerjaan dan keputusan masing-masing.”
“Tanggung jawab kepada pekerjaan dan keputusan masing-masing,” kata Messi. Kenapa dia sampai menulis kalimat ini?
Saya bukan fans Barcelona. Jadi, tolong koreksi jika saya salah.
Pertama, Lionel Messi memang dekat dengan Ernesto Valverde. Saya rasa, tingkat respect Messi kepada sangat tinggi dan wajar. Wajar karena Valverde bisa membantu Messi bermain di level tertinggi ketika fisiknya sudah mulai luntur. Pemain mana saja pasti akan sangat berterima kasih dan bersyukur kalau pelatih bisa memperpanjang kariernya.
Ketika Valverde dijadikan “masalah tunggal” oleh manajemen, sangat wajar, bahkan pantas kalau Messi kecewa. Artinya, manajemen gagal memahami dinamika yang terjadi di ruang ganti. Manajemen gaga memetakan semua masalah. Saya tidak bilang Valverde bebas dari dosa. Namun, hanya menyalahkan pelatih dan pemain bukan keputusan yang bijak.
Kedua, manajemen juga punya dosa terhadap kejatuhan Barcelona. Yang paling gampang dilacak adalah performa manajemen di bursa transfer. Ketika Gerard Pique bukan lagi “Pique yang dulu”, manajemen gagal mencarikan penerus. Mereka malah disalip Juventus dalam perburuan Matthijs de Ligt. Di Januari 2020, Jean-Clair Todibo malah dipinjamkan ke Schalke.
Barcelona malah melepas beberapa pemain muda potensial seperti Carles Alena dan Carles Perez. Ketika Carles Perez resmi berseragam AS Roma, Barcelona mendapati kalau Ousmane Dembele terancam absen sampai akhir musim. Dengan kegagalan mencari pelapis Luis Suarez yang cedera sampai akhir musim, pilihan di lini depan menjadi sangat terbatas.
Praktis, melihat semua keadaan itu, Barcelona dan Setien akan sangat bergantung kepada kaki Lelah seorang Lionel Messi. Justru di saat Barcelona membutuhkan pemain untuk tampil dengan 120 persen komitmen, Direktur Sepak Bola mereka melakukan blunder dengan menyerang pemain.
Sangat wajar jika di akhir musim Barcelona gagal juara di semua ajang. Kegagalan mereka sudah bertunas sejak beberapa tahun lalu. Kombinasi pelatih yang kehilangan kreativitas, manajemen yang sibuk dengan kesombongannya, dan para pemain yang mulai Lelah. Front perlawanan Lionel Messi dan jebolnya bandungan kesabaran berpotensi menenggelamkan Barcelona.
BACA JUGA Tidak Ada Cinta dari Ronaldo Untuk Messi, Pemenang Ballon d’Or atau tulisan Yamadipati Seno lainnya.