Episode Putcast kali ini kedatangan sosok unik dari Jogja lantai dua, Burhanudin Baharsyah, atau yang lebih akrab disapa Udin Amstrong. Ia adalah sosok yang barangkali terlihat sederhana, tetapi menyimpan perjalanan hidup yang berlapis dan penuh tikungan.
Ia menapaki hidup dengan cara yang berani dan pelan tapi pasti, dari pekerjaan di sektor keuangan yang menuntut disiplin hingga dunia konten yang kii membawanya dikenal banyak orang.
Perjalanan Udin Amstrong tak pernah direncanakan sebagai sebuah karir besar. Stand up Comedy baginya, dulu hanyalah ruang untuk berbicara dan menertawakan hidupnya sendiri. Dari panggung ke panggung hingga sampai mal yang bising dan sulit penaklukan tawa, ia jatuh bangun membangun kepercayaan diri. Lambat laun ia sadar bahwa tawa yang tampak ringan itu sesungguhnya lahir dari proses yang panjang.
Soal ketenaran, Udin Amstrong tidak pernah benar-benar mengejarnya. Ia justru lebih takut pada satu hal yaitu mulutnya sendiri. sebab ketika sudah nyaman, ia adalah orang yang ceplas-ceplos. ia khawatir suatu hari potongan capanya diambil di luar konteks, disebar tanpa cerita utuh, lalu menjadi bumerang.
Ia juga manusia biasa yang pernah merasa gelisah, takut pada hujatan dan bingung terhadap tuduhan yang lahir dari guyonan semata. Namun dari hal itu ia sadar bahwa ada kalanya kita hanya perlu jujur pada cara kita bercerita.
Filosofi hidupnya pun sederhana “Kalau sudah jadi passion, kerja keras tak lagi terasa.”
Kalimat itu bukan slogan motivasi kosong. Ia menjalaninya secara literal: bekerja dari pagi hingga malam, pulang larut usai open mic, berganti peran dari pekerja, ayah, suami, lalu kembali menjadi komika. Semua dijalani tanpa banyak keluhan, karena di balik lelah itu ada kegembiraan kecil yang terus menyala.
Dari Udin Amstrong kita bisa melihat dan belajar bahwa tawa tidak selalu lahir dari hidup yang mulus dan menertawakan hidup bukan berarti meremehkannya—justru itu cara paling jujur untuk bertahan.







