MOJOK.CO – AC Milan adalah puisi paling sedih di Serie A ketika mereka kehilangan pilihan dan identitas. Mulai musim ini, usaha membangun jalan baru itu dimulai.
Ada orang berkata kalau puisi terindah adalah tentang manusia yang kehilangan arah. Ketika manusia ini tidak lagi punya pilihan. Ketika semua indera dimatikan dan tersesat adalah pilihan paling menjanjikan. Ia kehilangan rasa, kehilangan identitas. Tidak lagi bisa memilih, harus menanggalkan semua jati dirinya.
Beberapa tahun terakhir, AC Milan menjadi “si manusia” itu. Ia kehilangan arah, kehilangan identitas, bahkan jati diri. Ahh, apa arti identitas di dunia sepak bola saat ini selain kemenangan yang menuntut? Indahnya sebuah proses tidak lagi mendapatkan tempat mulia. Tidak ada lagi perayaan akan perjuangan untuk “sekadar mencoba”.
Apa yang dilakukan manusia ketika ia tersesat di tengah hutan lebat? Apa yang dilakukan manusia ketika ia kehilangan kemerdekaan untuk memilih? Si manusia hanya bisa berharap dan menerima semua kemungkinan yang ada. Yang berkecamuk di dalam benaknya adalah cara untuk bertahan dan tidak ditelan oleh hutan belantara itu.
AC Milan adalah wujud sempurna empat bait pertama dari La Divina Commedia, sebuah sayatan paripurna tentang Dante, penyair misterius dari Italia.
Nel mezzo del cammin di nostra vita
mi ritrovai per una selva oscura
ché la diritta via era smarrita
Ahi quanto a dir qual era è cosa dura
Ke dalam Bahasa Inggris, syair itu melagukan:
Halfway through our life’s journey
I woke to find myself within a dark wood
because I had strayed from the correct path.
Oh how hard it is to describe
Yonghong Li dan AC Milan yang hilang
Ketika era Don Silvio mulai masuk senjakala, masa depan Milan seperti tidak tampak. Sosok Papa bagi Milan itu memang begitu dominan. Ia bahkan bisa menentukan taktik dan cara bermain Milan. Pelatih, siapa saja, tak punya kekuatan untuk menolak kuasa dominan Don Silvio. Ia ingin Milan menyerang, bermain dengan dua striker. Maka jadilah, seperti Tuhan menciptakan dunia; “Jadilah terang!”, Don Silvio menciptakan dunia sempurna di Kota Mode.
Ketika nama Yonghong Li disebut, fans AC Milan akan mengernyit. Mungkin mereka menunjukkan mimik jijik, ekspresi kecewa, tapi ada juga yang merelakan. Ya sudahlah, yang busuk tetap akan terbongkar. Bau menusuk hidung itu tidak akan hilang. Ia seperti mimpi manis yang menyeruak ke dalam tidur. Manis, tapi hanya mimpi.
Yonghong Li datang dengan sesumbar, membawa rasa congkak ke dalam tubuh lelah AC Milan. Ia menyediakan 200 juta euro untuk bersolek. Namun, yang tidak disadari adalah uang itu hanya fatamorgana. AC Milan membelanjakan sesuatu yang tidak betul-betul bersih. Mereka bermandikan kebahagiaan, yang sesaat dan berujung menyakitkan.
Belum genap satu tahun, belum sempat balik modal, Yonghong Li dinyatakan bangkrut. Pria asal Cina tersebut kini dinyatakan pailit karena tidak sanggup melunasi utang-utangnya senilai lebih dari 600 juta euro.
Yonghong Li sebetulnya sudah jatuh sejak Mei 2016. Ketika itu, Bank Jiangsu menagih utang perusahaan induk Mr. Li, Shenzhen Jie Ande, yang tercatat memiliki 11,39% saham di perusahaan Zhuhai Zhongfu. Saham tersebut sudah dipegang sejak Januari 2015.
Jie Ande bahkan dituntut oleh dua bank sekaligus, Bank Jiangsu dan Bank of Canton. Pengadilan Futian pun menetapkan Jie Ande bangkrut dan harus melepas 11,39% kepemilikan sahamnya. Tercatat 7 Februari 2017, saham tersebut dilelang oleh pengadilan.
Mr. Li tidak mau jatuh begitu saja. Pada 20 Februari 2017 atau 13 hari setelah saham perusahaannya dilelang, ia mengajukan banding. Liciknya, Mr. Li, ketika kondisi finansialnya memburuk, ia berusaha mencari sumber pendapatan lain untuk membeli AC Milan.
Dari mana uang Li? Dilansir Corriere della Sera, dari 740 juta euro yang digelontorkan Mr. Li untuk mengakuisisi Milan dari tangan Don Silvio Berlusconi, hanya 100 juta euro yang berasal dari kantongnya sendiri. Sisanya, 340 juta euro dari sebuah otoritas jasa keuangan, dan 300 juta euro lainnya dipinjam dari Elliott Management.
Gegabah, musim transfer 2017/2018 uang 200 juta euro lebih dibelanjakan. Fatal, situasi finansial i Rossoneri justru goyah. Situasi finansial yang memburuk, ditambah performa yang setali tiga uang, AC Milan kehilangan jati dirinya.
Gerak Elliott Management
Elliott Management tak pernah mau berkompromi dengan individu, perusahaan, bahkan negara yang tidak bisa melunasi utangnya. Sejak mengambil alih AC Milan, Elliott Management yang didirikan Paul Singer berkomitmen untuk membenahi segala masalah. Bahkan mereka tak ingin buru-buru menjual I Rossoneri. Kabar baik.
Turbulensi yang berlangsung lama membuat AC Milan kehilangan arah. Seperti syair Dante, mereka tersesat ke dalam hutan raya. Puisi paling sedih adalah susunan kalimat tentang hilangnya sebuah pilihan dan lesapnya identitas. Mulai musim 2019/2020, usaha mengembalikan arah AC Milan dilakukan sesegera mungkin.
Dua nama legenda, Zvonimir Boban dan Paolo Maldini masuk ke dalam jajaran manajemen. Boban menjabat Chief Football Officer (CFO), sementara Maldini memegang jabatan Direktur Teknik menggantikan Leonardo. Sebelumnya, AC Milan berhasil menarik Ivan Gazidis, sosok penting dari sehatnya keuangan Arsenal.
Gazidis, bersama Arsene Wenger, berhasil mengamankan keuangan Arsenal. Baru di tahun ini, setelah selama 17 tahun menghasilkan neraca keuangan positif, Arsenal akhirnya merugi. Rekam jejak yang meyakinkan dalam usaha restorasi AC Milan.
Gennaro Gattuso, pelatih sebelumnya, akan digantikan oleh Marco Giampolo. Pelatih yang tidak banyak didengar oleh dunia. Namun, dunia harus tahu kalau Marco adalah sosok penting dari stabilitas Sampdoria. Mata yang jeli ketika menjaring pemain muda dan visi yang jelas bagi pemain muda tersebut sangat mengntungkan Sampdoria. Marco adalah pelatih modern. Ia luwes merespons situasi.
Sasaran AC Milan pun sedikit terlihat. Langkah pertama adalah mengamankan masa depan. Langkah panjang yang hanya bisa dibangun dengan mengorbankan “tuntutan kemenangan”. Milan akan banyak membeli pemain muda potensial dan merawatnya hingga matang. Ini jenis investasi terbaik. Investasi yang sukses menyehatkan keuangan banyak klub.
Namun ingat, dengan pemilik yang ambisius, AC Milan mungkin tidak akan malu untuk memikat pemain berkaliber besar. Juru runding yang mumpuni, perancang keuangan dengan pikiran jernih, dan juru taktik yang modern juga pemikat, di samping uang transfer dan gaji tinggi.
AC Milan adalah puisi paling sedih dalam sejarah Serie A. Kebangkrutan seperti Parma, medioker seperti Inter Milan, dan keterasingan seperti Juventus adalah perkara sederhana. Kehilangan pilihan dan identitas adalah bencana paripurna.
Mereka berjalan ke arah yang diidamkan. AC Milan sedang bertaruh dengan jalan baru yang mereka bangun.